Renungan Mendalam Roma 10:4-15: Jalan Keselamatan dan Panggilan Misi Agung
Surat Rasul Paulus kepada jemaat di Roma adalah salah satu surat terpenting dalam Perjanjian Baru, yang membahas inti ajaran kekristenan: keselamatan, kebenaran Allah, dan bagaimana hubungan antara Yahudi dan bukan Yahudi dalam rencana ilahi. Dalam pasal 10, Paulus secara khusus menguraikan perbedaan mendasar antara kebenaran yang berasal dari Taurat (hukum) dan kebenaran yang diperoleh melalui iman. Pasal ini tidak hanya menawarkan pemahaman mendalam tentang jalan menuju keselamatan, tetapi juga menyoroti urgensi dan keindahan panggilan misi yang diemban oleh setiap orang percaya.
Mari kita selami lebih dalam setiap bagian dari Roma 10:4-15, memahami konteks, implikasi teologis, dan aplikasi praktisnya bagi kehidupan kita sebagai orang percaya di dunia modern.
I. Kristus: Kegenapan Taurat untuk Kebenaran (Roma 10:4)
"Sebab Kristus adalah kegenapan Taurat, sehingga kebenaran diperoleh tiap-tiap orang yang percaya."
Roma 10:4
Ayat pembuka bagian ini adalah fondasi utama bagi seluruh argumen Paulus. Untuk memahami maknanya yang mendalam, kita perlu menilik kembali konteks Taurat bagi bangsa Israel dan apa yang dimaksud dengan "kegenapan" yang Kristus bawa.
A. Konteks Taurat dan Perjuangan Israel
Bagi bangsa Yahudi, Taurat atau Hukum Musa adalah anugerah terbesar dari Allah. Taurat bukan sekadar kumpulan aturan, melainkan juga wahyu dari karakter Allah yang kudus, blueprint untuk kehidupan yang benar, dan jalan menuju hubungan yang intim dengan Pencipta. Melalui Taurat, Israel diajarkan tentang kekudusan, keadilan, dan kasih Allah. Namun, sejarah Israel menunjukkan perjuangan yang tak berkesudahan untuk sepenuhnya menaati Taurat. Berulang kali, mereka gagal. Kegagalan ini menyingkapkan kebenaran yang menyakitkan: manusia, dalam keadaannya yang berdosa, tidak mungkin mencapai standar kebenaran Allah melalui usaha sendiri dalam menaati Taurat.
Taurat, dengan tuntutan kesempurnaannya, sesungguhnya memiliki beberapa fungsi kunci: pertama, ia menyingkapkan dosa (Roma 3:20); kedua, ia berfungsi sebagai penuntun (Galatia 3:24) yang menunjukkan perlunya seorang Juru Selamat; dan ketiga, ia memisahkan Israel sebagai umat pilihan Allah. Namun, Taurat tidak pernah dimaksudkan sebagai sarana utama untuk mendapatkan pembenaran di hadapan Allah. Sejak Abraham, pembenaran selalu datang melalui iman (Kejadian 15:6, Roma 4).
B. Kristus sebagai 'Kegenapan' Taurat
Kata "kegenapan" (Yunani: telos) di sini sangat kaya makna. Ini tidak berarti bahwa Kristus menghancurkan atau membatalkan Taurat. Sebaliknya, telos bisa berarti:
- Tujuan Akhir/Puncak: Kristus adalah puncak dan tujuan dari segala sesuatu yang Taurat tunjuk. Seluruh nubuat, ritual kurban, dan bayangan dalam Taurat menunjuk kepada kedatangan-Nya. Ia adalah antitesis sempurna dari ketidaktaatan manusia dan kurban yang sempurna untuk menebus dosa.
- Penggenapan: Kristus memenuhi semua tuntutan Taurat dengan ketaatan-Nya yang sempurna. Tidak ada satu pun perintah yang Ia langgar. Ia hidup dalam kesempurnaan moral dan spiritual yang tak seorang pun manusia bisa mencapainya. Dengan demikian, Ia mencapai kebenaran yang tidak bisa dicapai oleh manusia.
- Akhir sebagai Sistem Pembenaran: Ini adalah makna yang paling relevan dalam konteks Roma 10. Kristus mengakhiri fungsi Taurat sebagai jalan untuk memperoleh kebenaran di hadapan Allah melalui perbuatan. Dengan kata lain, Taurat tidak lagi menjadi "sarana" untuk membenarkan seseorang di hadapan Allah, karena Kristus telah menyediakan "cara" yang lebih tinggi dan sempurna melalui iman kepada-Nya.
Implikasinya sangat besar: Jika kebenaran diperoleh melalui ketaatan pada Taurat, maka tidak seorang pun dapat dibenarkan. Tetapi karena Kristus telah menggenapinya dan mengakhiri tuntutan Taurat sebagai sistem pembenaran, maka jalan kebenaran sekarang terbuka lebar bagi "tiap-tiap orang yang percaya" kepada-Nya. Ini adalah perubahan paradigma yang radikal dari agama yang berbasis perbuatan menjadi hubungan yang berbasis anugerah.
C. Implikasi Bagi Kehidupan Orang Percaya
Pemahaman bahwa Kristus adalah kegenapan Taurat membebaskan kita dari beban legalisme. Kita tidak perlu lagi berusaha mati-matian untuk "mendapatkan" keselamatan atau pembenaran melalui perbuatan baik, ritual, atau ketaatan hukum yang sempurna. Sebaliknya, kita menerima kebenaran sebagai hadiah melalui iman kepada Kristus. Ini bukan berarti kita bebas melakukan apa saja; justru, kasih Kristus yang membenarkan kita akan memotivasi kita untuk hidup dalam ketaatan yang tulus, bukan karena takut hukuman, melainkan karena syukur atas anugerah yang tak terhingga.
Kebenaran yang kita miliki dalam Kristus adalah kebenaran yang sempurna, yang dianugerahkan oleh Allah sendiri. Ini adalah kebenaran yang memungkinkan kita berdiri tanpa cela di hadapan Allah, bukan karena kita layak, melainkan karena Kristus yang layak telah menanggung dosa kita dan memberikan kita kebenaran-Nya.
II. Kebenaran dari Hukum vs. Kebenaran dari Iman (Roma 10:5-8)
"Sebab Musa menulis tentang kebenaran karena hukum Taurat: 'Orang yang melakukannya, akan hidup olehnya.' Tetapi kebenaran karena iman berkata demikian: 'Jangan katakan di dalam hatimu: Siapakah yang akan naik ke sorga?' yaitu: untuk membawa Kristus turun; atau: 'Siapakah yang akan turun ke jurang maut?' yaitu: untuk membawa Kristus naik dari antara orang mati. Tetapi apakah katanya? 'Firman itu dekat kepadamu, di dalam mulutmu dan di dalam hatimu': itulah firman iman yang kami beritakan."
Roma 10:5-8
Dalam bagian ini, Paulus dengan cemerlang mengkontraskan dua jalan menuju kebenaran: melalui hukum dan melalui iman. Ia menggunakan kutipan dari Perjanjian Lama untuk memperkuat argumennya, menunjukkan bahwa prinsip iman bukanlah inovasi baru, melainkan telah ada sejak zaman Musa.
A. Kebenaran Melalui Hukum: "Orang yang melakukannya, akan hidup olehnya" (Roma 10:5)
Paulus mengutip Imamat 18:5, "Orang yang melakukannya, akan hidup olehnya." Ini adalah prinsip yang jelas dari Taurat. Jika seseorang ingin memperoleh kehidupan atau kebenaran melalui hukum, ia harus menaatinya dengan sempurna. Tanpa cela. Tidak ada ruang untuk kesalahan. Ini adalah standar yang sangat tinggi, yang dalam praktiknya, tidak mungkin dicapai oleh manusia berdosa. Musa sendiri mengajarkan bahwa siapa pun yang melanggar satu pun perintah Taurat dianggap melanggar seluruh Taurat (Yakobus 2:10). Oleh karena itu, hukum berfungsi lebih sebagai dakwaan terhadap dosa daripada jalan menuju kehidupan.
Paulus menegaskan bahwa kebenaran yang didasarkan pada hukum menuntut ketaatan yang tanpa cela. Jika seseorang melanggar hukum dalam satu poin saja, seluruh "pencapaian" di mata hukum menjadi sia-sia. Ini adalah beban yang tidak dapat ditanggung oleh manusia, yang selalu cenderung berbuat dosa dan gagal memenuhi standar ilahi yang sempurna. Dengan demikian, jalan hukum adalah jalan yang tak berujung buntu bagi umat manusia yang telah jatuh dalam dosa.
B. Kebenaran Melalui Iman: Keadaan yang Berbeda (Roma 10:6-8)
Sebaliknya, Paulus menggambarkan kebenaran yang berdasarkan iman dengan mengutip dan menginterpretasikan Ulangan 30:11-14. Dalam konteks Ulangan, Musa berbicara tentang perintah Allah yang tidaklah terlalu sukar atau jauh untuk dilakukan. Paulus mengambil esensi dari kutipan ini dan menerapkannya pada "firman iman" tentang Kristus.
1. Bukan Pencarian yang Mustahil
Paulus berkata, "Jangan katakan di dalam hatimu: Siapakah yang akan naik ke sorga?" (yaitu: untuk membawa Kristus turun) atau "Siapakah yang akan turun ke jurang maut?" (yaitu: untuk membawa Kristus naik dari antara orang mati). Ini adalah penggambaran tentang upaya manusia yang sia-sia dan mustahil untuk mencapai keselamatan melalui perbuatan heroik atau pencarian yang ekstrem. Manusia tidak perlu berusaha membawa Kristus turun dari surga (seperti menyelamatkan diri dengan menunjuk pada perbuatan baik atau jasa), seolah-olah Kristus belum datang. Manusia juga tidak perlu berusaha membawa Kristus naik dari antara orang mati (seperti mencoba menghidupkan kembali Kristus dengan kekuatan sendiri), seolah-olah kebangkitan-Nya belum terjadi.
Intinya adalah: keselamatan tidak memerlukan upaya manusia yang superlatif atau pencarian yang melampaui batas kemampuan. Kristus sudah datang, sudah hidup, sudah mati, dan sudah bangkit. Semua yang diperlukan untuk keselamatan telah dilakukan oleh Allah melalui Kristus. Manusia tidak perlu mencari jawaban di tempat yang jauh atau melakukan sesuatu yang mustahil; jawabannya sudah tersedia dan dekat.
2. Firman itu Dekat
Kontrasnya sangat tajam: "Tetapi apakah katanya? 'Firman itu dekat kepadamu, di dalam mulutmu dan di dalam hatimu': itulah firman iman yang kami beritakan." Ini adalah inti dari kebenaran melalui iman. Firman iman ini tidaklah jauh, tidak sulit dijangkau, tidak memerlukan perjalanan panjang atau pencarian filosofis yang rumit. Ia "dekat kepadamu, di dalam mulutmu dan di dalam hatimu."
Apa yang dimaksud dengan "firman itu dekat"? Ini berarti bahwa kabar baik tentang Kristus dan jalan keselamatan melalui iman adalah:
- Aksesibel: Tidak tersembunyi, tidak eksklusif bagi kaum elit spiritual atau cendekiawan. Semua orang dapat memahaminya dan meresponsnya.
- Personal: Berdiam di dalam hati dan dapat diucapkan dengan mulut. Ini menunjukkan sifat iman yang melibatkan kedua aspek ini: keyakinan batiniah dan pengakuan lahiriah.
- Kekuatan Allah: Firman ini adalah instrumen yang digunakan Allah untuk membawa keselamatan. Ketika firman ini diberitakan (seperti yang dilakukan Paulus), ia memiliki kuasa untuk mengubah hati dan pikiran.
Paulus menyimpulkan dengan menyatakan bahwa inilah "firman iman yang kami beritakan." Ini adalah misi dan pesan inti dari kekristenan: bahwa keselamatan tidak didapat dengan usaha yang berat atau pencarian yang sia-sia, melainkan melalui respons iman terhadap kabar baik yang telah Allah sediakan dan letakkan di dekat kita.
III. Pengakuan dan Kepercayaan: Dua Pilar Keselamatan (Roma 10:9-10)
"Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan."
Roma 10:9-10
Setelah meletakkan dasar tentang kegenapan Taurat oleh Kristus dan kedekatan firman iman, Paulus kini merinci apa yang dimaksud dengan respons iman ini. Dua unsur penting disoroti: pengakuan dengan mulut dan kepercayaan dalam hati.
A. Mengaku dengan Mulut: "Yesus adalah Tuhan"
Frasa "Yesus adalah Tuhan" (Yunani: Kyrios Iesous) adalah salah satu pengakuan iman yang paling dasar dan kuat dalam Kekristenan mula-mula. Mengakui Yesus sebagai Tuhan pada zaman Paulus memiliki implikasi yang mendalam dan bahkan berbahaya:
- Pengakuan Kedaulatan Ilahi: Dalam Septuaginta (terjemahan Alkitab Ibrani ke dalam bahasa Yunani), kata Kyrios digunakan untuk menerjemahkan nama Allah Yahweh. Jadi, mengakui Yesus sebagai Tuhan berarti mengakui keilahian-Nya, kedaulatan-Nya yang absolut, dan otoritas-Nya atas segala sesuatu. Ini menempatkan Yesus pada kedudukan yang sama dengan Allah Bapa.
- Kontras dengan Kultus Kaisar: Pada masa itu, warga Kekaisaran Romawi diharapkan untuk mengakui "Kaisar adalah Tuhan" (Kyrios Kaisar). Menolak melakukan ini bisa berarti penganiayaan, bahkan kematian. Oleh karena itu, pengakuan "Yesus adalah Tuhan" adalah tindakan keberanian dan kesetiaan yang menggeser loyalitas tertinggi dari otoritas manusiawi kepada Kristus. Ini adalah deklarasi bahwa Kristus, bukan Kaisar, adalah penguasa tertinggi atas hidup seorang percaya.
- Pernyataan Publik: Pengakuan dengan mulut adalah pernyataan publik tentang iman seseorang. Iman bukanlah sesuatu yang hanya bersifat pribadi atau internal; ia memiliki dimensi publik. Ini adalah kesaksian tentang transformasi batiniah yang telah terjadi.
Pengakuan ini bukan hanya pengucapan kata-kata kosong, melainkan ekspresi lahiriah dari keyakinan batiniah yang sejati. Itu adalah deklarasi yang mengubah hidup, yang memisahkan seorang percaya dari dunia dan menyatukannya dengan Kristus.
B. Percaya dalam Hati: Kebangkitan Kristus
Bagian kedua dari persyaratan keselamatan adalah "percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati." Kepercayaan hati adalah akar dari iman. Ini bukan sekadar persetujuan intelektual terhadap fakta historis, melainkan penerimaan yang tulus dan penyerahan diri secara total kepada kebenaran itu. "Hati" dalam konteks Alkitab melambangkan pusat keberadaan seseorang: pikiran, emosi, kehendak, dan roh.
Mengapa kebangkitan Kristus begitu krusial untuk dipercayai?
- Validasi Klaim Ilahi-Nya: Kebangkitan adalah konfirmasi definitif dari Allah bahwa Yesus adalah Anak Allah dan bahwa klaim-Nya sebagai Juru Selamat adalah benar (Roma 1:4). Jika Kristus tidak bangkit, iman kita sia-sia (1 Korintus 15:17).
- Kemenangan Atas Dosa dan Maut: Kebangkitan adalah bukti bahwa Kristus telah mengalahkan dosa dan maut. Kematian-Nya membayar harga dosa, dan kebangkitan-Nya menyediakan kehidupan baru dan kemenangan bagi mereka yang percaya.
- Fondasi Harapan Kita: Kebangkitan Kristus adalah jaminan kebangkitan kita sendiri dan harapan akan hidup kekal bersama-Nya.
Kepercayaan dalam hati ini adalah anugerah Allah (Efesus 2:8-9), yang memungkinkan kita menerima dan memeluk Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi kita. Ini adalah transformasi internal yang dimungkinkan oleh Roh Kudus.
C. Keterkaitan Hati dan Mulut
Paulus menegaskan keterkaitan erat antara hati dan mulut: "Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan." Ini bukan dua langkah yang terpisah secara kronologis, melainkan dua sisi dari mata uang yang sama. Iman yang sejati di dalam hati akan secara alami mengalir keluar dalam pengakuan dengan mulut. Demikian pula, pengakuan yang tulus dengan mulut mencerminkan iman yang mendalam di dalam hati.
Pembenaran (pembuatan benar di hadapan Allah) terjadi ketika hati percaya. Keselamatan (pembebasan dari murka Allah, dosa, dan kematian) dinyatakan dan dialami ketika pengakuan itu dibuat. Ini menunjukkan bahwa iman bukan hanya urusan pribadi semata, tetapi juga melibatkan respons publik yang memungkinkan seseorang masuk sepenuhnya ke dalam komunitas orang percaya dan menikmati janji-janji keselamatan.
Singkatnya, Roma 10:9-10 memberikan formula yang jelas dan sederhana untuk keselamatan. Ini menekankan bahwa anugerah Allah tersedia bagi siapa saja yang merespons dengan hati yang percaya pada kebangkitan Kristus dan mulut yang mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan. Ini adalah pintu gerbang menuju hidup baru dalam Kristus.
IV. Universalitas Keselamatan: Tidak Ada Perbedaan (Roma 10:11-13)
"Karena Kitab Suci berkata: 'Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan.' Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena satu Tuhan adalah Tuhan semua orang, kaya dalam kemurahan-Nya bagi semua orang yang berseru kepada-Nya. Sebab, 'barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan.'"
Roma 10:11-13
Setelah menjelaskan bagaimana keselamatan diperoleh, Paulus kini memperluas cakupannya untuk menegaskan universalitasnya. Pesan ini adalah kabar baik yang revolusioner, terutama bagi audiens Yahudi dan non-Yahudi pada zaman itu, yang sering kali terpecah oleh batasan etnis dan budaya.
A. Janji yang Teguh: "Tidak akan Dipermalukan" (Roma 10:11)
Paulus mengutip Yesaya 28:16 untuk memperkuat janjinya: "Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan." Kata "dipermalukan" (Yunani: kataischyno) memiliki makna yang kuat. Itu berarti tidak akan dikecewakan, tidak akan merasa malu, atau tidak akan dipermalukan di hadapan Allah dalam penghakiman. Ini adalah jaminan yang pasti dari Allah sendiri. Bagi mereka yang menaruh iman mereka kepada Kristus, tidak ada kegagalan, tidak ada penyesalan, tidak ada hukuman yang menanti. Sebaliknya, ada pembenaran, penerimaan, dan kemuliaan.
Janji ini sangat penting karena pada zaman itu, banyak orang Yahudi merasa malu karena Injil yang mereka tolak, sementara orang-orang non-Yahudi yang baru percaya seringkali merasa rendah diri atau tidak layak. Paulus meyakinkan mereka bahwa iman kepada Kristus menghilangkan segala bentuk rasa malu dan kegagalan yang mungkin mereka rasakan, baik dari masa lalu atau dari penolakan masyarakat.
B. Tidak Ada Perbedaan: Yahudi dan Yunani (Roma 10:12)
Inilah salah satu poin terpenting dalam teologi Paulus: "Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani." Ini adalah deklarasi yang menghancurkan tembok pemisah yang telah berdiri selama berabad-abad. Bagi orang Yahudi, mereka adalah umat pilihan Allah, diberkahi dengan Taurat dan perjanjian. Bagi mereka, orang-orang non-Yahudi (Yunani, atau Gentile) adalah "asing dari perjanjian janji" (Efesus 2:12). Namun, dalam Kristus, status khusus berdasarkan etnis atau keturunan telah dikesampingkan sebagai sarana untuk memperoleh keselamatan.
Mengapa tidak ada perbedaan? Karena "satu Tuhan adalah Tuhan semua orang, kaya dalam kemurahan-Nya bagi semua orang yang berseru kepada-Nya."
- Satu Tuhan untuk Semua: Hanya ada satu Allah yang berdaulat atas semua manusia, tidak peduli latar belakang etnis atau budaya mereka. Allah yang sama yang memilih Israel, adalah juga Allah yang mengasihi dan ingin menyelamatkan seluruh umat manusia.
- Kemurahan yang Melimpah: Allah itu "kaya dalam kemurahan-Nya." Ini menunjukkan bahwa kemurahan Allah bukanlah sesuatu yang terbatas atau dicadangkan untuk kelompok tertentu. Sebaliknya, kasih karunia-Nya melimpah ruah dan tersedia secara universal. Ia tidak pelit dalam memberikan anugerah-Nya kepada siapa pun yang datang kepada-Nya.
- Terbuka untuk Semua yang Berseru: Kemurahan ini tersedia bagi "semua orang yang berseru kepada-Nya." Ini adalah undangan terbuka yang tidak memandang ras, status sosial, jenis kelamin, atau latar belakang apa pun. Pintu keselamatan terbuka lebar bagi setiap individu yang datang dengan hati yang tulus.
Pernyataan ini adalah revolusi sejati. Ini berarti bahwa Gereja Kristen yang baru dibentuk bukanlah sekadar sekte Yahudi, melainkan komunitas baru yang mengatasi semua batasan manusiawi, di mana setiap orang memiliki pijakan yang sama di hadapan Allah melalui iman kepada Kristus.
C. Janji Keselamatan untuk Semua: "Barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan" (Roma 10:13)
Paulus mengakhiri bagian ini dengan kutipan lain dari Perjanjian Lama, Yoel 2:32: "Sebab, 'barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan.'" Kutipan ini berfungsi sebagai ringkasan yang kuat dan konfirmasi janji universalitas keselamatan.
Kata "berseru" (Yunani: epikaleo) berarti memanggil dengan sungguh-sungguh, memohon pertolongan, atau menyerukan nama seseorang dengan kepercayaan. Ini menyiratkan tindakan iman dan ketergantungan total pada Allah. Ini bukan sekadar mengucapkan sebuah nama, melainkan datang kepada Tuhan dalam kerendahan hati dan keputusasaan, mengakui kebutuhan akan Juru Selamat dan percaya pada kuasa-Nya untuk menyelamatkan.
Siapakah "Tuhan" yang namanya harus diseru? Dalam konteks Roma 10 dan seluruh Perjanjian Baru, Paulus dengan jelas mengidentifikasi "Tuhan" ini sebagai Yesus Kristus. Ini menegaskan keilahian Kristus sekali lagi dan menunjukkan bahwa memanggil nama Yesus adalah tindakan iman yang membawa keselamatan.
Pesan dari Roma 10:11-13 adalah pesan yang penuh harapan dan inklusivitas. Allah tidak membeda-bedakan. Jalan keselamatan terbuka bagi semua orang – Yahudi maupun bukan Yahudi – yang percaya kepada Kristus dan menyerukan nama-Nya. Ini adalah inti dari kabar baik yang harus diberitakan kepada seluruh dunia.
V. Panggilan Agung untuk Misi: Kaki-kaki yang Indah (Roma 10:14-15)
"Bagaimana mereka akan berseru kepada Dia yang tidak mereka percayai? Dan bagaimana mereka akan percaya kepada Dia yang tidak mereka dengar? Dan bagaimana mereka akan mendengar tanpa ada yang memberitakan? Dan bagaimana mereka akan memberitakan, jika mereka tidak diutus? Seperti yang tertulis: 'Betapa indahnya kaki-kaki mereka yang memberitakan kabar baik!'"
Roma 10:14-15
Setelah menyatakan bahwa keselamatan tersedia bagi "barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan," Paulus beralih ke pertanyaan yang krusial: Jika keselamatan begitu universal dan mudah diakses, bagaimana semua orang akan mengetahuinya? Bagian ini adalah salah satu dasar teologis terkuat untuk misi dan penginjilan.
A. Rantai Logis Misi
Paulus menyajikan serangkaian pertanyaan retoris yang membentuk rantai logis yang tak terputuskan, menyoroti urgensi pemberitaan Injil:
1. Bagaimana Mereka akan Berseru Jika Tidak Percaya?
Titik awal adalah seruan kepada Tuhan. Seseorang tidak akan berseru kepada Tuhan Yesus jika ia tidak percaya kepada-Nya. Seruan ini, seperti yang telah kita bahas, adalah ekspresi iman yang tulus. Jadi, kepercayaan adalah prasyarat untuk berseru.
2. Bagaimana Mereka akan Percaya Jika Tidak Mendengar?
Kepercayaan tidak muncul dari ketiadaan. Seseorang tidak bisa percaya kepada Kristus jika mereka belum pernah mendengar tentang Dia. Iman datang dari pendengaran (Roma 10:17). Ini menunjukkan pentingnya informasi, pengetahuan, dan pemahaman tentang siapa Kristus dan apa yang telah Ia lakukan.
3. Bagaimana Mereka akan Mendengar Tanpa Ada yang Memberitakan?
Mendengar kabar baik tentang Kristus tidak terjadi secara kebetulan atau otomatis. Itu membutuhkan seseorang untuk "memberitakan" (Yunani: kerysso, artinya memberitakan sebagai seorang proklamator atau utusan). Tanpa ada orang yang secara aktif menyampaikan pesan ini, bagaimana mungkin orang lain dapat mendengar dan pada akhirnya percaya? Ini menempatkan tanggung jawab yang berat pada pundak orang-orang percaya untuk menjadi pembawa pesan ini.
4. Bagaimana Mereka akan Memberitakan Jika Mereka Tidak Diutus?
Pemberitaan Injil bukanlah inisiatif manusia semata. Paulus menekankan bahwa mereka yang memberitakan harus "diutus" (Yunani: apostello, dari mana kata "rasul" berasal). Diutus menyiratkan otoritas, tujuan, dan pemberdayaan ilahi. Ini berarti bahwa misi penginjilan bukanlah tugas yang bisa dilakukan sembarangan, melainkan panggilan yang sah dari Allah sendiri. Orang-orang percaya diutus oleh Kristus (Matius 28:19-20) dan diberdayakan oleh Roh Kudus (Kisah Para Rasul 1:8) untuk melaksanakan tugas ini.
B. "Betapa Indahnya Kaki-kaki Mereka yang Memberitakan Kabar Baik!" (Roma 10:15)
Setelah menyoroti urgensi misi, Paulus mengakhiri bagian ini dengan kutipan dari Yesaya 52:7: "Betapa indahnya kaki-kaki mereka yang memberitakan kabar baik!" Kutipan ini adalah puncak dari argumentasinya dan merupakan afirmasi yang luar biasa tentang nilai dan kemuliaan misi.
1. Makna "Kaki yang Indah"
Dalam konteks Yesaya, kutipan ini merujuk pada pembawa kabar yang datang dengan berita pembebasan bagi Yerusalem dari pembuangan Babel. Paulus menerapkannya pada pembawa Injil Kristus. Mengapa kaki yang "indah"?
- Bukan Penampilan Fisik: Ini bukan tentang keindahan fisik kaki, melainkan tentang fungsi dan tujuan dari kaki tersebut. Kaki adalah alat untuk bergerak, untuk menempuh perjalanan. Kaki yang indah adalah kaki yang membawa sesuatu yang berharga.
- Pentingnya Pesan: Keindahan sebenarnya terletak pada pesan yang dibawa oleh kaki-kaki itu – "kabar baik" (Yunani: euangelion, dari mana kata "Injil" berasal). Kabar baik tentang perdamaian, keselamatan, dan kemenangan yang dibawa oleh Kristus.
- Simbolisme Penjelajahan: Kaki yang indah adalah simbol dari orang-orang yang rela pergi, menempuh perjalanan, mengatasi rintangan, dan bahkan menghadapi bahaya untuk membawa pesan kehidupan kepada orang lain.
Kaki-kaki ini indah karena mereka adalah instrumen anugerah Allah, membawa harapan kepada mereka yang tanpa harapan, terang kepada mereka yang dalam kegelapan, dan hidup kepada mereka yang dalam kematian.
2. Tanggung Jawab dan Hak Istimewa
Bagian ini menegaskan bahwa kita memiliki tanggung jawab dan hak istimewa untuk menjadi bagian dari rantai ilahi ini. Jika kita telah menerima keselamatan, kita diutus untuk membagikannya. Tidak ada alasan bagi kita untuk berdiam diri atau bersembunyi dengan Injil yang telah mengubah hidup kita.
- Bagi Setiap Orang Percaya: Panggilan untuk memberitakan kabar baik bukan hanya untuk "rasul" atau misionaris profesional. Setiap orang percaya memiliki peran dalam memberitakan Injil, baik melalui kata-kata, gaya hidup, atau dukungan terhadap pekerjaan misi.
- Urgensi yang Tidak Dapat Dielakkan: Jika orang tidak mendengar, mereka tidak bisa percaya. Jika mereka tidak percaya, mereka tidak bisa berseru. Jika mereka tidak berseru, mereka tidak bisa diselamatkan. Oleh karena itu, memberitakan Injil adalah tindakan kasih yang paling mendesak.
- Kemuliaan Misi: Meskipun seringkali melibatkan pengorbanan dan kesulitan, misi pemberitaan Injil adalah pekerjaan yang mulia dan indah di mata Allah. Ada sukacita besar dalam melihat orang lain datang kepada Kristus karena kesaksian kita.
Roma 10:14-15 adalah panggilan bangun bagi setiap orang percaya. Ini mengingatkan kita bahwa anugerah keselamatan yang telah kita terima datang dengan tanggung jawab untuk memastikan bahwa orang lain juga memiliki kesempatan untuk mendengar dan meresponsnya. Ini adalah fondasi dari setiap upaya misi dan evangelisme di seluruh dunia.
VI. Refleksi dan Aplikasi Modern
Bagian dari Roma ini, yang begitu kaya akan kebenaran teologis, tidak hanya relevan untuk konteks abad pertama tetapi juga memiliki aplikasi yang mendalam bagi kehidupan kita saat ini. Mari kita tarik beberapa benang merah untuk direnungkan dan diterapkan.
A. Kebebasan dari Legalisme
Di era modern, godaan untuk mencari kebenaran atau penerimaan melalui perbuatan baik, prestasi agama, atau standar moral buatan manusia masih sangat kuat. Entah itu dalam bentuk ketaatan pada ritual yang ketat, daftar panjang "jangan" dan "harus", atau upaya terus-menerus untuk membuktikan diri kepada Tuhan dan sesama, legalisme tetap menjadi perangkap. Roma 10:4 mengingatkan kita bahwa Kristus adalah kegenapan, yang berarti kita dibebaskan dari beban untuk mendapatkan keselamatan dengan usaha kita sendiri. Ini memanggil kita untuk bersandar sepenuhnya pada anugerah Kristus dan bukan pada kemampuan kita. Kebebasan ini membawa damai sejahtera dan sukacita yang sejati.
B. Aksesibilitas Iman yang Universal
Ayat 5-8 menyoroti bahwa iman tidak memerlukan upaya heroik atau pencarian yang tak terjangkau. Firman itu dekat! Ini adalah kabar baik bagi setiap orang yang merasa tidak mampu, tidak cukup pintar, atau terlalu jauh dari Tuhan. Keselamatan tidak eksklusif bagi cendekiawan teologi atau orang-orang yang memiliki latar belakang agama yang kuat. Ini tersedia bagi setiap hati yang tulus. Dalam dunia yang kompleks dan seringkali membingungkan, kesederhanaan dan kedekatan firman iman ini adalah anugerah yang luar biasa.
Pesan ini juga menantang kita untuk memastikan bahwa Injil tetap mudah diakses dan dipahami oleh orang-orang dari berbagai latar belakang. Ini berarti menggunakan bahasa yang jelas, menghindari jargon yang tidak perlu, dan berfokus pada inti pesan Injil: Kristus yang mati, bangkit, dan berdaulat.
C. Kesatuan Hati dan Mulut dalam Kesaksian
Roma 10:9-10 mengajarkan kita bahwa iman yang sejati melibatkan baik hati maupun mulut. Kita tidak bisa mengatakan bahwa kita percaya tetapi tidak pernah menyatakan iman kita secara terbuka. Demikian pula, pengakuan lisan tanpa keyakinan hati adalah kosong. Ini menantang kita untuk menjadi orang-orang yang konsisten antara apa yang kita yakini di dalam dan apa yang kita nyatakan di luar.
Dalam masyarakat yang semakin skeptis atau bahkan memusuhi iman, pengakuan "Yesus adalah Tuhan" menjadi semakin signifikan. Ini adalah tindakan keberanian dan kesetiaan, sama seperti pada zaman Paulus. Ini juga menuntut kita untuk memahami secara mendalam apa artinya Yesus menjadi Tuhan dalam setiap aspek kehidupan kita, bukan hanya di gereja tetapi juga di rumah, di tempat kerja, dan di lingkungan sosial.
D. Merangkul Keberagaman dalam Kristus
Deklarasi "tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani" (ayat 12) adalah relevan secara radikal di era kita yang terfragmentasi oleh perbedaan ras, etnis, kelas, politik, dan bahkan denominasi gereja. Paulus mengingatkan kita bahwa di dalam Kristus, semua tembok pemisah diruntuhkan. Kita memiliki satu Tuhan yang kaya dalam kemurahan-Nya bagi semua orang yang berseru kepada-Nya.
Ini memanggil gereja modern untuk menjadi model kesatuan dalam keberagaman. Kita harus secara aktif meruntuhkan prasangka, diskriminasi, dan eksklusivitas yang tidak alkitabiah. Injil adalah kabar baik bagi semua orang, tanpa kecuali, dan Gereja harus mencerminkan universalitas kasih dan anugerah Allah ini.
E. Menjawab Panggilan Misi Global
Ayat 14-15 bukan hanya sebuah argumen teologis; ini adalah panggilan untuk bertindak. Jika kita percaya pada Injil, kita harus peduli tentang orang-orang yang belum mendengarnya. Rantai logis yang Paulus sajikan menempatkan tanggung jawab yang jelas pada setiap orang percaya untuk menjadi bagian dari proses ini.
Bagaimana kita bisa menjawab panggilan ini hari ini?
- Secara Pribadi: Memberitakan kabar baik kepada teman, keluarga, tetangga, dan rekan kerja melalui perkataan dan perbuatan. Hidup kita harus menjadi kesaksian yang konsisten tentang Kristus.
- Melalui Dukungan: Mendukung pekerjaan misi dan penginjilan baik secara finansial maupun dengan doa, membantu "kaki-kaki yang indah" untuk terus melangkah ke tempat-tempat yang jauh.
- Dengan Pergi: Beberapa dipanggil untuk pergi ke medan misi lintas budaya, membawa Injil ke tempat-tempat di mana Kristus belum dikenal.
- Melalui Media: Memanfaatkan teknologi modern untuk menyebarkan firman iman yang dekat itu kepada khalayak yang lebih luas.
Pemahaman bahwa kita diutus oleh Allah memberikan tujuan dan makna yang mendalam bagi hidup kita. Setiap langkah yang kita ambil, setiap kata yang kita ucapkan, setiap sumber daya yang kita berikan untuk kemuliaan Allah dan penyebaran Injil, adalah bagian dari rencana agung-Nya untuk menebus dunia.
VII. Kesimpulan
Renungan kita atas Roma 10:4-15 telah membawa kita pada perjalanan teologis yang kaya, dari pemahaman tentang Kristus sebagai kegenapan Taurat hingga panggilan universal untuk misi. Kita telah melihat bagaimana keselamatan adalah anugerah Allah yang diterima melalui iman, bukan melalui perbuatan, dan bagaimana anugerah ini terbuka bagi setiap individu, tanpa memandang latar belakang.
Inti dari pesan ini adalah:
- Kristus adalah Solusi Lengkap: Ia telah memenuhi semua yang diperlukan untuk kebenaran kita.
- Iman adalah Jalan yang Dapat Diakses: Tidak ada kesulitan atau penghalang bagi siapa pun untuk datang kepada-Nya.
- Keselamatan adalah Universal: Allah tidak membeda-bedakan; kasih-Nya merangkul semua.
- Misi adalah Panggilan yang Mendesak: Kita diutus untuk memastikan bahwa semua orang memiliki kesempatan untuk mendengar kabar baik ini.
Ayat-ayat ini bukan hanya teori; ini adalah kebenaran yang memberdayakan dan memotivasi. Mereka memanggil kita untuk hidup dengan kebebasan dari legalisme, dengan keberanian dalam pengakuan iman kita, dengan kasih yang merangkul keberagaman, dan dengan semangat yang tak tergoyahkan dalam misi kita untuk membagikan kabar baik. Biarlah "kaki-kaki" kita menjadi "indah" karena kita rela melangkah maju, membawa pesan Injil yang mengubah hidup kepada dunia yang sangat membutuhkannya.
Marilah kita terus merenungkan kebenaran ini dan membiarkannya membentuk cara kita hidup, berbicara, dan melayani. Sebab, di setiap hati yang percaya dan di setiap mulut yang mengaku, kuasa keselamatan Allah terwujud, dan di setiap langkah misionaris, janji-janji-Nya digenapi.
Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus menyertai kita semua dalam perjalanan iman dan misi ini.