Surat Kedua Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus adalah sebuah karya teologis yang mendalam, kaya akan makna dan relevansi abadi bagi kehidupan orang percaya. Di tengah berbagai tantangan dan kritik yang dihadapinya, Paulus tidak gentar untuk membela pelayanannya dan menjelaskan inti dari Perjanjian Baru yang dia bawakan. Salah satu bagian yang paling menonjol dan sarat makna dari surat ini adalah pasal 3. Dalam pasal ini, Paulus menyajikan perbandingan yang tajam dan mencerahkan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, menyoroti kemuliaan yang jauh lebih besar dan mengubahkan yang terkandung dalam pelayanan Roh.
Renungan kita kali ini akan mengajak kita menyelami setiap ayat dari 2 Korintus 3, membuka tabir maknanya, dan menarik pelajaran rohani yang mendalam untuk kehidupan kita di masa kini. Kita akan melihat bagaimana Paulus dengan cermat menjelaskan peran Roh Kudus dalam kehidupan orang percaya, transformasi yang Dia hasilkan, dan kebebasan sejati yang ditemukan dalam hubungan yang hidup dengan Kristus. Mari kita siapkan hati dan pikiran untuk menerima kebenaran-kebenaran yang mengubah ini.
2 Korintus 3:1-3 (TB)
"Adakah kami mulai lagi memperkenalkan diri kami? Atau perlukah kami, seperti orang-orang lain, surat rekomendasi kepada kamu atau dari kamu? Kamu adalah surat Kristus, yang ditulis dengan Roh Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia. Dan dengan demikian kami mempunyai keyakinan yang demikian kepada Allah oleh Kristus."
Paulus memulai pasal ini dengan sebuah pertanyaan retoris yang kuat. Ia bertanya apakah ia perlu lagi "memperkenalkan diri" atau memerlukan "surat rekomendasi" seperti yang mungkin dilakukan oleh guru-guru atau rasul-rasul palsu. Pertanyaan ini muncul dari konteks kritik yang dihadapinya di Korintus. Beberapa orang mungkin meragukan otoritas dan keaslian kerasulannya karena ia tidak datang dengan surat-surat rekomendasi formal dari Yerusalem atau gereja-gereja terkemuka lainnya.
Pada zaman itu, surat rekomendasi adalah hal yang umum. Seseorang yang bepergian untuk melayani atau mengajar seringkali membawa surat dari komunitas atau pemimpin gereja yang menunjukkan kredibilitas dan otoritas mereka. Ini adalah praktik yang sah dan seringkali diperlukan untuk membangun kepercayaan di tempat-tempat baru. Namun, Paulus ingin menegaskan bahwa otoritasnya bukan berasal dari persetujuan manusiawi atau dokumen fisik. Otoritasnya berasal dari sumber yang jauh lebih tinggi dan lebih terbukti.
Penolakan Paulus terhadap kebutuhan akan surat rekomendasi manusia bukanlah sebuah bentuk kesombongan atau penolakan terhadap struktur gerejawi. Sebaliknya, itu adalah penekanan pada sifat unik dari pelayanannya dan bukti nyata dari karyanya. Ia tidak memerlukan tulisan tangan di atas perkamen, karena bukti pelayanannya hidup dan bernafas di antara mereka sendiri.
Pernyataan kunci Paulus ada pada ayat 2: "Kamu adalah surat Kristus, yang ditulis dengan Roh Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia." Ini adalah metafora yang luar biasa indah dan mendalam. Jemaat Korintus itu sendiri adalah bukti yang paling kuat dan tidak terbantahkan dari kerasulan Paulus. Hidup mereka yang telah diubahkan, iman mereka, dan pertumbuhan rohani mereka adalah "surat" yang ditulis oleh Kristus, melalui pelayanan Paulus.
Mari kita selami lebih jauh konsep "surat Kristus" ini. Surat ini tidak ditulis dengan tinta biasa atau di atas perkamen yang mudah lapuk. Ini adalah surat yang ditulis oleh Roh Allah yang hidup. Ini menunjukkan bahwa transformasi yang terjadi dalam hidup orang-orang Korintus bukanlah hasil dari persuasi manusiawi semata atau kehebatan retorika Paulus, melainkan karya ilahi dari Roh Kudus. Roh Kuduslah yang mengubah hati yang keras menjadi hati yang lembut, yang membuka mata yang buta, dan yang menanamkan iman di dalam mereka.
Perbandingan "loh-loh batu" dengan "loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia" sangatlah signifikan. "Loh-loh batu" secara langsung merujuk pada Sepuluh Perintah Allah yang diberikan kepada Musa di Gunung Sinai. Hukum Taurat ditulis pada loh-loh batu, menunjukkan kekekalan dan otoritasnya, tetapi juga ketidakmampuannya untuk mengubah hati manusia dari dalam. Hukum itu bersifat eksternal, menunjukkan apa yang salah, tetapi tidak memberikan kuasa untuk melakukan apa yang benar. Sebaliknya, Roh Allah menulis di "loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia." Ini adalah penggenapan nubuat Perjanjian Lama tentang Perjanjian Baru, di mana Allah akan menaruh hukum-Nya dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka (Yeremia 31:33; Yehezkiel 36:26-27). Perjanjian Baru adalah tentang transformasi internal, bukan sekadar ketaatan eksternal.
Hasil dari semua ini adalah "keyakinan yang demikian kepada Allah oleh Kristus" yang dimiliki Paulus. Keyakinan Paulus akan pelayanannya dan otoritasnya tidak bergantung pada pujian atau rekomendasi manusia, tetapi pada bukti nyata pekerjaan Allah melalui Roh Kudus dalam kehidupan jemaat Korintus. Kehidupan yang diubahkan adalah kesaksian yang paling ampuh. Ini mengingatkan kita bahwa pelayanan yang sejati tidak mencari kemuliaan diri, melainkan membiarkan Allah yang memuliakan diri-Nya melalui hidup dan pelayanan kita.
2 Korintus 3:4-6 (TB)
"Dan dengan demikian kami mempunyai keyakinan yang demikian kepada Allah oleh Kristus. Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup untuk memperhitungkan sesuatu seolah-olah dari diri kami sendiri, tetapi kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah. Ialah juga yang membuat kami sanggup menjadi pelayan-pelayan dari suatu perjanjian baru, yang tidak terdiri dari hukum yang tertulis, tetapi dari Roh, sebab hukum yang tertulis mematikan, tetapi Roh menghidupkan."
Transisi dari bagian sebelumnya sangat mulus. Keyakinan Paulus yang dalam kepada Allah bersumber dari pengertiannya bahwa semua kecukupannya berasal dari Allah. Bagian ini menyoroti sumber kekuatan dan otoritas Paulus sebagai pelayan, menegaskan bahwa ia adalah pelayan dari Perjanjian Baru yang sangat berbeda dan jauh lebih unggul.
Paulus dengan rendah hati menyatakan, "Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup untuk memperhitungkan sesuatu seolah-olah dari diri kami sendiri, tetapi kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah." Ini adalah pengakuan fundamental yang harus dimiliki oleh setiap pelayan Tuhan dan setiap orang percaya. Tidak ada yang bisa kita lakukan dengan kekuatan atau hikmat kita sendiri yang memiliki nilai kekal. Semua kapasitas, bakat, dan keberhasilan kita dalam pelayanan berasal dari Allah.
Pernyataan ini bukan berarti pasif atau tidak bertanggung jawab. Sebaliknya, ini adalah penegasan bahwa setiap usaha kita harus didasarkan pada dan didukung oleh kuasa ilahi. Ketika kita menyadari bahwa "kecukupan kami adalah pekerjaan Allah," kita tidak akan terjebak dalam kesombongan ketika berhasil, atau keputusasaan ketika menghadapi kegagalan. Kita akan selalu melihat kepada Allah sebagai sumber kekuatan, hikmat, dan anugerah.
Konsep ini sangat relevan dalam dunia yang seringkali menekankan kekuatan pribadi, keahlian, dan prestasi individu. Paulus mengingatkan kita bahwa dalam ranah rohani, hal-hal ini hanyalah alat. Kekuatan sejati datang dari penyerahan diri total kepada Allah, mengakui kelemahan kita, dan bergantung sepenuhnya pada-Nya.
Ayat 6 adalah inti dari bagian ini: "Ialah juga yang membuat kami sanggup menjadi pelayan-pelayan dari suatu perjanjian baru, yang tidak terdiri dari hukum yang tertulis, tetapi dari Roh, sebab hukum yang tertulis mematikan, tetapi Roh menghidupkan." Paulus dengan jelas membedakan antara dua jenis perjanjian dan dua jenis pelayanan.
Perjanjian Lama adalah "hukum yang tertulis," yaitu Taurat Musa. Meskipun suci, adil, dan baik, hukum ini mematikan. Mengapa? Bukan karena hukum itu sendiri jahat, tetapi karena ia mengungkapkan dosa manusia dan menghukumnya. Hukum itu menetapkan standar kesempurnaan yang tidak dapat dicapai oleh manusia yang berdosa, sehingga hasilnya adalah kutuk dan kematian bagi mereka yang gagal mematuhinya. Hukum itu tidak memberikan kuasa untuk memenuhinya, melainkan hanya menuntut. Ini adalah "pelayanan maut" yang akan dibahas lebih lanjut di bagian berikutnya.
Sebaliknya, Perjanjian Baru adalah "dari Roh." Ini adalah perjanjian di mana Roh Kudus berperan sentral. Roh Kuduslah yang menulis hukum Allah dalam hati, memberikan kuasa untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya, dan memampukan kita untuk bersekutu dengan Allah. Perjanjian ini "menghidupkan" karena ia memberikan kehidupan spiritual, membarui hati, dan membebaskan dari hukuman dosa. Roh Kudus memberikan kemampuan untuk mentaati Allah, bukan lagi dari paksaan eksternal, melainkan dari hati yang diperbarui yang mengasihi Dia.
Para pelayan Perjanjian Baru, seperti Paulus, adalah mereka yang melayani dengan kuasa dan tuntunan Roh Kudus. Mereka tidak hanya mengajarkan serangkaian aturan atau tuntutan, tetapi mereka memberitakan Injil yang mengubahkan hati melalui pekerjaan Roh. Pelayanan ini bukan tentang kemampuan oratoris atau intelektual semata, melainkan tentang kesaksian hidup dan kuasa yang datang dari dalam.
2 Korintus 3:7-11 (TB)
"Pelayanan yang memimpin kepada kematian memang mulia dalam huruf-huruf hukum yang tertulis pada loh-loh batu, sehingga mata anak-anak Israel tidak tahan menatap muka Musa oleh karena sinaran kemuliaan yang sementara itu. Jika pelayanan yang memimpin kepada kematian itu begitu mulia, betapa lebih mulia lagi pelayanan Roh! Sebab, jika pelayanan yang memimpin kepada penghukuman itu mulia, betapa lebih berlimpah-limpah lagi kemuliaan pelayanan yang memimpin kepada kebenaran. Sebab kemuliaan yang dahulu itu tidak berarti apa-apa, jika dibandingkan dengan kemuliaan yang melampauinya. Sebab jika yang lenyap itu disertai kemuliaan, betapa lebih lagi yang tinggal tetap itu disertai kemuliaan."
Bagian ini adalah puncak dari perbandingan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, dengan fokus pada "kemuliaan" yang menyertai masing-masing. Paulus tidak meremehkan Perjanjian Lama, tetapi menegaskan superioritas Perjanjian Baru secara eksplisit.
Paulus menyebut pelayanan Perjanjian Lama sebagai "pelayanan yang memimpin kepada kematian." Ini adalah istilah yang kuat, tetapi konsisten dengan pernyataan sebelumnya bahwa "hukum yang tertulis mematikan." Namun, ia juga mengakui bahwa pelayanan ini "memang mulia." Apa buktinya? Ia merujuk pada peristiwa di Gunung Sinai ketika Musa turun dengan loh-loh batu. Wajah Musa memancarkan kemuliaan Allah sedemikian rupa sehingga anak-anak Israel tidak tahan menatapnya (Keluaran 34:29-35). Kemuliaan ini adalah refleksi dari hadirat Allah yang bersemayam dalam hukum yang diberikan-Nya.
Kemuliaan ini, meskipun nyata dan menakjubkan, memiliki dua karakteristik penting:
Kemuliaan Perjanjian Lama, yang diwakili oleh hukum, menunjukkan keadilan dan kekudusan Allah, tetapi juga ketidakmampuan manusia untuk mencapainya. Ini adalah kemuliaan yang menunjukkan kebutuhan akan sesuatu yang lebih baik, sesuatu yang bisa memberikan kehidupan dan pengampunan.
Setelah mengakui kemuliaan Perjanjian Lama, Paulus beralih ke Perjanjian Baru dan mengajukan serangkaian perbandingan kontras yang intens: "Jika pelayanan yang memimpin kepada kematian itu begitu mulia, betapa lebih mulia lagi pelayanan Roh!" dan "Sebab, jika pelayanan yang memimpin kepada penghukuman itu mulia, betapa lebih berlimpah-limpah lagi kemuliaan pelayanan yang memimpin kepada kebenaran."
Paulus menegaskan bahwa kemuliaan pelayanan Roh (Perjanjian Baru) jauh melampaui kemuliaan pelayanan hukum (Perjanjian Lama) dalam beberapa aspek:
Pernyataan "kemuliaan yang dahulu itu tidak berarti apa-apa, jika dibandingkan dengan kemuliaan yang melampauinya" mungkin terdengar keras, tetapi Paulus tidak bermaksud merendahkan Taurat itu sendiri. Ia ingin menekankan bahwa Taurat memiliki tujuan mulia sebagai penuntun menuju Kristus (Galatia 3:24), tetapi ketika Kristus, sumber kemuliaan sejati, telah datang, maka kemuliaan Taurat sebagai sistem keselamatan menjadi pudar dan tidak lagi relevan. Ibarat lilin yang menerangi kegelapan, cahayanya menjadi tidak berarti ketika matahari terbit dengan segala kemuliaannya.
Kemuliaan Perjanjian Baru adalah kemuliaan Allah yang diwahyukan secara penuh dalam Yesus Kristus, dan kemuliaan ini dialami melalui Roh Kudus yang tinggal di dalam orang percaya. Ini adalah kemuliaan yang tidak memudar, tetapi semakin bertambah dan mengubahkan.
2 Korintus 3:12-16 (TB)
"Karena kami mempunyai pengharapan yang demikian, kami bertindak dengan penuh keberanian, dan tidak seperti Musa, yang menyelubungi mukanya, supaya mata anak-anak Israel jangan melihat akhir dari pada apa yang harus lenyap itu. Tetapi pikiran mereka telah menjadi tumpul, sebab sampai pada hari ini selubung yang sama masih tetap menyelubungi mereka, jika mereka membaca perjanjian lama itu. Selubung itu tidak disingkapkan, karena hanya oleh Kristuslah selubung itu ditiadakan. Bahkan sampai pada hari ini, setiap kali mereka membaca kitab Musa, ada selubung menutupi hati mereka. Tetapi apabila hati seorang berbalik kepada Tuhan, maka selubung itu diambil dari padanya."
Bagian ini membahas mengapa Israel gagal melihat kemuliaan Perjanjian Baru dan bagaimana selubung itu akhirnya dapat disingkapkan. Ini adalah metafora yang kuat tentang kebutaan rohani dan pencerahan.
Karena Paulus memahami sifat kekal dan mengubahkan dari kemuliaan Perjanjian Baru, ia melayani "dengan penuh keberanian." Ia tidak perlu menyembunyikan apa pun, tidak perlu mengaburkan tujuan atau sifat dari pelayanannya. Ia tidak seperti Musa, yang "menyelubungi mukanya, supaya mata anak-anak Israel jangan melihat akhir dari pada apa yang harus lenyap itu." Musa menutupi wajahnya, bukan hanya karena sinarnya terlalu terang, tetapi juga karena kemuliaan itu akan memudar, dan ia tidak ingin Israel melihat bagaimana kemuliaan hukum itu akan berakhir dan digantikan oleh sesuatu yang lebih baik.
Keberanian Paulus berakar pada keyakinannya akan permanensi dan superioritas Perjanjian Baru. Injil adalah kabar baik yang perlu diwartakan dengan jelas dan tanpa keraguan, karena ia membawa kehidupan dan kebenaran yang kekal. Tidak ada yang perlu disembunyikan atau dihilangkan. Sebaliknya, kebenaran Injil perlu dinyatakan secara terbuka dan terang-terangan.
Namun, masalah yang lebih dalam adalah "pikiran mereka telah menjadi tumpul." Paulus menyatakan bahwa "sampai pada hari ini selubung yang sama masih tetap menyelubungi mereka, jika mereka membaca perjanjian lama itu." Ini adalah pernyataan yang tragis. Selubung yang dulu menutupi wajah Musa kini secara metaforis menutupi hati dan pikiran bangsa Israel. Mereka membaca Kitab Musa, yaitu Perjanjian Lama, tetapi mereka tidak memahami maksud dan tujuannya yang sebenarnya.
Mengapa selubung ini masih ada? "Selubung itu tidak disingkapkan, karena hanya oleh Kristuslah selubung itu ditiadakan." Ini adalah titik krusial. Perjanjian Lama, dengan segala kemuliaannya, dimaksudkan untuk menunjuk kepada Kristus. Hukum Taurat adalah guru yang menuntun kepada Kristus. Namun, ketika seseorang menolak Kristus, mereka gagal memahami tujuan sebenarnya dari Hukum. Mereka terperangkap dalam sistem hukum yang tidak dapat menyelamatkan dan tidak dapat mengubah hati.
Selubung ini bukan hanya masalah intelektual; itu adalah masalah hati. "Setiap kali mereka membaca kitab Musa, ada selubung menutupi hati mereka." Hati yang tidak terbuka kepada Kristus akan tetap tertutup terhadap kebenaran rohani yang ada dalam Kitab Suci. Mereka mungkin menghafal Taurat, tetapi mereka tidak memahami roh di balik Taurat, yaitu kasih Allah dan rencana keselamatan-Nya melalui Mesias.
Ada kabar baik di tengah keadaan yang menyedihkan ini: "Tetapi apabila hati seorang berbalik kepada Tuhan, maka selubung itu diambil dari padanya." Ini adalah janji yang menghidupkan! Ketika seseorang "berbalik kepada Tuhan" – yang dalam konteks Perjanjian Baru berarti berbalik kepada Kristus, karena Yesus adalah Tuhan yang dibahas Paulus – maka selubung kebutaan rohani itu diangkat. Roh Kudus membuka mata dan hati, sehingga seseorang dapat melihat kebenaran Injil dengan jelas. Mereka dapat memahami bahwa Perjanjian Lama dan segala isinya telah digenapi di dalam Kristus.
Perjanjian Lama, ketika dibaca melalui lensa Kristus, tidak lagi menjadi beban hukum yang mematikan, melainkan menjadi kesaksian yang kaya tentang janji-janji Allah yang telah digenapi. Sejarah Israel, nubuatan para nabi, dan hukum Musa semuanya menunjuk kepada Yesus sebagai Mesias, Juruselamat, dan Raja. Tanpa Kristus, Taurat adalah huruf-huruf mati; dengan Kristus, Taurat menjadi saksi hidup akan rencana keselamatan Allah.
2 Korintus 3:17-18 (TB)
"Sebab Tuhan adalah Roh; dan di mana ada Roh Tuhan, di situ ada kemerdekaan. Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datang dari Tuhan, yaitu Roh, maka kita diubahkan menjadi serupa dengan gambar-Nya dalam kemuliaan yang semakin besar."
Ayat-ayat penutup pasal ini adalah klimaks dari seluruh argumen Paulus. Ini adalah janji yang indah dan ringkasan yang kuat tentang apa artinya hidup di bawah Perjanjian Baru. Ini berbicara tentang identitas Tuhan, kebebasan yang Roh berikan, dan proses transformasi yang orang percaya alami.
"Sebab Tuhan adalah Roh; dan di mana ada Roh Tuhan, di situ ada kemerdekaan." Pernyataan ini sangat mendalam. Ketika Paulus mengatakan "Tuhan adalah Roh," ia merujuk pada Roh Kudus, yang telah ia sebut sebagai penulis Perjanjian Baru (ayat 6). Ini adalah penegasan tentang keilahian Roh Kudus dan peran-Nya dalam Perjanjian Baru. Roh Kudus bukan sekadar kuasa atau pengaruh; Dia adalah pribadi dari Allah Tritunggal, yang aktif bekerja di dunia dan dalam kehidupan orang percaya.
Implikasi yang paling penting dari kehadiran Roh adalah "kemerdekaan." Kemerdekaan ini bukanlah kebebasan untuk berbuat dosa atau hidup semau sendiri. Sebaliknya, ini adalah kemerdekaan dari:
Kemerdekaan yang diberikan oleh Roh Tuhan adalah kebebasan untuk menjadi diri kita yang sejati dalam Kristus, untuk mengasihi dan melayani Allah dari hati yang tulus, dan untuk hidup dalam tujuan ilahi yang telah ditetapkan bagi kita.
"Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung." Ini adalah kontras langsung dengan Musa. Musa harus menyembunyikan kemuliaan yang memudar di wajahnya, dan Israel memiliki selubung di hati mereka. Tetapi bagi orang percaya di bawah Perjanjian Baru, selubung itu telah diangkat. Kita memiliki "muka yang tidak berselubung," yang berarti kita dapat melihat dan menerima kemuliaan Tuhan dengan jelas, tanpa penghalang.
Lebih dari itu, kita tidak hanya *melihat* kemuliaan Tuhan, tetapi kita juga *mencerminkan* kemuliaan itu. Kata Yunani yang digunakan di sini (κατοπτριζόμενοι - katoptrizomenoi) bisa berarti "melihat dalam cermin" atau "mencerminkan." Kedua makna ini relevan. Pertama, kita memandang kemuliaan Tuhan yang diwahyukan dalam Kristus, seolah-olah dalam cermin Injil. Kemudian, sebagai hasilnya, kita sendiri menjadi cermin yang memantulkan kemuliaan itu kepada dunia.
Kemuliaan yang kita cerminkan bukanlah kemuliaan kita sendiri, melainkan kemuliaan Tuhan. Ini adalah kemuliaan Kristus yang hidup di dalam kita melalui Roh-Nya. Sama seperti bulan yang memantulkan cahaya matahari, kita memantulkan cahaya Kristus. Ini adalah panggilan yang agung dan menantang bagi setiap orang percaya: untuk hidup sedemikian rupa sehingga dunia dapat melihat kemuliaan Allah melalui kita.
Pernyataan terakhir pasal ini adalah salah satu yang paling menghibur dan menginspirasi: "Dan karena kemuliaan itu datang dari Tuhan, yaitu Roh, maka kita diubahkan menjadi serupa dengan gambar-Nya dalam kemuliaan yang semakin besar." Ini menjelaskan proses yang luar biasa dari penyucian dan pengudusan dalam kehidupan orang percaya.
Proses transformasi ini adalah inti dari pengalaman Kristen di bawah Perjanjian Baru. Ini adalah janji bahwa tidak peduli seberapa jauh kita jatuh atau seberapa banyak kelemahan yang kita miliki, Roh Kudus sedang bekerja untuk membentuk kita menjadi seperti Kristus. Ini adalah sumber pengharapan yang tak tergoyahkan dan dorongan untuk terus maju dalam iman.
Setelah menjelajahi kedalaman 2 Korintus 3, marilah kita merenungkan beberapa implikasi praktis dan penerapan untuk kehidupan kita sebagai orang percaya di abad ini.
Pasal ini berulang kali menekankan perbedaan antara hukum yang tertulis pada loh-loh batu dan hukum yang ditulis pada loh-loh daging, yaitu hati manusia. Ini mengingatkan kita bahwa kekristenan sejati bukanlah tentang ketaatan eksternal terhadap serangkaian aturan, melainkan tentang transformasi internal yang dimulai dari hati. Apakah hati kita telah diubahkan oleh Roh Allah? Apakah motivasi kita dalam melayani dan mengikuti Tuhan berasal dari kasih yang tulus, atau dari kewajiban dan ketakutan semata?
Seringkali, kita cenderung kembali kepada pola pikir Perjanjian Lama, berusaha meraih kebenaran atau penerimaan Allah melalui usaha dan perbuatan kita sendiri. Paulus menegaskan bahwa cara ini "mematikan." Kita dipanggil untuk hidup oleh Roh, membiarkan-Nya menuliskan kehendak Allah dalam hati kita, sehingga ketaatan kita mengalir secara alami dari hati yang telah diperbarui.
Pernyataan "di mana ada Roh Tuhan, di situ ada kemerdekaan" adalah permata yang tak ternilai. Ini berarti kita dibebaskan dari perbudakan dosa, dari ketakutan akan penghakiman, dan dari kebutuhan untuk membuktikan diri kita di hadapan Allah atau manusia. Kebebasan ini bukan lisensi untuk berbuat dosa, tetapi kebebasan untuk hidup dalam kekudusan dan kebenaran yang Allah inginkan bagi kita. Apakah kita sungguh-sungguh mengalami kebebasan ini dalam hidup sehari-hari? Atau apakah kita masih terbebani oleh rasa bersalah, malu, atau tuntutan yang tidak realistis?
Kebebasan ini harus tercermin dalam keberanian kita untuk melayani dan menyaksikan. Sama seperti Paulus yang melayani dengan "keberanian penuh," kita juga harus berani memberitakan Injil dan hidup menurut kebenaran Kristus tanpa rasa takut atau malu. Kebebasan dari kekhawatiran tentang apa yang orang lain pikirkan tentang kita memungkinkan kita untuk sepenuhnya fokus pada melayani Tuhan dan mencerminkan kemuliaan-Nya.
Kita "diubahkan menjadi serupa dengan gambar-Nya dalam kemuliaan yang semakin besar." Ini adalah proses, bukan peristiwa tunggal. Pertumbuhan rohani adalah perjalanan seumur hidup. Penting untuk diingat bahwa tidak ada seorang pun yang sempurna, dan kita semua masih dalam proses pembentukan. Ini seharusnya memberikan kita penghiburan sekaligus tantangan.
Penghiburan, karena kita tahu Allah sedang bekerja dalam diri kita, dan Dia tidak akan meninggalkan pekerjaan-Nya belum selesai. Tantangan, karena kita harus secara aktif berpartisipasi dalam proses ini dengan menyerahkan diri kepada Roh Kudus setiap hari. Ini berarti menghabiskan waktu dalam Firman Tuhan, dalam doa, dalam persekutuan dengan sesama orang percaya, dan dalam ketaatan kepada pimpinan Roh. Apakah kita secara sadar melibatkan diri dalam proses transformasi ini, ataukah kita stagnan dalam pertumbuhan rohani kita?
Kemuliaan yang semakin besar menunjukkan bahwa selalu ada lebih banyak lagi yang harus dipelajari tentang Kristus, lebih banyak lagi karakter-Nya untuk ditiru, dan lebih banyak lagi kuasa Roh untuk dialami. Ini adalah undangan untuk terus-menerus mencari Tuhan dan membiarkan Dia terus mengubah kita.
Seluruh pasal ini menegaskan peran krusial Roh Kudus dalam Perjanjian Baru. Dialah yang menulis hukum di hati kita, Dialah yang menghidupkan, Dialah yang mengangkat selubung dari hati, Dialah yang adalah Tuhan yang membawa kemerdekaan, dan Dialah yang mengubahkan kita dalam kemuliaan yang semakin besar. Tanpa Roh Kudus, semua yang Paulus bicarakan tidak mungkin terjadi.
Ini memanggil kita untuk lebih bergantung pada Roh Kudus dalam segala hal. Apakah kita mengizinkan Roh Kudus untuk membimbing, menguatkan, dan mengubahkan kita? Apakah kita berdoa agar Dia memenuhi kita dan memimpin setiap langkah kita? Apakah kita peka terhadap suara-Nya dan taat pada dorongan-Nya?
Selubung itu terangkat "hanya oleh Kristuslah selubung itu ditiadakan." Kemuliaan yang kita cerminkan adalah "kemuliaan Tuhan" yaitu Kristus. Transformasi kita adalah menjadi "serupa dengan gambar-Nya." Semua kebenaran dalam 2 Korintus 3 menunjuk kepada Yesus Kristus sebagai pusat dari Perjanjian Baru dan sumber dari semua kemuliaan dan kehidupan rohani. Tanpa Kristus, kita tidak memiliki apa-apa.
Oleh karena itu, setiap hari kita dipanggil untuk memandang Kristus. Ini berarti memusatkan pikiran dan hati kita pada siapa Dia, apa yang telah Dia lakukan, dan apa yang sedang Dia lakukan. Melalui Firman-Nya, doa, dan ibadah, kita mengarahkan pandangan kita kepada Kristus, dan saat kita memandang-Nya, kita diubahkan.
Ini juga berarti bahwa ketika kita membaca Alkitab, terutama Perjanjian Lama, kita harus melakukannya dengan kacamata Kristus. Kita harus mencari Kristus dalam setiap nubuat, setiap jenis, dan setiap bayangan. Hanya dengan demikian kita dapat memahami tujuan penuh dari seluruh Kitab Suci dan menghindari selubung yang menutupi hati.
Jemaat Korintus adalah "surat Kristus" bagi Paulus. Demikian pula, kehidupan kita sebagai orang percaya adalah surat Kristus yang dibaca oleh dunia di sekitar kita. Apakah kehidupan kita menunjukkan bukti nyata dari pekerjaan Roh Kudus? Apakah kemuliaan Kristus tercermin dalam cara kita berbicara, bertindak, dan berinteraksi dengan orang lain? Apakah orang lain dapat melihat perubahan dan pertumbuhan dalam diri kita yang hanya bisa dijelaskan oleh kuasa Allah?
Kesaksian hidup yang diubahkan jauh lebih kuat daripada seribu kata-kata kosong. Ini adalah cara yang paling efektif untuk menyatakan kemuliaan Perjanjian Baru kepada dunia yang haus akan kebenaran dan kehidupan yang sejati.
2 Korintus 3 adalah salah satu pasal yang paling agung dalam Kitab Suci, yang menjelaskan keunggulan dan kemuliaan Perjanjian Baru. Ini adalah Perjanjian Roh yang menghidupkan, yang membebaskan, dan yang mengubahkan. Paulus dengan cemerlang membedakan antara kemuliaan yang sementara dan memudar dari hukum Perjanjian Lama dengan kemuliaan yang kekal dan semakin besar dari Roh dalam Perjanjian Baru.
Kita, sebagai orang-orang yang hidup di bawah Perjanjian Baru, adalah penerima anugerah yang luar biasa ini. Kita tidak lagi hidup di bawah selubung kebutaan rohani atau di bawah beban hukum yang mematikan. Sebaliknya, kita memiliki akses langsung kepada Tuhan melalui Kristus, dan Roh Kudus tinggal di dalam kita, membimbing kita ke dalam seluruh kebenaran, menganugerahkan kebebasan sejati, dan secara progresif mengubahkan kita menjadi serupa dengan gambar Kristus.
Mari kita hidup setiap hari dengan kesadaran akan hak istimewa yang agung ini. Mari kita memandang Kristus dengan muka yang tidak berselubung, membiarkan kemuliaan-Nya memantul dari kita kepada dunia. Dan mari kita menyerahkan diri sepenuhnya kepada pekerjaan Roh Kudus, sehingga kita dapat terus bertumbuh "dalam kemuliaan yang semakin besar" sampai pada akhirnya kita berdiri di hadapan Tuhan kita, sepenuhnya diubahkan menjadi serupa dengan Dia, dalam kemuliaan yang sempurna dan abadi. Amin.