Setiap kehidupan memiliki tujuan. Setiap ciptaan memiliki fungsi. Dalam khazanah spiritualitas Kristen, salah satu panggilan terbesar bagi umat percaya adalah untuk berbuah
. Konsep ini bukan sekadar metafora puitis, melainkan sebuah instruksi ilahi yang mendalam, sebuah ekspetasi yang jelas dari Sang Pencipta. Kita menemukan gambaran yang sangat kuat tentang hal ini dalam salah satu perumpamaan Yesus yang paling menyentuh dan mendalam, yang tercatat dalam Injil Lukas pasal 13, ayat 6-9. Perumpamaan tentang pohon ara yang mandul ini bukan hanya sebuah kisah sederhana tentang seorang pemilik kebun dan pohonnya, melainkan sebuah jendela yang mengungkapkan hati Allah, kesabaran-Nya yang luar biasa, namun juga keadilan-Nya yang tak terhindarkan, serta panggilan-Nya yang mendesak kepada setiap jiwa untuk bertobat dan menghasilkan buah yang nyata.
Sebelum kita menyelami detail perumpamaan ini, penting untuk memahami konteks di mana Yesus menyampaikannya. Lukas 13 dimulai dengan dua insiden tragis: pembantaian orang Galilea oleh Pilatus dan insiden menara Siloam yang menimpa delapan belas orang. Kedua peristiwa ini memicu pertanyaan teologis yang umum di kalangan Yahudi saat itu: apakah tragedi adalah hukuman langsung atas dosa? Yesus menolak pandangan deterministik semacam itu, tetapi Dia menggunakan kesempatan ini untuk mengalihkan fokus kepada respons yang benar terhadap penderitaan dan kematian: pertobatan. Dia menyimpulkan dengan pernyataan yang tajam, Jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian.
(Lukas 13:3, 5). Perumpamaan tentang pohon ara yang mandul ini kemudian disampaikan sebagai sebuah ilustrasi yang kuat untuk menggarisbawahi urgensi panggilan untuk bertobat dan berbuah, serta konsekuensi jika panggilan itu diabaikan.
Marilah kita membaca perikop penting ini dengan seksama:
Lukas 13:6-9 (TB):
6 Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini: Ada seorang mempunyai pohon ara yang tumbuh di kebun anggurnya, dan ia datang mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya.
7 Lalu ia berkata kepada pengurus kebun anggur itu: Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma?
8 Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya,
9 mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!
Perumpamaan ini dibuka dengan gambaran seorang pemilik kebun yang memiliki pohon ara di kebun anggurnya. Penempatan pohon ara di kebun anggur adalah hal yang tidak biasa tetapi tidak sepenuhnya aneh. Kadang-kadang pohon ara ditanam di sana untuk memberikan naungan atau untuk memanfaatkan lahan. Namun, fokus utama adalah ekspektasi pemilik: ia datang mencari buah. Kata mencari
menunjukkan sebuah harapan, sebuah investasi waktu dan tenaga. Pohon ara secara alami akan berbuah setelah beberapa tahun. Jika pohon ini sudah cukup umur untuk berbuah, adalah wajar bagi pemilik untuk mengharapkan hasil dari investasinya.
Secara alegoris, pemilik kebun jelas melambangkan Allah Bapa. Ia adalah Sang Pencipta, Sang Penguasa atas segala sesuatu, dan Dia memiliki hak penuh untuk mengharapkan hasil dari ciptaan-Nya. Kebun anggur sering kali dalam Alkitab melambangkan umat Allah, khususnya bangsa Israel. Namun, dalam konteks Perjanjian Baru, ini dapat diperluas untuk melambangkan gereja atau bahkan setiap individu yang telah menerima anugerah Allah. Pohon ara itu sendiri adalah objek utama perumpamaan ini, dan sering diidentifikasikan dengan bangsa Israel pada umumnya, atau secara lebih luas, setiap individu yang mengaku sebagai bagian dari umat Allah.
Frasa ia datang mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya
adalah inti dari masalah ini. Pohon itu hidup, berdiri tegak, mungkin tampak sehat dengan dedaunannya, tetapi tidak memenuhi tujuan utamanya: berbuah. Tanpa buah, pohon itu sekadar penghabis sumber daya tanah. Ini berbicara tentang kemandulan spiritual. Allah mencari buah dalam hidup kita – bukan daun-daun kesalehan lahiriah yang kosong, bukan sekadar penampilan religius, melainkan buah-buah sejati dari pertobatan, kebenaran, kasih, dan pelayanan yang lahir dari hati yang diperbarui.
Apa artinya tiga tahun
dalam perumpamaan ini? Angka tiga dapat melambangkan waktu yang cukup untuk evaluasi. Ini bukan keputusan yang tergesa-gesa. Dalam konteks bangsa Israel, ini bisa merujuk pada periode panjang di mana Allah dengan sabar menunggu tanggapan mereka terhadap para nabi, hukum Taurat, dan akhirnya, kehadiran Yesus sendiri. Bagi kita, ini bisa berarti bahwa Allah telah memberikan kita banyak waktu, banyak kesempatan, dan banyak sumber daya untuk bertumbuh dan berbuah. Kesabaran Allah bukanlah tanpa batas, dan ada periode waktu di mana Ia dengan adil mengevaluasi hidup kita.
Frustrasi pemilik kebun terasa sangat nyata dalam ayat ini. Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya.
Ini bukan sekadar kekecewaan sesaat, melainkan akumulasi kekecewaan selama periode waktu yang signifikan. Pemilik telah menginvestasikan waktu dan harapan, dan semua itu tidak membuahkan hasil. Keputusannya adalah logis dari sudut pandang ekonomi dan pengelolaan kebun: Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma?
Pernyataan ini mengungkapkan keadilan Allah. Allah adalah kasih, tetapi Ia juga adalah Hakim yang adil. Kemandulan spiritual bukanlah masalah kecil. Pohon yang tidak berbuah bukan hanya tidak berguna, tetapi juga merugikan. Ia hidup di tanah ini dengan percuma
(lit. menguras tanah
). Ini berarti pohon itu mengambil nutrisi dan air dari tanah yang seharusnya bisa dimanfaatkan oleh pohon lain yang berbuah, atau setidaknya, oleh tanah itu sendiri untuk tujuan yang lebih produktif. Ini adalah gambaran dari bagaimana kemandulan spiritual kita dapat menguras sumber daya gereja, masyarakat, atau bahkan berkat yang seharusnya mengalir kepada orang lain.
Panggilan untuk menebang
adalah gambaran yang menakutkan tentang penghakiman ilahi. Ini adalah peringatan keras tentang konsekuensi akhir dari kemandulan yang terus-menerus. Bukan karena Allah kejam, tetapi karena Ia adil. Ada batas waktu untuk kesabaran ilahi. Jika anugerah-Nya terus-menerus ditolak atau disalahgunakan, jika kesempatan demi kesempatan dibiarkan berlalu tanpa pertobatan atau perubahan nyata, maka ada saatnya penghakiman harus datang. Konteks Lukas 13:3 dan 5, yang menekankan bahaya kebinasaan jika tidak bertobat, semakin memperkuat urgensi pesan ini.
Bagi bangsa Israel, menebang
bisa melambangkan penolakan Allah terhadap bangsa itu sebagai pohon ara
pilihan-Nya, yang kemudian digenapi sebagian dalam kehancuran Yerusalem. Bagi individu, ini bisa berarti kehilangan kesempatan untuk hidup yang kekal, atau kehilangan pengaruh dan berkat dalam kehidupan ini. Intinya, kemandulan yang tidak diatasi akan membawa pada pemusnahan atau penghapusan dari tatanan ilahi.
Di sinilah elemen anugerah dan belas kasihan Allah diperkenalkan secara dramatis. Pengurus kebun, alih-alih setuju dengan perintah pemilik, mengajukan permohonan yang berani: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya.
Siapakah pengurus kebun ini? Secara universal, pengurus kebun ini dipahami sebagai Yesus Kristus sendiri, Sang Pengantara Agung antara Allah dan manusia. Dia adalah Dia yang berdiri di celah, yang memohon belas kasihan atas nama kita. Dia adalah Dia yang rela melakukan pekerjaan kotor dan sulit untuk menyelamatkan yang terhilang. Permohonan-Nya mencerminkan hati Allah yang penuh kasih, yang tidak menghendaki seorangpun binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat
(2 Petrus 3:9).
Tindakan yang diusulkan oleh pengurus kebun sangat signifikan: mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya.
Ini adalah gambaran dari upaya keras, perhatian yang mendalam, dan kasih yang penuh pengorbanan. Mencangkul tanah berarti melonggarkan tanah, membuang gulma, dan membuat akar lebih mudah menyerap nutrisi. Dalam konteks spiritual, ini bisa melambangkan:
tanahhati kita yang keras, memecahkan kekerasan hati, dan mempersiapkan kita untuk menerima firman-Nya.
mencangkulhati kita melalui pengajaran, teguran, dan penghiburan, membersihkan dosa dan membuka jalan bagi pertumbuhan.
Sementara itu, memberi pupuk adalah tindakan untuk menyediakan nutrisi yang kaya, mendorong pertumbuhan, dan memfasilitasi produksi buah. Dalam ranah spiritual, ini bisa melambangkan:
Semua upaya ini adalah ekspresi dari kasih karunia Allah yang tidak berkesudahan, yang melalui Kristus, terus-menerus mencari cara untuk mengembalikan kita dari kemandulan menuju kehidupan yang berbuah. Ini adalah gambaran tentang Yesus yang terus mendoakan kita, terus bekerja dalam hidup kita, memberikan kita kesempatan demi kesempatan.
Permohonan pengurus kebun diterima, tetapi dengan syarat dan batas waktu yang jelas: mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!
Ini adalah kesempatan kedua, sebuah ekstensi dari anugerah, sebuah tenggat waktu yang diperpanjang. Ini bukanlah janji pasti bahwa pohon itu akan berbuah, melainkan sebuah harapan dan sebuah tantangan. Kata mungkin
menunjukkan bahwa hasilnya tidak dijamin; itu tergantung pada respons pohon itu sendiri.
Penting untuk dicatat bahwa meskipun ada intervensi pengurus kebun, tanggung jawab akhir untuk berbuah tetap ada pada pohon itu sendiri. Allah akan melakukan bagian-Nya, menyediakan segala sumber daya yang diperlukan, tetapi kita harus berespons terhadap anugerah-Nya. Kita harus memilih untuk menyerap nutrisi, untuk membiarkan pencangkulan
membentuk kita, dan untuk menghasilkan buah.
Klausul jika tidak, tebanglah dia!
adalah peringatan yang tegas. Kesempatan kedua bukanlah kesempatan yang tak terbatas. Ada batas waktu untuk anugerah. Jika setelah semua upaya, semua pemupukan, semua pencangkulan, pohon itu tetap mandul, maka tidak ada lagi alasan untuk keberadaannya. Penghakiman akan datang, dan itu akan menjadi final. Ini menggarisbawahi bahwa kesabaran Allah, meskipun luas, tidaklah abadi.
Pesan ini memiliki relevansi yang sangat mendalam. Ini bukan hanya untuk Israel kuno, tetapi juga untuk setiap individu dan setiap jemaat gereja. Allah memberikan kita waktu, Dia memberikan kita Firman-Nya, Roh Kudus-Nya, persekutuan-Nya, dan berbagai pencobaan serta berkat untuk membantu kita bertumbuh dan berbuah. Namun, jika kita terus-menerus menolak, menunda pertobatan, atau mengabaikan panggilan untuk berbuah, maka ada konsekuensi yang akan datang.
Perumpamaan pohon ara yang mandul ini sarat dengan makna teologis yang mendalam, mengajarkan kita tentang karakter Allah, kondisi manusia, dan panggilan untuk hidup yang bermakna.
Pesan utama yang keluar dari perumpamaan ini adalah kesabaran Allah. Pemilik kebun telah menunggu tiga tahun
dan bahkan setelah itu, Ia setuju untuk memberikan tahun ini lagi
atas permohonan pengurus kebun. Ini adalah gambaran sempurna dari Allah kita yang panjang sabar, yang berulang kali memberikan kesempatan kepada manusia untuk bertobat. Rasul Petrus menulis, Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat.
(2 Petrus 3:9). Kesabaran Allah adalah anugerah, bukan hak.
Namun, perumpamaan ini juga jelas menunjukkan bahwa kesabaran ini memiliki batas. Ada titik di mana keadilan harus ditegakkan. Allah tidak akan selamanya membiarkan kemandulan dan ketidaktaatan tanpa respons. Ini adalah keseimbangan ilahi antara kasih karunia dan keadilan. Kita harus menghargai setiap kesempatan yang diberikan-Nya, tidak menganggap enteng kesabaran-Nya sebagai izin untuk terus berbuat dosa atau hidup dalam kemandulan spiritual.
Seperti yang telah kita lihat, perumpamaan ini disampaikan dalam konteks seruan Yesus untuk bertobat. Pertobatan bukanlah sekadar penyesalan emosional, melainkan perubahan pikiran yang menghasilkan perubahan tindakan dan arah hidup. Ini adalah berbalik dari dosa dan berpaling kepada Allah. Pertobatan sejati akan selalu menghasilkan buah. Yohanes Pembaptis juga menyerukan, Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan.
(Matius 3:8). Buah adalah bukti nyata dari kondisi hati yang telah diperbarui.
Apa buah yang diharapkan Allah? Alkitab memberikan banyak indikasi:
Peran pengurus kebun sebagai perantara adalah salah satu poin paling menyentuh dari perumpamaan ini. Ini adalah gambaran yang indah tentang Yesus Kristus, Sang Pengantara kita di hadapan Allah Bapa (1 Timotius 2:5). Dia yang menanggung dosa kita, yang memohon belas kasihan atas nama kita, dan yang terus-menerus berdoa syafaat bagi kita di sebelah kanan Bapa (Roma 8:34; Ibrani 7:25). Tanpa intervensi-Nya, kita semua akan menghadapi penghakiman yang pantas kita terima.
Selain Kristus, perumpamaan ini juga menyoroti pentingnya doa syafaat di antara orang-orang percaya. Ketika kita berdoa untuk orang lain yang sedang bergumul dengan kemandulan rohani, kita sedang bertindak seperti pengurus kebun, memohon kepada Allah untuk memberikan mereka waktu dan sumber daya tambahan untuk bertobat dan berbuah. Ini adalah panggilan untuk menjadi pembawa berkat bagi sesama, berdiri di celah, dan mengasihi dengan cara yang praktis.
Peringatan tentang menebang
adalah serius. Kemandulan spiritual tidak dapat dibiarkan begitu saja. Itu memiliki konsekuensi yang jauh.
Perumpamaan Lukas 13:6-9 bukan sekadar cerita kuno; pesannya relevan untuk kita saat ini. Bagaimana kita bisa menerapkannya dalam hidup kita?
Langkah pertama adalah jujur dengan diri sendiri. Apakah kita saat ini hidup sebagai pohon ara yang mandul
? Tanda-tandanya mungkin termasuk:
DaunTanpa
Buah: Penampilan luar yang religius (sering ke gereja, membaca Alkitab) tetapi tanpa perubahan hati dan tindakan nyata.
Menggali dan MemupukHidup Kita
Jika kita menyadari kemandulan, maka kita harus berespons terhadap pencangkulan dan pemupukan
yang dilakukan Allah melalui Kristus.
pencangkulanAllah untuk melonggarkan tanah hati kita dan membuat kita lebih reseptif terhadap pertumbuhan.
Tahun Ini Juga
Perumpamaan ini adalah pengingat yang kuat akan urgensi. Kesempatan kedua, tahun ini lagi,
bukanlah janji untuk waktu yang tak terbatas. Kita tidak pernah tahu berapa lama lagi Allah akan memberikan kita kesempatan untuk bertobat dan berbuah. Setiap hari adalah anugerah, sebuah kesempatan baru untuk berespons. Jangan menunda. Jangan menunda pertobatan, jangan menunda pelayanan, jangan menunda hidup yang berbuah. Hidup ini singkat, dan kesempatan bisa berlalu dengan cepat.
Mari kita bertanya pada diri sendiri: jika Allah datang mencari buah dalam hidup saya hari ini, apakah Ia akan menemukannya? Jika tidak, apakah saya sudah memanfaatkan tahun ini lagi
yang telah Dia berikan?
Agar lebih spesifik, apa saja bentuk buah
yang Allah harapkan dari kita?
Pesan ini juga berlaku bagi gereja sebagai suatu kesatuan. Apakah gereja Anda (atau gereja pada umumnya) sedang berbuah, ataukah ia sekadar menguras tanah
tanpa menghasilkan dampak nyata bagi Kerajaan Allah dan masyarakat di sekitarnya? Gereja dipanggil untuk menjadi terang dan garam dunia, untuk membawa Injil, untuk melayani yang miskin dan terpinggirkan, dan untuk memanifestasikan kasih Kristus. Jika sebuah gereja menjadi mandul, hanya berfokus pada dirinya sendiri tanpa dampak transformatif, maka ia juga berada dalam bahaya penghakiman ilahi.
Sebagai anggota gereja, kita memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa gereja kita adalah pohon yang berbuah. Ini berarti kita harus aktif terlibat, melayani, berdoa, memberi, dan hidup dalam kesaksian yang konsisten. Setiap kita adalah bagian dari pohon besar ini, dan kontribusi kita sangat penting.
Perumpamaan tentang pohon ara yang mandul dalam Lukas 13:6-9 adalah sebuah perumpamaan yang penuh kasih namun juga serius. Ini adalah demonstrasi yang kuat tentang kesabaran Allah yang tak terbatas, intervensi kasih karunia Kristus, dan urgensi panggilan untuk bertobat dan menghasilkan buah. Allah telah menanam kita di kebun
-Nya, Ia telah memberikan kita waktu, dan melalui Kristus, Ia telah mencangkul dan memupuk hidup kita dengan Firman-Nya dan Roh Kudus-Nya.
Pertanyaannya adalah: bagaimana respons kita? Apakah kita akan terus hidup dalam kemandulan spiritual, ataukah kita akan memanfaatkan kesempatan tahun ini lagi
yang telah diberikan Allah kepada kita? Hari ini adalah hari anugerah. Hari ini adalah waktu untuk merespons. Jangan menunda. Biarkanlah hati Anda terbuka untuk pencangkulan dan pemupukan ilahi. Izinkan Roh Kudus bekerja dalam diri Anda, sehingga hidup Anda dipenuhi dengan buah-buah Roh yang memuliakan Allah dan memberkati dunia.
Mari kita pastikan bahwa ketika Sang Pemilik Kebun datang mencari buah, Ia akan menemukannya berlimpah dalam hidup kita, dalam gereja kita, dan melalui kesaksian kita. Karena pada akhirnya, setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah.
(Yohanes 15:2).
Panggilan untuk berbuah adalah panggilan untuk hidup yang berarti, hidup yang bermakna, hidup yang memuliakan Pencipta kita. Mari kita raih kesempatan ini, hari ini, dan mulailah berbuah bagi kemuliaan-Nya.
Catatan: Artikel ini merupakan tafsiran khotbah berdasarkan Lukas 13:6-9 dan tidak dimaksudkan sebagai studi teologis yang komprehensif atau dogmatis, melainkan sebagai renungan dan aplikasi praktis bagi umat percaya.