Renungan Mendalam: Transformasi Budi Menurut Roma 12:2
"Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada-Nya dan yang sempurna."
Roma 12:2 adalah salah satu ayat yang paling dikenal dan sering dikutip dalam Alkitab. Namun, di balik familiaritasnya, terkandung panggilan yang mendalam dan menantang bagi setiap pengikut Kristus. Ayat ini bukanlah sekadar anjuran moral biasa; ia adalah deklarasi fundamental tentang bagaimana kehidupan Kristen seharusnya dijalani—sebuah cetak biru untuk transformasi spiritual yang radikal. Dalam dunia yang terus berubah dan penuh tekanan, pesan dari Roma 12:2 menjadi semakin relevan, menawarkan arah dan tujuan bagi mereka yang mencari makna dan kehidupan yang otentik di hadapan Tuhan.
Mari kita selami lebih dalam setiap frasa kunci dalam ayat yang penuh kuasa ini, mengungkap kekayaan teologis dan aplikasi praktisnya bagi kehidupan kita sehari-hari. Kita akan melihat bagaimana Firman Tuhan ini menantang kita untuk melepaskan diri dari pola pikir duniawi, merangkul proses pembaharuan batin, dan akhirnya, mencapai kemampuan untuk membedakan serta hidup dalam kehendak Allah yang "baik, berkenan, dan sempurna."
Kontekstualisasi Roma 12:2: Dari Doktrin ke Praktik
Untuk memahami sepenuhnya kedalaman Roma 12:2, penting untuk melihatnya dalam konteks seluruh kitab Roma. Kitab Roma sering dianggap sebagai katedral doktrin Kristen, sebuah surat yang menjelaskan dasar-dasar iman Kristen secara komprehensif. Rasul Paulus menghabiskan sebelas pasal pertama untuk meletakkan fondasi teologis yang kuat:
- Roma 1-3: Mengungkapkan dosa universal umat manusia—baik Yahudi maupun bukan Yahudi—dan kebutuhan akan penyelamatan.
- Roma 3-5: Menjelaskan kebenaran melalui iman dalam Kristus, bukan melalui perbuatan hukum Taurat.
- Roma 6-8: Mendalami pembebasan dari dosa dan hukum, serta peran Roh Kudus dalam kehidupan orang percaya.
- Roma 9-11: Membahas kedaulatan Allah dalam rencana keselamatan-Nya, terutama mengenai Israel dan bangsa-bangsa lain.
Setelah membangun pilar-pilar doktrinal yang kokoh ini, Paulus beralih pada pasal 12 ke bagian praktis dari suratnya. Ia memulai dengan seruan yang kuat di Roma 12:1: "Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati." Ayat ini berfungsi sebagai jembatan antara apa yang Allah telah lakukan bagi kita (pasal 1-11) dan bagaimana kita seharusnya meresponsnya dalam hidup kita (pasal 12-16).
Roma 12:2 kemudian menguraikan implikasi praktis dari penyerahan diri ini. Jika kita telah mempersembahkan diri kita sepenuhnya kepada Allah, maka konsekuensinya adalah kita tidak lagi dapat hidup seperti dunia. Transformasi batin menjadi keharusan mutlak. Dengan demikian, ayat ini bukan hanya nasihat yang terisolasi, melainkan inti dari bagaimana doktrin-doktrin besar tentang anugerah, kebenaran, dan Roh Kudus seharusnya membentuk karakter dan perilaku seorang percaya. Ini adalah undangan untuk hidup secara konsisten dengan identitas baru kita di dalam Kristus.
1. "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini"
Memahami Arti "Dunia" (Kosmos)
Frasa pertama dalam Roma 12:2 adalah perintah negatif: "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini." Kata "dunia" di sini berasal dari bahasa Yunani *kosmos*. Dalam konteks Alkitab, *kosmos* tidak selalu merujuk pada planet bumi atau umat manusia secara umum. Sebaliknya, seringkali ia mengacu pada sistem nilai, ideologi, filosofi, dan cara hidup yang menentang Allah dan kerajaan-Nya. Ini adalah "dunia" yang diperintah oleh Pangeran kegelapan (Yohanes 12:31), yang cintanya tidak sesuai dengan kasih Bapa (1 Yohanes 2:15-17).
Dunia ini memiliki pola-pola pikir dan perilaku yang menonjolkan diri sendiri, kekayaan, kekuasaan, kesenangan instan, dan kepuasan ego. Ia cenderung meremehkan hal-hal rohani, mengagungkan yang material, dan mendefinisikan keberhasilan berdasarkan standar manusiawi, bukan ilahi. Menjadi "serupa" dengan dunia berarti mengadopsi pola-pola ini, membiarkan nilai-nilainya membentuk pandangan kita, dan membiarkan prioritas-prioritasnya mendikte tindakan kita. Ini adalah bentuk kompromi yang berbahaya, yang secara perlahan dapat mengikis iman dan kesetiaan kita kepada Kristus.
Ancaman dan Bentuk Penyerupaan Diri
Penyerupaan dengan dunia bisa sangat halus dan meresap. Ia tidak selalu tampak dalam tindakan dosa yang terang-terangan, tetapi seringkali muncul dalam cara kita berpikir, berbicara, bereaksi, dan bahkan dalam apa yang kita anggap "normal." Beberapa area di mana kita rentan terhadap penyerupaan dengan dunia meliputi:
- Materialisme dan Konsumerisme: Dunia mengajarkan bahwa kebahagiaan dan kepuasan ditemukan dalam memiliki lebih banyak barang, mengejar kemewahan, dan mengumpulkan kekayaan. Orang percaya mungkin terjebak dalam perlombaan tanpa akhir ini, merasa tidak cukup dengan apa yang dimiliki dan terus-menerus mencari kepuasan di luar Kristus.
- Pencarian Validasi dan Pengakuan: Media sosial dan budaya modern seringkali mendorong individu untuk mencari validasi dari orang lain melalui jumlah "likes," pengikut, atau pujian. Ini bisa mengarahkan pada kecemasan, harga diri yang rapuh, dan fokus pada citra luar daripada karakter batin.
- Moralitas Relatif: Dunia seringkali menolak standar moral absolut, mengajarkan bahwa kebenaran itu relatif dan ditentukan oleh preferensi individu. Ini dapat menggoyahkan komitmen orang percaya terhadap standar etika Alkitabiah, membenarkan kompromi moral demi penerimaan sosial atau kenyamanan pribadi.
- Pengejaran Kesenangan Instan: Masyarakat modern didominasi oleh budaya yang menuntut kepuasan segera. Kesabaran, disiplin diri, dan menunda kepuasan seringkali dianggap sebagai hal yang kuno. Ini bertentangan dengan panggilan Kristen untuk memikul salib, berkorban, dan menunggu janji-janji Tuhan.
- Pola Pikir Negatif dan Kepahitan: Dunia seringkali merespons kesulitan dengan kemarahan, kepahitan, kebencian, atau keputusasaan. Orang percaya dapat dengan mudah mengadopsi pola pikir ini, lupa akan janji-janji Allah, kekuatan Roh Kudus, dan panggilan untuk mengampuni.
- Individualisme Ekstrem: Meskipun penting untuk memiliki identitas pribadi dalam Kristus, dunia seringkali mendorong individualisme yang mengarah pada isolasi dan kurangnya kepedulian terhadap orang lain. Hal ini bertentangan dengan panggilan Alkitab untuk hidup dalam komunitas, melayani sesama, dan mengasihi seperti Kristus.
Ancaman dari penyerupaan ini bukan hanya hilangnya kesaksian, tetapi juga kerusakan rohani pribadi. Ketika kita menjadi serupa dengan dunia, kita kehilangan kepekaan rohani, suara hati kita menjadi tumpul, dan kemampuan kita untuk membedakan kehendak Allah akan terganggu. Kita akan semakin sulit mendengar tuntunan Roh Kudus dan semakin mudah terseret oleh arus dunia.
Panggilan untuk Menjadi Berbeda
Sebaliknya, perintah untuk "jangan menjadi serupa dengan dunia ini" adalah panggilan untuk menjadi radikal—untuk menonjol, untuk menjadi "garam dan terang dunia" (Matius 5:13-16). Ini bukan berarti menarik diri sepenuhnya dari masyarakat, hidup dalam isolasi, atau menjadi aneh. Sebaliknya, itu berarti hidup *di* dunia tetapi tidak *dari* dunia. Ini berarti memegang teguh nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah-tengah nilai-nilai duniawi yang bertentangan.
Panggilan ini menuntut keberanian untuk menentang arus, untuk berpikir secara berbeda, dan untuk hidup dengan standar yang lebih tinggi. Ini membutuhkan komitmen untuk menjadi agen perubahan, bukan sekadar objek yang dibentuk oleh lingkungan. Pertanyaan yang harus kita tanyakan pada diri sendiri adalah: Apakah hidup saya mencerminkan nilai-nilai Kerajaan Allah ataukah ia didikte oleh nilai-nilai dunia ini? Apakah saya hidup untuk memuliakan Allah atau untuk menyenangkan manusia dan memuaskan diri sendiri?
Memutuskan untuk tidak serupa dengan dunia adalah langkah pertama yang krusial. Ini adalah pernyataan bahwa ada sesuatu yang lebih besar, lebih mulia, dan lebih abadi daripada tawaran sementara yang diberikan dunia. Namun, menolak saja tidak cukup; harus ada sesuatu yang menggantikan pola pikir lama. Di sinilah bagian kedua dari ayat ini menjadi vital.
2. "Tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu"
Hakikat Transformasi (Metamorfosis)
Jika frasa pertama adalah larangan, frasa kedua adalah perintah positif yang revolusioner: "tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu." Kata "berubahlah" dalam bahasa Yunani adalah *metamorphoo*, dari mana kita mendapatkan kata "metamorfosis" dalam bahasa Inggris. Ini adalah perubahan yang sangat mendalam, bukan sekadar perubahan penampilan luar atau perilaku permukaan. Ini adalah perubahan esensi, seperti ulat yang berubah menjadi kupu-kupu.
Transformasi ini tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi merupakan proses yang berkelanjutan sepanjang hidup orang percaya. Ini bukan hasil dari upaya manusia semata, tetapi adalah pekerjaan Roh Kudus dalam diri kita, yang bekerja sama dengan kehendak dan ketaatan kita. Seperti yang dikatakan dalam 2 Korintus 3:18, "Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datang dari Tuhan, yaitu Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambaran-Nya dalam kemuliaan yang semakin besar."
Fokus pada "Pembaharuan Budi"
Transformasi ini secara khusus berpusat pada "pembaharuan budi" (*nous* dalam bahasa Yunani). Budi atau pikiran adalah pusat dari kepribadian kita—tempat kita berpikir, bernalar, mengambil keputusan, memahami, dan membentuk pandangan dunia kita. Jika dunia membentuk kita melalui nilai-nilainya, maka pembaharuan budi adalah proses di mana Roh Kudus dan Firman Allah membentuk ulang cara kita berpikir, mengubah pola pikir, sikap, dan perspektif kita.
Mengapa budi menjadi fokus utama? Karena tindakan dan perilaku kita adalah cerminan dari apa yang ada di dalam hati dan pikiran kita (Matius 12:34-35; Amsal 4:23). Jika budi kita tetap duniawi, meskipun kita mencoba bertindak Kristen, pada akhirnya kita akan kembali pada pola lama. Pembaharuan budi berarti:
- Mengganti Kebohongan dengan Kebenaran: Mengidentifikasi pandangan duniawi yang salah dan menggantinya dengan kebenaran Firman Tuhan.
- Mengubah Prioritas: Menggeser fokus dari kesenangan diri, kekayaan, dan pujian manusia kepada kemuliaan Allah dan kerajaan-Nya.
- Mengembangkan Perspektif Ilahi: Melihat hidup, masalah, dan orang lain melalui kacamata Allah, bukan melalui lensa duniawi.
- Membentuk Sikap Baru: Mengganti kekhawatiran dengan iman, kepahitan dengan pengampunan, kesombongan dengan kerendahan hati, dan egoisme dengan kasih.
Bagaimana Pembaharuan Budi Terjadi?
Pembaharuan budi bukanlah proses pasif; ia membutuhkan partisipasi aktif kita. Ada beberapa cara kunci di mana pembaharuan ini terjadi:
- Melalui Firman Allah: Alkitab adalah alat utama Roh Kudus untuk memperbaharui budi kita. Dengan membaca, mempelajari, merenungkan, dan menghafal Firman Tuhan, kita membiarkan kebenaran-Nya meresap ke dalam pikiran kita, menantang asumsi kita, dan membentuk cara pandang kita. Mazmur 119:105 mengatakan, "Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku." Firman menyingkapkan kegelapan dan menunjukkan jalan kebenaran.
- Melalui Doa: Doa adalah komunikasi dua arah dengan Allah. Dalam doa, kita tidak hanya menyatakan kebutuhan dan keinginan kita, tetapi juga mencari hikmat, pengertian, dan tuntunan-Nya. Doa membuka hati kita untuk pekerjaan Roh Kudus dan membantu kita menyerahkan pikiran dan kekhawatiran kita kepada Allah. Filipus 4:6-7 menjanjikan, "Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus."
- Melalui Roh Kudus: Roh Kudus adalah agen transformasi ilahi. Dialah yang menginsafkan kita akan dosa, memimpin kita kepada kebenaran, dan memberikan kekuatan untuk berubah. Paulus menulis dalam Titus 3:5, "Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus." Ketergantungan pada Roh Kudus adalah mutlak.
- Melalui Komunitas Kristen: Hidup dalam persekutuan dengan orang percaya lainnya sangat penting. Melalui pengajaran yang sehat, dorongan, teguran, dan teladan dari sesama anggota tubuh Kristus, kita diteguhkan dan ditantang untuk bertumbuh. Kolose 3:16 menasihati kita, "Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain..."
- Melalui Disiplin Diri: Pembaharuan budi juga membutuhkan upaya yang disengaja dari pihak kita. Ini berarti "menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus" (2 Korintus 10:5). Ini berarti secara aktif menolak pikiran-pikiran yang tidak sesuai dengan kebenaran Allah dan menggantinya dengan pikiran yang benar, mulia, adil, suci, manis, sedap didengar, kebajikan, dan patut dipuji (Filipus 4:8). Ini adalah pertempuran spiritual di medan perang pikiran.
Proses pembaharuan budi ini adalah inti dari perjalanan menjadi serupa dengan Kristus. Tanpa perubahan di tingkat pikiran dan hati, perubahan perilaku akan bersifat dangkal dan sementara. Dengan budi yang diperbaharui, kita tidak lagi sekadar meniru perilaku Kristen; kita *menjadi* orang yang berpikir dan bertindak secara Kristen karena identitas kita telah diubah dari dalam.
3. "Sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah"
Tujuan Akhir dari Pembaharuan Budi
Frasa ketiga dalam Roma 12:2 mengungkapkan tujuan mulia dari proses transformasi: "sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah." Ini adalah buah dari tidak menjadi serupa dengan dunia dan dari pembaharuan budi. Tanpa transformasi ini, pikiran kita akan tetap kabur, disesatkan oleh suara-suara dunia, dan tidak mampu memahami apa yang sebenarnya diinginkan Allah dari kita.
Membedakan kehendak Allah bukanlah tentang menemukan daftar perintah yang spesifik untuk setiap detail hidup kita—seperti pekerjaan apa yang harus diambil, siapa yang harus dinikahi, atau di mana harus tinggal (meskipun terkadang Allah memang memberikan tuntunan spesifik). Lebih fundamental dari itu, membedakan kehendak Allah adalah tentang memahami prinsip-prinsip-Nya, nilai-nilai-Nya, dan sifat-Nya, sehingga kita dapat membuat pilihan yang sesuai dengan karakter-Nya dalam setiap situasi.
Apa Itu "Kehendak Allah"?
Ada dua dimensi utama dari kehendak Allah yang perlu kita pahami:
- Kehendak Allah yang Preskriptif (Perintah yang Jelas): Ini adalah kehendak Allah yang secara eksplisit dinyatakan dalam Alkitab. Contohnya adalah untuk mengasihi Tuhan dan sesama, untuk tidak berzinah, untuk jujur, untuk melayani, dan untuk memberitakan Injil. Dalam hal-hal ini, kita tidak perlu mencari "tanda" atau "perasaan"; kita hanya perlu membaca Firman dan menaatinya. Kehendak inilah yang merupakan fondasi dari semua keputusan kita.
- Kehendak Allah yang Presedentif (Petunjuk untuk Kehidupan): Ini adalah kehendak Allah yang berkaitan dengan keputusan spesifik dalam hidup kita yang tidak secara langsung dibahas dalam Alkitab (misalnya, pilihan karir, tempat tinggal, dll.). Dalam area ini, kita harus bergantung pada hikmat Roh Kudus, prinsip-prinsip Alkitab, doa, nasihat bijak, dan terkadang, keadaan yang diatur Allah.
Roma 12:2 terutama berbicara tentang mengembangkan kepekaan spiritual dan kebijaksanaan moral yang memungkinkan kita untuk mengenali dan memilih kehendak Allah dalam kedua dimensi ini. Budi yang diperbaharui adalah budi yang selaras dengan pikiran Kristus, sehingga keputusan kita secara intuitif cenderung pada apa yang benar dan ilahi.
Proses Membedakan Kehendak Allah
Bagaimana kita bisa meningkatkan kemampuan kita untuk membedakan kehendak Allah?
- Penghayatan Firman: Semakin kita mengenal karakter dan kehendak Allah melalui Firman-Nya, semakin mudah kita akan mengenali suara-Nya di tengah hiruk pikuk suara dunia. Firman Allah adalah filter kita.
- Kehidupan Doa yang Konsisten: Doa membangun hubungan yang intim dengan Tuhan, yang merupakan kunci untuk mendengar dan memahami-Nya. Dalam doa, kita dapat mengajukan pertanyaan, mencari arahan, dan menenangkan hati untuk menerima tuntunan-Nya.
- Ketergantungan pada Roh Kudus: Roh Kudus adalah Penolong kita, yang memimpin kita kepada segala kebenaran (Yohanes 16:13). Kita harus senantiasa bersandar pada pimpinan-Nya, meminta-Nya untuk mencerahkan budi kita dan memberikan hikmat.
- Nasihat Bijak: Allah seringkali menggunakan orang lain, terutama pemimpin rohani dan orang percaya yang dewasa dalam iman, untuk memberikan perspektif dan nasihat yang dapat membantu kita membedakan kehendak-Nya.
- Ketaatan: Ketaatan pada apa yang telah kita ketahui sebagai kehendak Allah adalah prasyarat untuk menerima tuntunan lebih lanjut. Yesus berkata, "Barangsiapa mau melakukan kehendak-Nya, ia akan tahu entah ajaran-Ku ini berasal dari Allah, entah Aku berkata-kata dari diri-Ku sendiri" (Yohanes 7:17).
- Merenungkan Hati dan Motif: Memeriksa motif kita—apakah kita mencari keuntungan pribadi, kenyamanan, atau kemuliaan Allah—adalah krusial. Kehendak Allah selalu murni dan tidak egois.
Proses membedakan kehendak Allah bukanlah pencarian formula ajaib atau tanda-tanda supranatural yang terus-menerus. Sebaliknya, ini adalah hasil alami dari kedewasaan rohani yang datang dari pembaharuan budi. Ketika hati dan pikiran kita selaras dengan hati dan pikiran Allah, kita akan secara lebih efektif dapat memahami jalan-jalan-Nya dan berjalan di dalamnya.
4. "Apa yang baik, yang berkenan kepada-Nya dan yang sempurna"
Ayat Roma 12:2 tidak berhenti hanya pada "kehendak Allah," melainkan menambahkan tiga kata sifat yang menjelaskan karakteristik dari kehendak-Nya: "baik, yang berkenan kepada-Nya dan yang sempurna." Tiga kata ini memberikan pemahaman yang lebih kaya tentang hakikat kehendak Allah dan mengapa penting bagi kita untuk mengejarnya dengan sepenuh hati.
a. "Yang Baik" (*agathos*)
Kata "baik" dalam bahasa Yunani adalah *agathos*, yang berarti secara inheren baik, bermanfaat, dan memiliki kualitas moral yang tinggi. Kehendak Allah selalu mengarah pada apa yang benar-benar baik—baik bagi kita, baik bagi orang lain, dan baik dalam pandangan-Nya yang kudus. Ini seringkali kontras dengan apa yang dunia anggap "baik," seperti kesenangan sementara, kekayaan yang diperoleh dengan cara tidak jujur, atau kekuasaan yang menindas.
Ketika kita hidup dalam kehendak Allah, kita akan menemukan bahwa jalan-Nya—meskipun kadang sulit—selalu mengarah pada kebaikan sejati. Misalnya:
- Baik untuk Karakter Kita: Kehendak Allah membentuk kita menjadi pribadi yang lebih sabar, penuh kasih, rendah hati, dan berintegritas. Ini adalah kebaikan karakter yang tak ternilai harganya.
- Baik untuk Hubungan Kita: Ketika kita mengasihi sesama, mengampuni, dan melayani, hubungan kita akan diperkaya dan menjadi saluran berkat bagi orang lain.
- Baik untuk Dunia: Orang percaya yang hidup dalam kehendak Allah membawa terang dan harapan ke dalam dunia yang gelap, menjadi agen keadilan, kasih, dan perdamaian.
- Baik di Mata Allah: Paling penting, kehendak Allah itu baik karena itu mencerminkan sifat-Nya sendiri. Ia adalah Allah yang baik, dan segala yang berasal dari-Nya adalah baik.
Mengikuti kehendak Allah yang baik mungkin berarti melepaskan beberapa hal yang tampak "baik" di mata dunia (misalnya, karir yang menguntungkan tetapi mengorbankan waktu keluarga, atau kesenangan yang merusak moral). Namun, pada akhirnya, apa yang Allah anggap baik akan selalu menghasilkan buah yang lebih tahan lama dan memuaskan.
b. "Yang Berkenan kepada-Nya" (*euarestos*)
Kata "berkenan" (*euarestos*) berarti menyenangkan, patut diterima, atau disetujui oleh Allah. Ini bukan hanya tentang melakukan hal yang benar secara moral, tetapi melakukan hal yang benar dengan sikap hati yang benar, yang membawa sukacita bagi Allah. Ini adalah kehendak yang memuliakan Dia.
Hidup yang berkenan kepada Allah adalah ekspresi dari ibadah yang sejati (Roma 12:1). Ketika kita hidup dalam kehendak-Nya, kita menunjukkan bahwa kita mencintai-Nya, menghormati-Nya, dan memprioritaskan-Nya di atas segalanya. Ini adalah kehidupan yang mempersembahkan diri kepada-Nya sebagai kurban yang hidup.
Beberapa aspek dari kehidupan yang berkenan kepada Allah meliputi:
- Ketaatan yang Tulus: Melakukan perintah-Nya bukan karena paksaan atau kewajiban, tetapi karena kasih dan kerinduan untuk menyenangkan hati-Nya.
- Iman yang Bertumbuh: Hidup yang berkenan kepada Allah didasarkan pada iman. Ibrani 11:6 mengatakan, "Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah."
- Hati yang Penuh Syukur: Mengakui kemurahan dan kebaikan-Nya dalam segala hal, bahkan di tengah kesulitan.
- Pelayanan yang Tulus: Melayani orang lain dengan kasih dan tanpa pamrih, sebagai persembahan kepada Tuhan.
- Penyembahan yang Jujur: Menyembah Allah dalam roh dan kebenaran, dengan hati yang murni.
Membedakan kehendak yang "berkenan kepada-Nya" berarti mengembangkan kepekaan terhadap apa yang benar-benar memuliakan Allah, bukan apa yang hanya tampak saleh di mata manusia. Ini adalah tentang memiliki hati yang berfokus pada pujian dan kehormatan Tuhan.
c. "Yang Sempurna" (*teleios*)
Kata "sempurna" dalam bahasa Yunani adalah *teleios*, yang berarti lengkap, matang, tanpa kekurangan, atau mencapai tujuan akhirnya. Kehendak Allah tidak hanya baik dan menyenangkan, tetapi juga sempurna—ia membawa kita kepada kedewasaan rohani dan pemenuhan tujuan ilahi bagi hidup kita.
Hidup dalam kehendak Allah adalah jalan menuju kesempurnaan Kristus. Ini adalah proses di mana kita menjadi semakin serupa dengan Anak-Nya (Roma 8:29). Itu bukan berarti kita akan mencapai kesempurnaan tanpa dosa di bumi ini, tetapi kita akan terus bertumbuh menuju kedewasaan dan kelengkapan di dalam Kristus.
Kehendak Allah yang sempurna akan:
- Membentuk Kedewasaan Rohani: Mengatasi kekanak-kanakan rohani dan bertumbuh dalam pengertian, hikmat, dan karakter Kristen.
- Memenuhi Panggilan Hidup: Memimpin kita kepada tujuan unik yang Allah telah tetapkan bagi kita, yang akan membawa kepuasan dan dampak abadi.
- Menyempurnakan Iman: Menguatkan iman kita melalui ujian dan pengalaman, sehingga kita menjadi lebih teguh dan yakin dalam Tuhan.
- Membawa Damai Sejahtera: Meskipun mungkin ada tantangan, hidup dalam kehendak Allah membawa kedamaian dan kepastian batin yang melampaui pemahaman manusia.
Kehendak Allah yang "sempurna" berarti bahwa tidak ada jalan lain yang lebih baik atau lebih memuaskan daripada jalan yang Allah tetapkan bagi kita. Ini adalah jalan yang mengarah pada kepenuhan hidup di dalam Kristus, bahkan di tengah-tengah dunia yang tidak sempurna. Memahami bahwa kehendak Allah itu baik, berkenan, dan sempurna seharusnya mendorong kita untuk dengan penuh semangat mengejarnya.
Aplikasi Praktis Roma 12:2 di Zaman Modern
Pesan Roma 12:2, yang ditulis hampir dua milenium yang lalu, tetap relevan dan bahkan semakin mendesak di abad ke-21. Dunia kita sekarang, dengan segala kemajuan teknologi dan kompleksitas sosialnya, menawarkan godaan penyerupaan yang tak terhitung jumlahnya. Pembaharuan budi dan kemampuan membedakan kehendak Allah menjadi lebih krusial dari sebelumnya.
1. Di Era Digital dan Media Sosial
Internet dan media sosial telah mengubah cara kita berinteraksi dan mengonsumsi informasi. Namun, mereka juga menjadi medan pertempuran besar bagi Roma 12:2:
- Jangan Serupa dengan Dunia: Tekanan untuk mengikuti tren viral, mengejar "likes" dan pengikut, membandingkan diri dengan standar kecantikan atau kesuksesan yang tidak realistis, dan menyebarkan gosip atau informasi yang tidak benar—semua ini adalah bentuk penyerupaan dengan dunia digital. Kita dipanggil untuk menjadi pribadi yang otentik, membagikan kebenaran, membangun orang lain, dan menggunakan platform kita untuk kemuliaan Allah, bukan untuk ego.
- Pembaharuan Budi: Budi kita dibanjiri oleh informasi dari segala arah. Pembaharuan budi di sini berarti menjadi kritis terhadap konten yang kita konsumsi, menyaring berita palsu, dan mengisi pikiran kita dengan kebenaran yang membangun. Ini juga berarti mempraktikkan disiplin digital—menetapkan batas waktu, menghindari perbandingan yang merugikan, dan fokus pada interaksi yang bermakna daripada konsumsi pasif.
- Membedakan Kehendak Allah: Di tengah kebisingan digital, kita harus bertanya: Apakah konten yang saya bagikan atau konsumsi mencerminkan kehendak Allah yang baik, berkenan, dan sempurna? Apakah interaksi saya di dunia maya membangun kerajaan-Nya ataukah hanya mencari kepuasan diri?
2. Konsumerisme dan Materialisme
Dunia modern didorong oleh konsumerisme, di mana nilai diri seringkali diukur dari apa yang kita miliki atau beli. Iklan tanpa henti menciptakan keinginan akan hal-hal baru dan lebih baik.
- Jangan Serupa dengan Dunia: Menolak mentalitas "lebih banyak lebih baik" dan menemukan kepuasan dalam Kristus daripada dalam harta benda. Ini berarti hidup dengan kesederhanaan, bersyukur atas apa yang ada, dan menggunakan sumber daya kita untuk melayani Allah dan sesama, bukan untuk menimbun.
- Pembaharuan Budi: Mengubah cara pandang kita terhadap uang dan harta benda. Memahami bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan bahwa kita adalah penatalayan-Nya. Melatih diri untuk murah hati, bukan pelit.
- Membedakan Kehendak Allah: Kehendak Allah adalah agar kita menjadi penatalayan yang bijak, mengasihi sesama melalui sumber daya kita, dan tidak membiarkan harta benda menjadi berhala dalam hidup kita.
3. Karir dan Ambisi
Masyarakat seringkali mengagungkan kesuksesan karir dan ambisi pribadi di atas segalanya. Tekanan untuk mencapai puncak, mengalahkan pesaing, dan mencari keuntungan seringkali mengabaikan etika dan kemanusiaan.
- Jangan Serupa dengan Dunia: Menolak untuk berkompromi pada etika kerja, memperlakukan rekan kerja dengan tidak hormat, atau memprioritaskan kesuksesan finansial di atas integritas. Ini juga berarti menolak definisi dunia tentang "sukses" jika itu bertentangan dengan nilai-nilai Kerajaan Allah.
- Pembaharuan Budi: Melihat pekerjaan sebagai panggilan, bukan hanya sebagai sarana untuk mendapatkan uang atau status. Budi yang diperbaharui akan mencari cara untuk melayani, berinovasi secara etis, dan memberikan yang terbaik sebagai persembahan kepada Tuhan dalam setiap aspek pekerjaan.
- Membedakan Kehendak Allah: Kehendak Allah adalah agar kita bekerja dengan rajin, jujur, melayani dengan integritas, dan menggunakan talenta kita untuk memuliakan Dia, di mana pun kita ditempatkan.
4. Hubungan dan Etika Sosial
Di dunia yang seringkali terfragmentasi dan egois, Roma 12:2 menantang kita untuk membangun hubungan yang didasarkan pada kasih dan pengampunan.
- Jangan Serupa dengan Dunia: Menolak budaya dendam, gosip, kritik yang merusak, atau hidup untuk diri sendiri. Dunia mungkin mengajarkan untuk membalas dendam atau mengabaikan orang yang tidak menyenangkan, tetapi kita dipanggil untuk mengasihi musuh dan mengampuni.
- Pembaharuan Budi: Memperbaharui pikiran kita untuk melihat orang lain sebagaimana Allah melihat mereka—sebagai individu yang diciptakan menurut gambar-Nya. Ini melibatkan belajar empati, kesabaran, dan kasih tanpa syarat.
- Membedakan Kehendak Allah: Kehendak Allah adalah agar kita mengasihi, melayani, membangun, dan hidup dalam damai dengan semua orang semampu kita, bahkan ketika itu sulit.
5. Dalam Menghadapi Tekanan dan Krisis
Setiap orang akan menghadapi tekanan, kesulitan, dan krisis dalam hidup. Bagaimana kita meresponsnya adalah indikator apakah kita serupa dengan dunia atau telah diperbaharui oleh kehendak Allah.
- Jangan Serupa dengan Dunia: Menolak untuk panik, putus asa, mengeluh tanpa henti, atau mencari jalan keluar yang tidak etis ketika menghadapi kesulitan. Dunia mungkin mengajar untuk menyerah atau menyalahkan orang lain.
- Pembaharuan Budi: Memperbaharui budi kita untuk mempercayai kedaulatan Allah, bahkan di tengah ketidakpastian. Ini berarti melihat tantangan sebagai kesempatan untuk bertumbuh, mengandalkan kekuatan Tuhan, dan mencari hikmat-Nya dalam setiap keputusan.
- Membedakan Kehendak Allah: Kehendak Allah adalah agar kita menghadapi krisis dengan iman, integritas, dan ketenangan, menunjukkan kepada dunia bahwa harapan kita tidak bergantung pada keadaan, melainkan pada Allah yang setia.
Aplikasi Roma 12:2 dalam kehidupan sehari-hari bukan hanya tentang melakukan hal-hal "Kristen," tetapi tentang menjadi "Kristen" dari dalam ke luar. Ini adalah panggilan untuk hidup yang radikal, yang secara terang-terangan berbeda dari dunia di sekeliling kita, tetapi yang pada saat yang sama menunjukkan keindahan, kebaikan, dan kebenaran Allah kepada semua orang.
Tantangan dan Penghiburan dalam Proses Transformasi
Melaksanakan panggilan Roma 12:2 bukanlah perjalanan yang mudah. Ada tantangan yang signifikan, tetapi juga penghiburan dan kekuatan yang besar bagi mereka yang berkomitmen untuk itu.
Tantangan
- Tekanan Konformitas yang Konstan: Dunia tidak pernah berhenti mencoba membentuk kita. Godaan untuk menyerah pada tren, nilai, atau tekanan sosial sangat kuat, dan seringkali datang dari orang-orang terdekat kita.
- Proses yang Berkelanjutan: Pembaharuan budi bukanlah acara satu kali, melainkan proses seumur hidup. Dibutuhkan ketekunan dan kesabaran, dan kita akan sering merasa gagal atau kembali ke pola lama.
- Perlawanan Batin: Daging lama kita, sifat dosa yang masih ada, akan selalu melawan pekerjaan Roh Kudus. Ada perjuangan internal yang konstan antara keinginan daging dan keinginan Roh (Galatia 5:17).
- Kesulitan Membedakan: Terkadang, kehendak Allah tidak langsung jelas, dan kita bergumul dalam mencari arah yang benar, terutama dalam keputusan hidup yang besar.
- Kesalahpahaman dari Dunia: Ketika kita memilih untuk tidak serupa dengan dunia, kita mungkin akan dicap aneh, kuno, atau tidak relevan oleh orang lain, bahkan oleh keluarga atau teman.
Penghiburan dan Kekuatan
- Roh Kudus Adalah Penolong Kita: Kita tidak sendirian dalam perjuangan ini. Roh Kudus diam di dalam setiap orang percaya, memberikan kekuatan, hikmat, dan penghiburan. Dialah yang memungkinkan kita untuk hidup dalam kehendak Allah.
- Firman Allah Adalah Terang Kita: Alkitab adalah panduan yang tak tergoyahkan, sumber kebenaran yang terus-menerus memperbaharui budi kita dan menunjukkan jalan kehendak Allah.
- Janji Allah Akan Kesetiaan-Nya: Allah yang memulai pekerjaan baik dalam kita, Ia jugalah yang akan menyelesaikannya (Filipi 1:6). Ia setia untuk menuntun dan membentuk kita.
- Komunitas Orang Percaya: Kita adalah bagian dari Tubuh Kristus. Dalam persekutuan, kita menemukan dorongan, dukungan, akuntabilitas, dan inspirasi dari sesama yang juga bergumul dan bertumbuh.
- Buah dari Ketaatan: Meskipun sulit, hidup dalam kehendak Allah yang baik, berkenan, dan sempurna membawa damai sejahtera yang melampaui segala akal, sukacita yang sejati, dan kepuasan yang abadi.
- Tujuan Akhir yang Mulia: Puncak dari transformasi ini adalah menjadi semakin serupa dengan Kristus sendiri, yang adalah tujuan akhir dari perjalanan iman kita.
Dengan demikian, Roma 12:2 adalah panggilan untuk kehidupan yang penuh tantangan, tetapi juga penuh dengan janji-janji ilahi dan kekuatan dari Roh Kudus. Ini adalah undangan untuk menjalani hidup yang otentik, memuliakan Allah, dan menjadi saksi yang hidup di tengah dunia yang membutuhkan terang.
Kesimpulan: Hidup yang Ditransformasi dan Bermanfaat
Roma 12:2 adalah sebuah permata rohani yang meringkas esensi dari kehidupan Kristen yang otentik. Ayat ini tidak hanya menegaskan identitas kita yang baru di dalam Kristus, tetapi juga memanggil kita untuk hidup secara konsisten dengan identitas tersebut. Panggilan untuk "jangan serupa dengan dunia ini" adalah deklarasi kemerdekaan dari kuasa dan nilai-nilai yang menentang Allah, sebuah penolakan tegas terhadap kompromi yang akan meredupkan terang kita.
Kemudian, ia menawarkan jalan keluar: "tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu." Ini adalah undangan untuk proses metamorfosis batin yang radikal, yang dikerjakan oleh Roh Kudus melalui Firman Allah, doa, dan persekutuan. Ini adalah transformasi dari dalam ke luar, yang mengubah cara kita berpikir, merasakan, dan memandang dunia. Budi yang diperbaharui adalah kunci untuk menjalani kehidupan yang berbeda dan berdampak.
Dan buah dari transformasi ini adalah kemampuan untuk "membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada-Nya dan yang sempurna." Ini bukan hanya tentang mengetahui apa yang Allah inginkan, tetapi mengalami kedalaman kebijaksanaan dan pemahaman yang memungkinkan kita untuk memilih jalan-Nya dalam setiap situasi. Kehendak Allah bukanlah beban, melainkan jalan menuju kebaikan sejati, kebahagiaan yang mendalam, dan pemenuhan tujuan ilahi bagi hidup kita.
Marilah kita setiap hari dengan sengaja merangkul panggilan ini. Mari kita waspada terhadap godaan duniawi yang terus-menerus. Mari kita secara aktif mengejar pembaharuan budi kita melalui disiplin rohani dan ketergantungan pada Roh Kudus. Dengan demikian, kita tidak hanya akan hidup sesuai dengan identitas kita sebagai anak-anak Allah, tetapi juga akan menjadi terang yang efektif, membawa kemuliaan bagi nama-Nya di tengah dunia yang sangat membutuhkan kebenaran dan kasih-Nya. Hidup yang ditransformasi adalah hidup yang paling bermanfaat.