Kisah Zakeus, seorang kepala pemungut cukai di Yerikho, yang tertulis dalam Injil Lukas pasal 19 ayat 1 sampai 10, adalah salah satu narasi paling memukau dan kaya makna dalam Perjanjian Baru. Lebih dari sekadar cerita moral tentang pertobatan seorang kaya, kisah ini adalah sebuah manifesto tentang misi inti Yesus Kristus: mencari dan menyelamatkan yang hilang. Dalam khotbah ini, kita akan menyelami setiap detail narasi ini, menggali konteks sejarah dan budaya, serta menarik pelajaran rohani yang mendalam yang tetap relevan bagi kita di zaman modern ini.
Yerikho, kota tua yang kaya sejarah, menjadi panggung utama bagi drama rohani ini. Yesus sedang dalam perjalanan menuju Yerusalem untuk menggenapi tujuan-Nya, dan singgah di kota ini menandai titik penting dalam pelayanan-Nya. Di sinilah Dia bertemu dengan seorang pria yang, di mata masyarakat, adalah representasi dari dosa, keserakahan, dan pengkhianatan. Namun, di mata Yesus, Zakeus adalah jiwa yang haus, jiwa yang hilang, yang sangat butuh ditemukan dan diselamatkan.
Melalui lensa Lukas 19:1-10, kita tidak hanya akan memahami siapa Zakeus dan mengapa pertemuannya dengan Yesus begitu revolusioner, tetapi juga bagaimana kasih karunia Allah bekerja dalam hidup manusia, bagaimana pertobatan sejati dimanifestasikan, dan apa arti sesungguhnya dari misi Kristus di dunia ini. Mari kita memulai perjalanan ini dengan hati yang terbuka, siap untuk diajar dan diubahkan oleh Firman Tuhan.
“Yesus masuk ke Yerikho dan berjalan terus melintasi kota itu. Di situ ada seorang bernama Zakeus, kepala pemungut cukai, dan ia seorang yang kaya.” (Lukas 19:1-2)
Yerikho bukan sekadar kota biasa; ia adalah sebuah kota yang strategis dan makmur di lembah Yordan, dikenal sebagai "Kota Pohon Kurma." Lokasinya yang dekat dengan Sungai Yordan dan jalur perdagangan utama menjadikannya pusat ekonomi yang penting. Banyak karavan dagang melintasinya, membawa barang-barang mewah dan hasil bumi yang melimpah. Ini berarti, Yerikho adalah tempat yang ideal bagi Kekaisaran Romawi untuk mendirikan pos pemungutan cukai, dan dengan demikian, menjadi lahan subur bagi para pemungut cukai.
Kekayaan Yerikho menarik banyak orang, termasuk Zakeus. Sebagai kota yang makmur, ia juga menjadi simbol kemewahan dan, bagi beberapa orang Yahudi yang saleh, juga dosa dan kompromi dengan penjajah Romawi. Yesus datang ke Yerikho, sebuah kota yang sarat dengan intrik ekonomi dan konflik sosial-keagamaan, bukan untuk menghindari masalah, melainkan untuk menghadapi dan menawarkan solusi ilahi.
Ayat 2 memperkenalkan kita pada Zakeus. Namanya, Ζακχαῖος (Zakchaios) dalam bahasa Yunani, mungkin berasal dari bahasa Ibrani זכּי (Zakkai) yang berarti "murni" atau "benar." Sebuah ironi yang pahit, mengingat reputasinya.
Zakeus adalah "kepala pemungut cukai" (ἀρχιτελώνης – architelōnēs). Ini menunjukkan bahwa ia bukan hanya seorang pemungut cukai biasa, melainkan seorang yang memimpin sekelompok pemungut cukai lainnya dan memiliki kontrak dari Romawi untuk mengumpulkan pajak di wilayah Yerikho. Sistem pemungutan cukai Romawi sangat korup. Pemerintah Romawi akan melelang hak memungut pajak kepada individu atau kelompok, yang kemudian akan membayar sejumlah tetap kepada Romawi. Sisa uang yang mereka kumpulkan di atas jumlah itu adalah keuntungan mereka.
Akibatnya, pemungut cukai sering kali memeras rakyat dengan membebankan pajak yang jauh lebih tinggi dari yang seharusnya. Mereka adalah musuh masyarakat Yahudi karena beberapa alasan:
Oleh karena itu, Zakeus, sebagai kepala pemungut cukai, adalah figur yang sangat dibenci, dihindari, dan dijauhi oleh masyarakat Yahudi yang saleh. Ia adalah paria sosial.
Lukas secara eksplisit menyatakan bahwa Zakeus "seorang yang kaya." Kekayaannya adalah hasil dari sistem yang korup tersebut. Meskipun secara materi ia berlimpah, kekayaannya datang dengan harga yang mahal: isolasi sosial dan kebencian dari bangsanya sendiri. Ia mungkin memiliki rumah besar, harta benda, dan status di mata Romawi, tetapi ia kehilangan kehormatan, persahabatan, dan tempat dalam komunitas Yahudi. Kekayaannya, alih-alih memberinya kepuasan, mungkin justru meninggalkan kekosongan dan kerinduan yang mendalam di dalam hatinya.
Ini adalah ironi yang menyedihkan: seseorang yang memiliki segalanya secara materi tetapi tidak memiliki apa-apa dalam hal relasi dan penerimaan sosial. Gambaran ini sangat penting untuk memahami mengapa Zakeus begitu gigih ingin melihat Yesus.
Ilustrasi Zakeus yang berusaha keras melihat Yesus dari pohon sikamor.
“Ia berusaha untuk melihat orang apakah Yesus itu, tetapi ia tidak berhasil karena orang banyak, sebab badannya pendek.” (Lukas 19:3)
Meskipun dibenci dan kaya, ada sesuatu yang mendorong Zakeus untuk melihat Yesus. Ini bukan sekadar rasa ingin tahu biasa. Kabar tentang Yesus pasti telah sampai ke Yerikho: tentang ajaran-Nya yang revolusioner, mujizat-mujizat-Nya yang luar biasa, dan kasih-Nya yang menjangkau orang-orang buangan. Mungkin Zakeus, di tengah kekayaan dan keterasingannya, merasa ada kekosongan yang tidak bisa diisi oleh uang. Dia mungkin mendengar bagaimana Yesus bergaul dengan pemungut cukai lain (misalnya Matius) dan orang berdosa, menawarkan harapan dan pengampunan. Keinginan untuk melihat Yesus adalah bukti dari kerinduan jiwa yang tersembunyi, sebuah percikan iman yang mulai menyala di hati yang kotor.
Keinginan Zakeus untuk melihat Yesus ini adalah langkah pertama yang krusial menuju pertobatan. Seringkali, awal dari sebuah perubahan rohani adalah munculnya ketertarikan, kerinduan, atau setidaknya rasa ingin tahu yang tulus terhadap Yesus Kristus. Ini adalah tanda bahwa Roh Kudus sedang bekerja, membisikkan kebenaran dan menuntun jiwa untuk mencari Sang Juruselamat.
Zakeus menghadapi dua hambatan utama dalam usahanya melihat Yesus:
Yesus sangat populer pada waktu itu, dan di kota sebesar Yerikho, kerumunan orang yang ingin melihat atau mendengar Dia pasti sangat padat. Kerumunan ini, ironisnya, bisa menjadi penghalang bagi seseorang yang ingin mendekat. Dalam konteks rohani, "orang banyak" bisa melambangkan pandangan masyarakat, ekspektasi sosial, atau bahkan tekanan dari kelompok religius yang menghakimi, yang semuanya dapat menghalangi individu untuk mencari Yesus secara pribadi.
Bagi Zakeus, kerumunan ini mungkin juga mewakili tembok-tembok penolakan yang telah ia bangun atau yang telah dibangun masyarakat di sekelilingnya. Mereka yang membencinya pasti akan menghalangi jalannya, tidak ingin ia "menodai" kehadiran Yesus yang kudus.
Ini adalah hambatan fisik yang tidak bisa ia ubah. Tinggi badan Zakeus yang "pendek" (τῇ ἡλικίᾳ μικρός – tē hēlikia mikros) menjadi metafora bagi keterbatasannya sebagai manusia. Ia tidak mampu mengatasi kerumunan yang menghalangi pandangannya secara fisik. Dalam kehidupan rohani, hambatan "tinggi badan" ini bisa diartikan sebagai kelemahan pribadi, kekurangan, rasa tidak mampu, atau dosa-dosa yang terasa begitu mengikat sehingga kita merasa tidak layak atau tidak mampu mendekat kepada Allah.
Meskipun demikian, keterbatasan ini justru mendorong Zakeus untuk bertindak di luar kebiasaan. Ia tidak menyerah begitu saja.
“Karena itu ia berlari mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Dia, sebab Yesus akan lewat di situ.” (Lukas 19:4)
Tindakan Zakeus ini sungguh luar biasa. Bayangkan seorang kepala pemungut cukai yang kaya, mungkin berusia paruh baya, dengan segala martabat (yang ia miliki) dan citra publiknya, berlari di depan umum dan memanjat pohon! Ini adalah tindakan yang sangat tidak pantas dan memalukan bagi seseorang dengan status sosialnya. Namun, kerinduan hatinya untuk melihat Yesus jauh lebih besar daripada rasa malu atau kekhawatiran akan pendapat orang lain.
Ini menunjukkan tekad dan urgensi. Ia tidak ingin ketinggalan kesempatan. Ini adalah cerminan dari hati yang sungguh-sungguh mencari, hati yang menganggap Yesus lebih penting dari citra diri atau norma sosial.
Pohon sikamor (συκομορέα – sykomorea) adalah jenis pohon ara yang umum di Yerikho, memiliki batang pendek dan cabang-cabang yang menyebar, sehingga mudah dipanjat. Pohon ini juga memberikan pandangan yang baik dari atas. Tindakan memanjat pohon adalah simbol kerendahan hati yang radikal. Seorang pria kaya dan berkuasa rela merendahkan diri, tampil konyol dan kekanak-kanakan, demi satu tujuan: melihat Yesus. Ini adalah gambaran tentang bagaimana pertobatan sering kali dimulai dengan meruntuhkan kesombongan dan merendahkan diri di hadapan Tuhan.
Kesungguhan Zakeus mengajarkan kita bahwa ketika hati kita sungguh-sungguh mencari Tuhan, kita akan rela melakukan apa pun, bahkan menyingkirkan hambatan harga diri, reputasi, atau kenyamanan pribadi. Usaha Zakeus ini adalah langkah iman yang besar.
“Ketika Yesus sampai ke tempat itu, Ia melihat ke atas dan berkata: “Zakeus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu.” (Lukas 19:5)
Ini adalah titik balik yang dramatis. Saat Yesus lewat di bawah pohon, Dia tidak hanya melihat kerumunan, tetapi secara khusus "melihat ke atas" dan menatap Zakeus. Ini adalah tatapan yang melampaui fisik; ini adalah tatapan ilahi yang menembus hati dan jiwa. Yesus tidak perlu diperkenalkan; Dia sudah tahu siapa Zakeus. Dia tahu kerinduan di balik usaha memanjat pohon itu. Yesus melihat Zakeus, bukan sebagai pemungut cukai yang berdosa, melainkan sebagai seorang individu yang berharga, yang sedang mencari.
Kisah ini menegaskan bahwa kita tidak perlu bekerja keras untuk menarik perhatian Allah. Justru sebaliknya, Allah lah yang berinisiatif. Bahkan ketika kita merasa tidak terlihat, tersembunyi di balik "kerumunan" dosa atau masalah, mata Yesus tetap tertuju pada kita. Dia melihat lebih dari sekadar penampilan atau reputasi kita; Dia melihat hati yang haus akan kebenaran.
Yesus memanggil namanya secara langsung. Ini adalah hal yang luar biasa. Bagaimana Yesus tahu nama Zakeus? Tentu saja, sebagai Tuhan, Dia tahu segalanya. Panggilan nama ini membuat interaksi ini sangat personal dan intim. Ini menunjukkan bahwa Yesus tidak berbicara kepada kerumunan, tetapi kepada individu. Ini adalah pesan bahwa Allah mengenal kita secara pribadi, dengan segala keunikan dan dosa-dosa kita.
Kata "segeralah" (σπεύσας – speusas) menunjukkan urgensi. Tidak ada waktu untuk ragu-ragu atau menunda. Ini adalah perintah yang memerlukan ketaatan segera. Zakeus, yang tadinya berusaha untuk "melihat" Yesus dari kejauhan, sekarang diperintahkan untuk "turun" dan memiliki perjumpaan yang lebih dekat dan pribadi.
Ini adalah pernyataan yang paling mengejutkan bagi semua yang mendengar, terutama Zakeus dan kerumunan. Yesus tidak mengatakan "Aku ingin menumpang" atau "Bolehkah Aku menumpang," melainkan "Aku harus menumpang di rumahmu." Kata "harus" (δεῖ – dei) di sini menunjukkan suatu keharusan ilahi, bagian dari rencana dan kehendak Allah. Yesus datang ke Yerikho memang untuk tujuan ini: untuk bertemu Zakeus.
Bagi Zakeus, ini adalah undangan yang luar biasa tak terduga. Seorang guru Yahudi yang dihormati, seorang yang melakukan mukjizat dan mengklaim sebagai Anak Allah, ingin menginap di rumahnya – rumah seorang pemungut cukai yang najis dan dibenci! Ini adalah tindakan kasih karunia yang radikal. Yesus secara aktif melanggar norma-norma sosial dan agama yang berlaku, menunjukkan bahwa misi-Nya melampaui batasan-batasan manusia.
Yesus yang berinisiatif memanggil Zakeus untuk menjamu-Nya, menunjukkan kasih karunia yang tak terduga.
“Lalu Zakeus segera turun dan menerima Yesus dengan sukacita.” (Lukas 19:6)
Zakeus tidak ragu-ragu. Ia "segera turun," menunjukkan ketaatan instan yang sama dengan urgensi panggilan Yesus. Lebih dari sekadar ketaatan, ia menerima Yesus "dengan sukacita." Sukacita ini adalah tanda awal dari perubahan hati. Sebuah sukacita yang muncul dari perjumpaan pribadi dengan kasih karunia yang tak terhingga. Pria yang dibenci, dihindari, dan dianggap najis, kini disambut dan dihormati oleh seseorang yang seharusnya paling kudus. Sukacita ini adalah respons alami terhadap penerimaan dan kasih yang tidak layak didapatkan.
Ketaatan dan sukacita Zakeus ini adalah model bagi kita. Ketika Yesus memanggil kita, apakah kita merespons dengan segera dan dengan hati yang bersukacita? Atau kita membiarkan keraguan, ketakutan akan opini orang lain, atau keengganan untuk berubah menghalangi kita?
“Tetapi semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, katanya: “Ia menumpang di rumah orang berdosa.” (Lukas 19:7)
Kontras antara sukacita Zakeus dan sungut-sungut orang banyak sangat tajam. Ketika Yesus dan Zakeus berjalan menuju rumahnya, kerumunan yang sama yang tadinya menghalangi pandangan Zakeus, kini bersungut-sungut. Keluhan mereka mencerminkan pola pikir legalistik dan egosentris:
Sikap orang banyak ini menyoroti bahaya spiritualitas yang berfokus pada penampilan luar, pada penilaian orang lain, dan pada kebenaran diri sendiri. Mereka begitu sibuk menghakimi dosa orang lain sehingga mereka tidak melihat kasih karunia Allah yang sedang bekerja di hadapan mata mereka. Ini adalah peringatan bagi kita agar tidak menjadi penghalang bagi orang lain untuk mendekat kepada Yesus, atau menghakimi cara Allah bekerja yang seringkali melampaui logika dan ekspektasi manusia.
“Tetapi Zakeus berdiri dan berkata kepada Tuhan: “Tuhan, seperdua dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.” (Lukas 19:8)
Setelah perjumpaan pribadi dengan Yesus di rumahnya, Zakeus mengalami transformasi yang radikal. Pernyataannya kepada Yesus bukanlah tawar-menawar, melainkan sebuah deklarasi spontan dan tulus dari hati yang diubahkan. Ini adalah bukti nyata dari pertobatan sejati.
Penting untuk dicatat bahwa Zakeus "berdiri dan berkata kepada Tuhan" (κύριε – kyrie, yang bisa berarti "Tuan" atau "Tuhan"). Ini bukan desakan dari Yesus, melainkan inisiatif dari Zakeus sendiri, yang menunjukkan bahwa pertobatan yang sejati datang dari keinginan internal, bukan paksaan eksternal.
Zakeus, yang tadinya dikenal karena keserakahannya, kini menyatakan akan memberikan setengah dari kekayaannya kepada orang miskin. Ini adalah tindakan kedermawanan yang ekstrem dan belum pernah terjadi sebelumnya dalam hidupnya. Menurut hukum Taurat (Kel. 22:1; Bil. 5:7), restitusi biasanya satu perlima dari jumlah yang dicuri ditambah jumlah asli. Zakeus melampaui tuntutan hukum, menunjukkan bahwa hatinya benar-benar telah berubah dari fokus pada diri sendiri dan kekayaan, menjadi berbelas kasih dan memperhatikan sesama.
Tindakan ini juga secara efektif mengosongkan dirinya dari kekayaan yang telah menjadi berhala dan sumber dosa baginya. Ia membebaskan diri dari belenggu materi, menunjukkan bahwa prioritas hidupnya telah bergeser dari akumulasi kekayaan menjadi pelayanan dan kasih.
Ini adalah bagian kedua dari deklarasi Zakeus, yang menunjukkan kedalaman pertobatannya. Hukuman Romawi untuk penipuan pajak adalah pengembalian ditambah denda 20%. Hukum Taurat (Kel. 22:1) menetapkan pengembalian empat kali lipat untuk pencurian ternak, sedangkan Bilangan 5:7 menyebutkan restitusi ditambah seperlima. Zakeus menawarkan untuk mengembalikan empat kali lipat, yang merupakan hukuman terberat dalam hukum Yahudi untuk pencurian, melampaui apa yang mungkin dituntut darinya.
Mengembalikan empat kali lipat bukan hanya tentang memenuhi tuntutan hukum, tetapi tentang membersihkan nama baiknya, mengakui kesalahannya secara terbuka, dan mencari rekonsiliasi dengan orang-orang yang telah ia rugikan. Ini menunjukkan bahwa pertobatan sejati tidak hanya melibatkan perubahan hati yang internal, tetapi juga tindakan eksternal yang nyata, yang memperbaiki kesalahan masa lalu sejauh mungkin. Pertobatan tanpa restitusi, jika memungkinkan, mungkin kurang lengkap. Zakeus ingin memperbaiki hubungannya dengan Tuhan dan dengan sesama manusia.
Dua tindakan ini adalah bukti yang tidak terbantahkan bahwa Zakeus telah mengalami pertobatan sejati. Kekayaan, yang dulu menjadi sumber isolasi dan dosa, kini menjadi sarana untuk menunjukkan kasih dan keadilan. Dari seorang yang serakah dan dibenci, ia diubahkan menjadi seorang yang dermawan dan adil. Ini adalah buah yang manis dari perjumpaan dengan Yesus.
“Lalu kata Yesus kepadanya: “Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang ini pun anak Abraham.” (Lukas 19:9)
Melihat buah pertobatan Zakeus, Yesus mendeklarasikan keselamatan. Kata "hari ini" (σήμερον – sēmeron) kembali ditekankan, menunjukkan bahwa keselamatan adalah peristiwa yang langsung dan terjadi di masa kini, bukan sesuatu yang harus ditunggu-tunggu atau hanya di masa depan. Keselamatan ini tidak hanya untuk Zakeus secara pribadi, tetapi juga "kepada rumah ini," menandakan bahwa dampak pertobatan satu individu dapat membawa berkat rohani bagi seluruh keluarga atau rumah tangganya.
Yesus juga menambahkan, "karena orang ini pun anak Abraham." Ini adalah pernyataan yang sangat signifikan. Bagi orang Yahudi, menjadi "anak Abraham" secara fisik adalah kebanggaan dan jaminan akan perjanjian Allah. Namun, Yesus sering kali menantang gagasan ini, menekankan bahwa menjadi anak Abraham yang sejati adalah masalah iman dan ketaatan, bukan hanya keturunan darah (Yoh. 8:39; Gal. 3:7). Dengan pertobatannya, Zakeus membuktikan dirinya sebagai "anak Abraham" dalam arti rohani, yaitu seorang pewaris janji-janji Allah melalui iman, sama seperti Abraham yang dibenarkan karena imannya.
Pernyataan ini juga secara diam-diam membantah keluhan orang banyak yang menganggap Zakeus tidak layak. Yesus menegaskan bahwa Zakeus, meskipun pemungut cukai yang dibenci, kini telah ditebus dan dipulihkan ke dalam komunitas umat Allah yang sejati. Ini adalah inklusivitas injil yang radikal, yang menjangkau siapa saja yang mau merespon panggilan-Nya.
“Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.” (Lukas 19:10)
Ayat 10 adalah inti dari seluruh narasi dan merupakan salah satu pernyataan misi Yesus yang paling penting dalam Injil. Ini adalah kesimpulan teologis yang merangkum tujuan kedatangan Kristus.
Gelar "Anak Manusia" (Υἱὸς τοῦ ἀνθρώπου – Huios tou anthrōpou) adalah gelar favorit Yesus untuk merujuk diri-Nya sendiri. Gelar ini mengacu pada sosok mesianis yang mulia dalam Kitab Daniel (Dan. 7:13-14), tetapi juga menekankan kemanusiaan-Nya dan identifikasi-Nya dengan umat manusia. Gelar ini menyeimbangkan keilahian dan kemanusiaan-Nya, menunjukkan bahwa Dia adalah Juruselamat yang datang dari surga untuk berinteraksi secara intim dengan manusia di bumi.
Misi Yesus memiliki dua aspek krusial:
Siapakah "yang hilang"? Dalam konteks ini, "yang hilang" (τὸ ἀπολωλός – to apolōlos) secara jelas merujuk pada orang-orang seperti Zakeus: pemungut cukai, orang berdosa, mereka yang terpinggirkan secara sosial dan religius, mereka yang tersesat dari jalan Allah. Namun, dalam pengertian yang lebih luas, semua manusia, tanpa terkecuali, adalah "yang hilang" di hadapan Allah karena dosa. Kita semua memerlukan Sang Gembala Agung untuk mencari dan membawa kita kembali ke pangkuan-Nya.
Pernyataan ini adalah pilar teologis yang menegaskan universalitas kasih karunia Allah dan tujuan utama inkarnasi Yesus. Dia datang bukan untuk orang benar, melainkan untuk orang berdosa. Dia datang bukan untuk yang sudah "ditemukan," melainkan untuk "yang hilang."
Kisah Zakeus bukan sekadar cerita masa lalu, melainkan sebuah cermin yang memantulkan kebenaran ilahi yang relevan bagi setiap generasi. Dari narasi singkat ini, kita dapat menarik pelajaran-pelajaran berharga:
Pelajaran paling mendasar dari kisah ini adalah tentang inisiatif Allah. Sebelum Zakeus memanggil Yesus, Yesus sudah tahu dia ada di sana. Bahkan sebelum Zakeus mengungkapkan pertobatannya, Yesus sudah menyatakan bahwa Dia harus menumpang di rumahnya. Allah lah yang memulai, Allah lah yang mencari, dan Allah lah yang memberikan kasih karunia.
Meskipun Allah berinisiatif, respon manusia tetap penting. Zakeus menunjukkan kerinduan yang tulus dan ketaatan yang segera:
Perubahan hati Zakeus tidak hanya berhenti pada penerimaan Yesus. Ia menghasilkan buah yang nyata dan dapat dilihat:
Keluhan orang banyak adalah pengingat akan bahaya legalisme dan penghakiman diri. Mereka melihat Yesus sebagai pembawa ajaran, bukan sebagai Juruselamat yang datang untuk menyelamatkan yang hilang.
Pernyataan misi Yesus dalam Lukas 19:10 ("Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang") adalah juga misi kita sebagai pengikut-Nya. Gereja dipanggil untuk menjadi perpanjangan tangan Yesus di dunia, dengan misi yang sama:
Kisah Zakeus dalam Lukas 19:1-10 adalah sebuah narasi abadi tentang kasih karunia Allah yang menakjubkan dan kuasa-Nya yang mengubah hidup. Ini mengajarkan kita bahwa tidak ada yang terlalu rendah, terlalu berdosa, atau terlalu hilang untuk ditemukan dan diselamatkan oleh Yesus Kristus.
Zakeus, seorang pria yang dibenci dan dianggap tidak layak, menemukan bukan hanya sekadar pandangan sekilas tentang Yesus, tetapi perjumpaan pribadi yang mengubah segalanya. Ia menemukan penerimaan di tengah penolakan, pengampunan di tengah kesalahan, dan tujuan baru di tengah kekosongan.
Deklarasi Yesus, "Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang ini pun anak Abraham. Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang," adalah janji yang tetap berlaku hingga hari ini. Jika Anda merasa seperti Zakeus—mungkin Anda terasing, mungkin Anda terbebani oleh dosa, mungkin Anda merasa tidak layak, atau mungkin Anda hanya memiliki kerinduan yang samar-samar untuk sesuatu yang lebih—ketahuilah bahwa Yesus datang untuk Anda.
Dia melihat Anda, Dia mengenal Anda, dan Dia memanggil nama Anda. Dia tidak menunggu Anda menjadi "cukup baik" atau "layak" terlebih dahulu. Dia datang untuk Anda dalam keadaan Anda yang sekarang. Yang Dia minta adalah kerinduan yang tulus untuk mencari Dia, kerendahan hati untuk mengakui kebutuhan Anda, dan kesediaan untuk menanggapi panggilan-Nya dengan ketaatan dan sukacita.
Jika Anda merespons seperti Zakeus, dengan hati yang terbuka dan bersedia diubahkan, maka "hari ini juga akan terjadi keselamatan" bagi Anda. Keselamatan yang membawa pengampunan, pemulihan, sukacita, dan perubahan hidup yang nyata—perubahan yang akan menghasilkan buah kebaikan dan keadilan bagi diri Anda, keluarga Anda, dan dunia di sekitar Anda. Biarlah kisah Zakeus ini menginspirasi kita semua untuk mencari Yesus dengan gigih, merespons kasih karunia-Nya dengan sukacita, dan kemudian hidup sebagai bukti nyata dari kuasa-Nya yang menyelamatkan, terus mencari dan melayani mereka yang masih hilang di sekitar kita.