Renungan Mendalam Ibrani 10:19-25:
Jalan Baru, Harapan Teguh, Kasih Nyata
Pengantar: Panggilan untuk Hidup yang Berani dan Penuh Harapan
Dalam perjalanan hidup ini, manusia senantiasa dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang eksistensi, tujuan, dan hubungan mereka dengan realitas yang lebih tinggi. Di tengah hiruk pikuk dan ketidakpastian dunia, banyak yang mencari jangkar bagi jiwa mereka, sebuah dasar yang kokoh untuk berdiri. Bagi orang percaya, dasar ini ditemukan dalam firman Allah, khususnya dalam Kitab Ibrani, sebuah surat yang agung dan mendalam yang mengangkat Kristus sebagai jawaban tunggal bagi kerinduan terdalam umat manusia.
Kitab Ibrani ditulis untuk sekelompok orang percaya Yahudi yang, karena tekanan penganiayaan dan godaan untuk kembali pada praktik-praktik keagamaan Perjanjian Lama, berada di ambang kemurtadan. Penulis yang tidak disebutkan namanya ini dengan cermat dan fasih menunjukkan keunggulan mutlak Yesus Kristus atas segala sesuatu yang mereka hargai dalam tradisi Yahudi mereka: atas para malaikat, Musa, imam-imam Lewi, dan sistem pengorbanan yang lama. Inti pesannya adalah bahwa Kristus adalah pengantara perjanjian yang lebih baik, dengan pengorbanan yang lebih sempurna dan kekal, yang telah membuka jalan yang benar-benar baru bagi manusia untuk mendekat kepada Allah.
Melalui argumen-argumen teologis yang kaya dan rumit di pasal-pasal awal, penulis Ibrani membangun sebuah fondasi yang tak tergoyahkan. Ia menunjukkan bahwa Yesus, Anak Allah, adalah perwakilan sempurna dari Allah, yang telah menyucikan dosa-dosa dan duduk di sebelah kanan Yang Mahabesar (Ibrani 1:3). Ia adalah Imam Besar kita yang setia dan berbelas kasihan, yang mampu bersimpati dengan kelemahan kita karena Dia sendiri telah dicobai dalam segala hal seperti kita, namun tanpa dosa (Ibrani 4:15). Yang terpenting, melalui kematian-Nya di kayu salib, Yesus telah menggenapi dan menggantikan seluruh sistem pengorbanan Perjanjian Lama yang tidak pernah bisa menyempurnakan hati nurani para penyembah (Ibrani 10:1-4). Darah-Nya yang berharga adalah satu-satunya kurban yang sempurna, yang telah membersihkan dosa sekali untuk selamanya.
Setelah meletakkan dasar teologis yang kokoh ini, penulis kemudian beralih dari eksposisi doktrinal ke eksortasi praktis. Transisi ini sangat penting karena iman Kristen tidak pernah dimaksudkan untuk menjadi sekadar kumpulan keyakinan abstrak; ia adalah panggilan untuk hidup yang diwujudkan. Pasal 10, khususnya dari ayat 19 hingga 25, adalah klimaks dari transisi ini. Ini bukan lagi tentang apa yang telah Allah lakukan, melainkan tentang bagaimana kita, sebagai penerima anugerah-Nya yang luar biasa, harus merespons dan hidup dalam terang kebenaran tersebut.
Ayat-ayat ini menyajikan tiga panggilan penting bagi orang percaya, yang semuanya dimulai dengan frasa "Marilah kita" (let us). Panggilan-panggilan ini adalah: marilah kita menghadap Allah, marilah kita teguh berpegang pada pengharapan, dan marilah kita saling memperhatikan. Ketiga "marilah kita" ini membentuk kerangka kerja yang komprehensif untuk kehidupan Kristen yang otentik dan dinamis. Mereka mencakup dimensi vertikal hubungan kita dengan Allah, dimensi internal dari iman dan pengharapan pribadi kita, dan dimensi horizontal dari kehidupan komunitas kita sebagai orang percaya. Ini adalah undangan untuk hidup sepenuhnya dalam kebebasan dan akses yang telah dimenangkan Kristus, dengan ketekunan di tengah pencobaan, dan dengan kasih yang aktif dalam komunitas.
Renungan ini akan membawa kita menyelami setiap ayat dalam Ibrani 10:19-25, menggali makna teologisnya, konteks historisnya, dan aplikasi praktisnya bagi kehidupan kita di zaman modern. Kita akan melihat bagaimana anugerah Allah yang tak terhingga melalui Yesus Kristus bukan hanya memberikan kita keselamatan, tetapi juga memberdayakan kita untuk menjalani hidup yang berani, penuh harapan, dan saling mengasihi, semuanya sebagai persiapan untuk kedatangan Hari Tuhan yang semakin dekat. Semoga setiap kata yang kita renungkan semakin memperdalam pemahaman dan komitmen kita untuk hidup seturut kehendak-Nya.
Konteks Pasal 10 Kitab Ibrani: Dari Kurban yang Berulang ke Kurban yang Sempurna
Untuk memahami sepenuhnya signifikansi Ibrani 10:19-25, kita harus terlebih dahulu mengapresiasi konteks langsung di mana ayat-ayat ini muncul. Pasal 10 dimulai dengan melanjutkan argumen dari pasal-pasal sebelumnya mengenai ketidakcukupan perjanjian lama dan keunggulan perjanjian baru yang diwujudkan dalam diri Yesus Kristus. Fokus utamanya adalah pada sistem kurban Perjanjian Lama dan bagaimana sistem tersebut telah digantikan dan disempurnakan oleh kurban Kristus yang tunggal dan sempurna.
Ketidakmampuan Taurat dan Kurban Perjanjian Lama
Penulis Ibrani memulai pasal 10 dengan menyatakan bahwa Taurat, dengan bayang-bayang kebaikan yang akan datang, tidak pernah bisa menyempurnakan orang-orang yang mendekat melalui persembahan kurban yang sama, yang terus-menerus diulang setiap tahun (Ibrani 10:1). Kurban-kurban ini, seperti kurban penghapus dosa dan kurban bakaran, adalah pengingat terus-menerus akan dosa yang belum sepenuhnya terhapus. Jika kurban-kurban itu memang efektif secara final, maka kurban itu tidak perlu lagi dipersembahkan, dan para penyembah akan bersih sepenuhnya dari hati nurani yang bersalah (Ibrani 10:2). Namun kenyataannya, setiap tahun kurban-kurban itu justru membangkitkan kembali kesadaran akan dosa (Ibrani 10:3).
Alasan fundamentalnya sangat sederhana: "Sebab tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa" (Ibrani 10:4). Darah hewan hanya bisa menutupi dosa untuk sementara waktu dan berfungsi sebagai simbol atau bayangan dari realitas yang lebih besar yang akan datang. Mereka adalah sarana untuk menunda murka Allah dan mempertahankan hubungan ritual, tetapi tidak untuk membersihkan hati nurani secara internal atau memberikan pengampunan total dan final. Ini adalah titik kritis yang ingin ditekankan oleh penulis: sistem Perjanjian Lama, meskipun ilahi dalam asalnya, tidak sempurna dalam pelaksanaannya untuk mencapai tujuan akhir – penyucian dosa dan pemulihan hubungan yang utuh dengan Allah.
Kristus: Penggenapan Kehendak Allah dan Kurban yang Sempurna
Sebagai kontras yang tajam, penulis Ibrani kemudian memperkenalkan Kristus sebagai penggenapan kehendak Allah. Ia mengutip Mazmur 40:6-8 dalam Septuaginta (terjemahan Yunani Perjanjian Lama) untuk menunjukkan bahwa Allah tidak menghendaki kurban dan persembahan binatang, melainkan "telah menyediakan tubuh bagi-Ku" (Ibrani 10:5). Ini adalah nubuat Mesianis yang berbicara tentang Kristus yang datang ke dunia bukan untuk mempersembahkan kurban-kurban yang tidak memuaskan Allah, melainkan untuk melakukan kehendak Allah secara sempurna (Ibrani 10:7).
Melakukan kehendak Allah dalam konteks ini berarti mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai kurban yang sempurna. "Satu kali saja untuk selama-lamanya Ia telah mempersembahkan diri-Nya sendiri" (Ibrani 10:10). Inilah perbedaan krusial: para imam Lewi harus berdiri setiap hari untuk melayani dan mempersembahkan kurban yang sama berulang kali, kurban yang tidak pernah bisa menghapuskan dosa. Tetapi Yesus, setelah mempersembahkan satu kurban untuk dosa-dosa, telah duduk di sebelah kanan Allah untuk selama-lamanya (Ibrani 10:11-12). Duduk melambangkan pekerjaan yang telah selesai, kemenangan yang telah diraih, dan otoritas yang telah ditegaskan.
Implikasi dari kurban Kristus yang satu kali dan sempurna ini sangat mendalam. Pertama, kurban ini telah "menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan" (Ibrani 10:14). Kata "menyempurnakan" (teleioō) di sini berarti membawa kepada kesempurnaan atau penyelesaian. Ini bukan tentang membuat kita tanpa dosa secara moral saat ini, tetapi tentang memberikan status yang sempurna di hadapan Allah, membersihkan hati nurani kita dari rasa bersalah dosa. Ini adalah kesempurnaan posisi di hadapan Allah.
Kedua, kurban ini mengukuhkan perjanjian baru yang telah dinubuatkan oleh Yeremia. Roh Kudus bersaksi bahwa inilah janji Allah: "Aku akan menaruh hukum-Ku dalam hati mereka dan menuliskannya dalam akal budi mereka... Aku tidak lagi mengingat dosa-dosa dan pelanggaran-pelanggaran mereka" (Ibrani 10:16-17, mengutip Yeremia 31:33-34). Ini adalah janji pengampunan dosa yang total dan abadi. Di mana ada pengampunan dosa, di sana tidak ada lagi kebutuhan akan persembahan kurban (Ibrani 10:18). Sistem kurban lama sudah usang, tidak relevan, dan tidak lagi diperlukan karena kurban Kristus telah mencapai apa yang tidak bisa dicapai oleh kurban-kurban itu.
Jalan Terbuka: Transisi ke Pasal 10:19
Dengan latar belakang teologis yang agung ini—tentang ketidakcukupan kurban lama dan keunggulan, kesempurnaan, dan finalitas kurban Kristus—penulis Ibrani kemudian meluncurkan seruan transformatif dalam Ibrani 10:19. Frasa pembuka "Karena itu" (oun) bertindak sebagai jembatan yang kuat, menghubungkan semua kebenaran mendalam yang telah ia sampaikan sebelumnya dengan serangkaian panggilan praktis bagi para pembaca. Jika semua ini benar—jika Kristus benar-benar telah melakukan segalanya yang diperlukan untuk menyediakan akses penuh kepada Allah dan pengampunan total—maka apa respons kita?
Responnya bukan lagi ketakutan atau keraguan, tetapi keberanian, iman, dan tindakan di dalam komunitas. Pasal 10:19-25 adalah undangan untuk hidup dalam realitas perjanjian baru ini, untuk mengalami secara pribadi kebebasan dan kedekatan dengan Allah yang telah dimungkinkan oleh kurban Kristus. Ini adalah panggilan untuk tidak hanya percaya, tetapi juga untuk hidup, berpegang teguh, dan saling membangun dalam cahaya kebenaran yang membebaskan ini.
Merangkul Panggilan Ilahi: Analisis Mendalam Ibrani 10:19-25
Setelah memahami fondasi teologis yang kuat dari Kitab Ibrani, terutama peran sentral kurban Kristus yang sempurna, kita siap untuk menyelami jantung dari ajaran praktisnya dalam Ibrani 10:19-25. Ayat-ayat ini bukanlah sekadar saran, melainkan perintah ilahi yang mengalir secara logis dari kebenaran Injil. Mereka adalah cetak biru untuk kehidupan orang percaya yang utuh, seimbang, dan berdaya.
Ibrani 10:19-25 (TB):
19 Karena itu, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam Ruang Mahakudus,
20 karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri,
21 dan karena kita mempunyai seorang Imam Besar agung atas rumah Allah,
22 marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni.
23 Marilah kita teguh berpegang pada pengharapan yang kita akui, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia.
24 Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik.
25 Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, melainkan marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang Hari Tuhan yang mendekat.
Mari kita bedah setiap bagian dari perikop yang penuh kuasa ini.
I. Fondasi Akses Kita kepada Allah (Ibrani 10:19-21)
Bagian pertama ini adalah premis, alasan mengapa kita dapat dan harus merespons panggilan ilahi. Ini adalah inti dari anugerah Kristus yang membebaskan.
A. Ibrani 10:19: "Karena itu, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam Ruang Mahakudus,"
Kata kunci di sini adalah "Karena itu" (οὖν, oun), yang berfungsi sebagai penanda logis, menghubungkan semua kebenaran teologis yang telah diuraikan sebelumnya (tentang keunggulan Kristus, kurban-Nya yang sempurna, dan pembatalan Perjanjian Lama) dengan seruan praktis yang akan datang. Ini bukan sekadar transisi retoris, melainkan fondasi kokoh untuk semua yang akan dikatakan.
Frasa "saudara-saudara" (ἀδελφοί, adelphoi) adalah sapaan akrab dan inklusif yang menunjukkan hubungan kekeluargaan di dalam iman. Penulis berbicara kepada komunitas orang percaya yang ia cintai dan pedulikan.
Pernyataan sentralnya adalah "oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam Ruang Mahakudus." Ini adalah salah satu pernyataan paling berani dan revolusioner dalam seluruh Alkitab. Mari kita uraikan:
- Oleh darah Yesus: Ini adalah sarana, harga yang dibayar. Bukan oleh perbuatan baik kita, bukan oleh ketaatan pada hukum, bukan oleh keturunan, melainkan oleh kurban pengganti Kristus di kayu salib. Darah-Nya adalah simbol dari nyawa-Nya yang dikurbankan, tindakan penebusan yang membersihkan dosa dan mendamaikan kita dengan Allah. Ini adalah pembayaran yang sempurna, sekali untuk selamanya.
- Kita sekarang: Kata "sekarang" (ἔχομεν, echomen, yang berarti "kita memiliki" atau "kita dapat") menegaskan bahwa hak istimewa ini adalah realitas saat ini, bukan sesuatu yang harus kita tunggu di masa depan atau upayakan dengan sia-sia. Akses ini adalah milik kita sekarang, pada saat ini, karena pekerjaan Kristus yang telah selesai.
- Penuh keberanian (παρρησία, parrhesia): Ini adalah kata Yunani yang kaya makna. Ini tidak hanya berarti keberanian atau ketidak-takutan, tetapi juga kebebasan berbicara, keterusterangan, dan keyakinan penuh. Di zaman kuno, parrhesia adalah hak istimewa warga negara yang bebas untuk berbicara secara terbuka di hadapan otoritas atau raja tanpa takut akan hukuman. Dalam konteks ini, ini berarti kita dapat datang di hadapan Allah sendiri tanpa rasa takut, tanpa malu, tanpa keraguan. Itu adalah keyakinan yang berasal dari status benar yang diberikan Kristus kepada kita, bukan dari kelayakan kita sendiri. Kontrasnya jelas dengan Perjanjian Lama, di mana hanya Imam Besar yang dapat masuk ke Ruang Mahakudus, itupun setahun sekali, dengan darah kurban dan diiringi ketakutan.
- Dapat masuk ke dalam Ruang Mahakudus: Ini adalah tujuannya, hak istimewa yang tak terbayangkan. Ruang Mahakudus (τὰ Ἅγια τῶν Ἁγίων, ta Hagia tōn Hagiōn) adalah bagian paling sakral dari Kemah Suci dan kemudian Bait Allah, tempat Tabut Perjanjian disimpan dan diyakini sebagai takhta kehadiran Allah di bumi. Itu adalah tempat yang sangat terlarang bagi siapa pun kecuali Imam Besar, yang bahkan ia sendiri harus mengikuti prosedur ketat dan penuh risiko kematian. Dengan kurban Kristus, tabir (tirai) yang memisahkan Ruang Mahakudus dari bagian Bait Allah yang lain telah robek dari atas ke bawah pada saat kematian-Nya (Matius 27:51). Ini secara simbolis menunjukkan bahwa hambatan antara manusia dan Allah telah disingkirkan. Kita, sebagai orang percaya, sekarang memiliki akses langsung dan tanpa batas ke hadirat Allah yang kudus melalui Kristus. Ini bukan lagi tentang lokasi fisik, melainkan tentang akses spiritual kepada takhta kasih karunia Allah.
B. Ibrani 10:20: "...oleh jalan yang baru dan yang hidup, yang telah dibukakan-Nya bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri,"
Ayat ini memperjelas sifat dari akses yang kita miliki:
- Oleh jalan yang baru dan yang hidup (ὁδὸν πρόσφατον καὶ ζῶσαν, hodon prosphaton kai zōsan):
- Baru (πρόσφατον, prosphaton): Kata ini berarti "baru disembelih," "baru," atau "segar." Ini menekankan bahwa jalan ini tidak usang atau tua, melainkan baru, segar, dan efektif secara terus-menerus. Ini adalah jalan yang baru diresmikan, membuka era baru dalam hubungan Allah dengan manusia, berbeda dengan jalan-jalan lama yang berbasis ritual dan sementara.
- Hidup (ζῶσαν, zōsan): Jalan ini tidak statis atau mati seperti sistem lama. Ini adalah jalan yang dinamis, aktif, dan memberikan kehidupan. Kristus sendiri adalah "hidup," dan jalan yang Dia buka adalah jalan yang memberi hidup, yang membawa kita ke dalam kehidupan yang berkelimpahan di hadirat Allah.
- Yang telah dibukakan-Nya bagi kita: Ini menegaskan bahwa jalan ini adalah inisiatif Allah, bukan hasil usaha manusia. Kristuslah yang membuka jalan ini, sebuah tindakan kasih karunia ilahi.
- Melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri: Penulis membuat paralel yang mendalam antara tabir Bait Allah yang robek dan tubuh Kristus yang terpecah di salib. Tabir fisik yang memisahkan manusia dari hadirat Allah kini digantikan oleh tubuh Kristus yang dikurbankan. Kematian-Nya adalah robeknya tabir itu, memungkinkan kita untuk masuk ke dalam hadirat Allah. Tubuh-Nya yang patah di salib adalah jalan yang baru dan hidup. Ini adalah metafora yang kuat yang menggarisbawahi bahwa Kristus adalah sarana dan mediator akses kita.
C. Ibrani 10:21: "dan karena kita mempunyai seorang Imam Besar agung atas rumah Allah,"
Ayat ini menambahkan alasan ketiga dan terakhir untuk keberanian kita:
- Seorang Imam Besar agung (ἱερέα μέγαν, hierea megan): Penulis kembali kepada tema kunci lain dari Kitab Ibrani: keimamatan Kristus. Kristus bukan hanya kurban yang sempurna, tetapi juga Imam Besar yang sempurna. Dia agung (besar) karena Dia adalah Anak Allah, Imam Besar menurut tata tertib Melkisedek yang kekal, bukan Lewi yang fana. Dia adalah Imam Besar yang mampu bersimpati dengan kelemahan kita (Ibrani 4:15-16), yang tidak perlu mempersembahkan kurban bagi dosa-Nya sendiri, dan yang hidup selamanya untuk menjadi perantara bagi kita (Ibrani 7:24-25).
- Atas rumah Allah (ἐπὶ τὸν οἶκον τοῦ Θεοῦ, epi ton oikon tou Theou): Ini merujuk pada otoritas dan pemerintahan Kristus. "Rumah Allah" di sini tidak lagi merujuk pada Bait Allah fisik, melainkan pada umat Allah—Gereja, komunitas orang percaya (1 Timotius 3:15; 1 Petrus 2:5). Kristus adalah Kepala Gereja, Raja atas umat-Nya. Keberadaan Imam Besar yang agung ini menjamin keamanan, perlindungan, dan penerimaan kita dalam hadirat Allah.
Singkatnya, Ibrani 10:19-21 memberikan tiga dasar yang tak tergoyahkan untuk akses dan keberanian kita di hadapan Allah: Darah Yesus (sebagai kurban yang sempurna), Tubuh Yesus (sebagai jalan yang baru dan hidup), dan Keimamatan Yesus (sebagai Imam Besar yang agung). Semua ini adalah anugerah murni dari Allah, bukan hasil dari usaha kita.
II. Panggilan Vertikal: Menghadap Allah (Ibrani 10:22)
Dengan fondasi yang telah diletakkan di ayat 19-21, penulis kemudian beralih ke panggilan pertama bagi orang percaya. Ini adalah respons pribadi kita terhadap anugerah Allah.
A. Ibrani 10:22: "Marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni."
Frasa "Marilah kita menghadap Allah" (Προσερχώμεθα, Proserchōmetha) adalah ajakan yang tegas dan merupakan panggilan pertama dari tiga serangkai "marilah kita." Ini adalah ajakan untuk secara aktif, disengaja, dan terus-menerus mendekati Allah. Ini bukan undangan untuk kebetulan, melainkan untuk partisipasi yang disengaja dalam hubungan yang telah dibuka Kristus.
Bagaimana kita harus menghadap Allah?
- Dengan hati yang tulus ikhlas (μετὰ ἀληθινῆς καρδίας, meta alēthinēs kardias): Pendekatan kita harus tulus, tidak munafik, dan sepenuh hati. Hati adalah pusat dari keberadaan moral dan spiritual kita. Tulus ikhlas berarti tidak ada agenda tersembunyi, tidak ada kepura-puraan, tidak ada motivasi campuran. Allah melihat hati, dan Dia rindu hubungan yang asli dan mendalam.
- Dan keyakinan iman yang teguh (ἐν πληροφορίᾳ πίστεως, en plērophoria pisteōs): Kata "keyakinan" (πληροφορία, plērophoria) berarti kepenuhan atau keyakinan penuh. Ini adalah keyakinan yang tidak goyah, tanpa keraguan tentang kesediaan Allah untuk menerima kita dan keefektifan kurban Kristus. Ini adalah iman yang percaya sepenuhnya pada janji-janji Allah dan pada apa yang telah Kristus lakukan. Tanpa iman seperti itu, mustahil menyenangkan Allah (Ibrani 11:6).
Mengapa kita bisa menghadap Allah dengan cara seperti ini? Karena dua hal yang telah terjadi pada kita:
- Oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat (ῥεραντισμένοι τὰς καρδίας ἀπὸ συνειδήσεως πονηρᾶς, rerantismenoi tas kardias apo syneidēseōs ponēras): Ini merujuk pada penyucian internal yang terjadi melalui darah Kristus. "Dibesihkan" (ῥεραντισμένοι, rerantismenoi) mengacu pada ritual percikan darah di Perjanjian Lama untuk pentahiran (misalnya Imamat 14:7; Bilangan 19:18), tetapi sekarang diaplikasikan secara rohani kepada hati kita. Darah Kristus telah membersihkan kita dari rasa bersalah dan membebaskan hati nurani kita dari beban dosa. Kita tidak lagi dihantui oleh tuduhan kesalahan yang menghalangi kita untuk mendekat kepada Allah. Ini adalah kedamaian dengan Allah.
- Dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni (λελουμένοι τὸ σῶμα ὕδατι καθαρῷ, leloumenoi to sōma hydati katharō): Ini sering ditafsirkan sebagai merujuk pada baptisan Kristen. Baptisan adalah tanda lahiriah dari anugerah batiniah, simbol dari pembersihan dosa dan komitmen kepada Kristus. Ini adalah deklarasi publik bahwa kita telah dibersihkan dan dipisahkan untuk Allah. Namun, ini juga dapat diartikan secara lebih luas sebagai tuntutan untuk hidup dalam kekudusan praktis, di mana kehidupan lahiriah kita mencerminkan pembersihan batiniah. Ini adalah panggilan untuk kesucian hidup yang merupakan manifestasi dari hubungan kita yang baru dengan Allah.
Jadi, panggilan pertama adalah untuk mengalami dan mempraktikkan hubungan pribadi yang intim dengan Allah, yang dimungkinkan oleh darah Kristus, didorong oleh hati yang tulus dan iman yang teguh, dan dimanifestasikan dalam kehidupan yang bersih secara internal maupun eksternal.
III. Panggilan Internal: Berpegang Teguh pada Pengharapan (Ibrani 10:23)
Setelah panggilan untuk mendekat kepada Allah secara pribadi, penulis beralih ke panggilan kedua, yang berfokus pada ketekunan pribadi di tengah tantangan.
A. Ibrani 10:23: "Marilah kita teguh berpegang pada pengharapan yang kita akui, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia."
Frasa "Marilah kita teguh berpegang" (Κατέχωμεν τὴν ὁμολογίαν τῆς ἐλπίδος ἀκλινῆ, Katechōmen tēn homologian tēs elpidos aklinē) adalah ajakan kedua. Kata "teguh berpegang" (κατέχωμεν, katechōmen) berarti memegang erat, menahan, atau mempertahankan. Ini adalah seruan untuk ketekunan dan kesetiaan, terutama dalam menghadapi kesulitan, penganiayaan, atau godaan untuk menyerah.
Apa yang harus kita pegang teguh?
- Pada pengharapan yang kita akui (τὴν ὁμολογίαν τῆς ἐλπίδος, tēn homologian tēs elpidos): Ini bukan sekadar keinginan belaka, melainkan "pengharapan" (ἐλπίδος, elpidos) Kristen yang pasti dan berdasar. Pengharapan ini mencakup keselamatan kita yang telah digenapi, kehidupan kekal, kebangkitan orang mati, kedatangan Kristus kembali, dan pemenuhan semua janji Allah. Ini adalah "pengakuan" (ὁμολογίαν, homologian) yang kita nyatakan secara publik, sebuah deklarasi iman kita. Meneguhkan pengakuan ini berarti hidup sesuai dengan apa yang kita yakini, mempertahankannya di hadapan dunia.
Mengapa kita bisa berpegang teguh pada pengharapan ini?
- Sebab Ia, yang menjanjikannya, setia (πιστὸς γὰρ ὁ ἐπαγγειλάμενος, pistos gar ho epangeilamenos): Inilah fondasi utama dari ketekunan kita. Harapan kita tidak didasarkan pada kekuatan kita sendiri, kemampuan kita untuk bertahan, atau kelayakan kita. Sebaliknya, itu didasarkan pada karakter Allah. Dia yang telah membuat janji-janji keselamatan, pengampunan, dan kehidupan kekal adalah Allah yang setia, yang selalu menepati firman-Nya. Kesetiaan-Nya adalah jangkar jiwa kita di tengah badai kehidupan. Ini adalah jaminan yang tak tergoyahkan.
Panggilan kedua ini, oleh karena itu, adalah tentang ketekunan pribadi. Ini adalah seruan untuk secara konsisten berpegang pada keyakinan kita, memelihara harapan kita yang pasti, dan menolak untuk goyah, karena kita memiliki Allah yang setia yang akan menepati setiap janji-Nya.
IV. Panggilan Horizontal: Saling Memperhatikan dan Mendorong (Ibrani 10:24-25)
Setelah membahas dimensi vertikal (menghadap Allah) dan dimensi internal (berpegang teguh pada pengharapan), penulis beralih ke dimensi horizontal—bagaimana kita hidup sebagai komunitas. Ini adalah respons kolektif kita terhadap anugerah Allah.
A. Ibrani 10:24: "Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik."
Frasa "Dan marilah kita saling memperhatikan" (Καὶ κατανοῶμεν ἀλλήλους, Kai katanoōmen allēlous) adalah ajakan ketiga dan membawa kita ke dalam ranah kehidupan komunitas. Kata "memperhatikan" (κατανοῶμεν, katanoōmen) berarti mempertimbangkan dengan cermat, mengamati secara saksama, atau memahami secara teliti. Ini bukan sekadar pandangan sekilas, melainkan pengamatan yang disengaja dan penuh perhatian terhadap kondisi spiritual, emosional, dan fisik saudara-saudari seiman kita.
Mengapa kita harus saling memperhatikan?
- Supaya kita saling mendorong (εἰς παροξυσμὸν ἀγάπης καὶ καλῶν ἔργων, eis paroxysmon agapēs kai kalōn ergōn): Kata "mendorong" (παροξυσμός, paroxysmos) dapat memiliki konotasi negatif (misalnya, provokasi dalam perdebatan), tetapi di sini jelas digunakan dalam arti positif, yaitu untuk merangsang, membangkitkan, atau menggalakkan. Ini adalah panggilan untuk memicu satu sama lain, bukan ke arah kemarahan atau perselisihan, melainkan ke arah sesuatu yang mulia.
- Dalam kasih dan dalam pekerjaan baik: Inilah tujuan dari dorongan tersebut.
- Kasih (ἀγάπης, agapēs): Kasih Kristen yang tanpa syarat dan mengorbankan diri adalah perintah tertinggi (Matius 22:37-40; Yohanes 13:34-35). Dorongan kita harus bertujuan untuk memperdalam kasih kita kepada Allah dan sesama.
- Pekerjaan baik (καλῶν ἔργων, kalōn ergōn): Iman yang sejati tidak pernah pasif; ia selalu menghasilkan buah-buah kebenaran. "Pekerjaan baik" adalah manifestasi nyata dari iman dan kasih kita kepada Allah dan sesama (Yakobus 2:17). Ini termasuk pelayanan, kemurahan hati, keadilan, dan tindakan-tindakan lain yang memuliakan Allah dan memberkati manusia.
Panggilan ini menyoroti pentingnya kepedulian yang aktif dan proaktif dalam komunitas Kristen. Kita bertanggung jawab, bukan hanya untuk pertumbuhan rohani kita sendiri, tetapi juga untuk membantu orang lain bertumbuh dalam kasih dan karya baik.
B. Ibrani 10:25: "Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, melainkan marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang Hari Tuhan yang mendekat."
Ayat ini adalah aplikasi spesifik dari "saling memperhatikan dan mendorong":
- Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita (Μὴ ἐγκαταλείποντες τὴν ἐπισυναγωγὴν ἑαυτῶν, Mē egkataleipontes tēn episynagōgēn heautōn): Ini adalah perintah yang jelas dan langsung. Kata "menjauhkan diri" (ἐγκαταλείποντες, egkataleipontes) berarti meninggalkan sepenuhnya, meninggalkan dalam kesulitan, atau mengabaikan. "Pertemuan-pertemuan ibadah kita" (ἐπισυναγωγὴν, episynagōgēn) merujuk pada pertemuan jemaat untuk ibadah, persekutuan, dan pengajaran. Ini adalah peringatan keras terhadap isolasi, kemalasan rohani, atau ketakutan yang menyebabkan orang-orang Kristen menjauh dari komunitas. Bagi para pembaca Ibrani, ini mungkin karena tekanan penganiayaan atau godaan untuk kembali ke sinagog Yahudi yang aman. Bagi kita, bisa jadi karena kenyamanan, kesibukan, atau kemerosotan rohani.
- Seperti dibiasakan oleh beberapa orang: Ini menunjukkan bahwa masalah penarikan diri dari komunitas adalah masalah nyata di antara para pembaca asli. Ini bukanlah hipotesis, melainkan kebiasaan yang mulai berkembang.
- Melainkan marilah kita saling menasihati (ἀλλὰ παρακαλοῦντες, alla parakalountes): Ini adalah solusi dan alternatifnya. Kata "menasihati" (παρακαλοῦντες, parakalountes) adalah kata yang kaya, sering diterjemahkan sebagai "menghibur," "mendorong," "memohon," atau "menguatkan." Ini adalah panggilan untuk aktif terlibat dalam kehidupan satu sama lain, memberikan dorongan, penghiburan, dan kadang-kadang teguran yang membangun yang dibutuhkan untuk ketekunan dalam iman.
- Dan semakin giat melakukannya menjelang Hari Tuhan yang mendekat (καὶ τοσούτῳ μᾶλλον ὅσῳ βλέπετε ἐγγίζουσαν τὴν ἡμέραν, kai tosoutō mallon hosō blepete engizousan tēn hēmeran): Ini adalah penekanan terakhir dan memberikan dimensi eskatologis pada ajakan ini. "Semakin giat melakukannya" menunjukkan urgensi yang meningkat. "Hari Tuhan yang mendekat" (τὴν ἡμέραν, tēn hēmeran) mengacu pada hari kedatangan Kristus kembali, hari penghakiman, dan pemenuhan akhir dari janji-janji Allah. Semakin dekat kita melihat akhir zaman, semakin penting bagi kita untuk bertekun dalam persekutuan, saling mendorong, dan hidup dalam kasih serta pekerjaan baik. Kesadaran akan kedekatan kedatangan Kristus seharusnya tidak menyebabkan kepanikan, melainkan memotivasi kita untuk hidup dengan tujuan dan komitmen yang lebih besar.
Ayat ini menegaskan bahwa persekutuan Kristen bukanlah pilihan, melainkan sebuah keharusan. Ini adalah arena di mana kasih dipraktikkan, harapan diperkuat, dan setiap orang didorong untuk tetap setia sampai akhir. Komunitas adalah wadah di mana panggilan untuk menghadap Allah dan berpegang teguh pada pengharapan dapat dipelihara dan dihidupkan.
Sintesis dan Aplikasi: Hidup dalam Realitas Perjanjian Baru
Perikop Ibrani 10:19-25 adalah salah satu bagian paling kuat dan transformatif dalam Kitab Ibrani. Ini bukan hanya sebuah penutup logis untuk argumen-argumen teologis sebelumnya, tetapi juga merupakan pintu gerbang menuju kehidupan Kristen yang aktif dan penuh makna. Tiga "Marilah kita" yang menjadi inti perikop ini membentuk tiga pilar fundamental bagi kehidupan orang percaya yang utuh: hubungan vertikal dengan Allah, ketekunan internal dalam iman, dan komitmen horizontal terhadap komunitas.
Tiga Pilar Kehidupan Kristen yang Saling Terhubung
Ketiga panggilan ini—menghadap Allah, berpegang teguh pada pengharapan, dan saling memperhatikan—bukanlah perintah yang terpisah atau mandiri. Sebaliknya, mereka saling terkait dan memperkuat satu sama lain, menciptakan sebuah sinergi yang mendorong pertumbuhan rohani yang holistik.
- Menghadap Allah (Ibrani 10:22): Ini adalah landasan dan sumber dari segala kekuatan. Karena Kristus telah membuka jalan bagi kita ke dalam Ruang Mahakudus, kita memiliki hak istimewa untuk datang langsung ke hadirat Allah. Keberanian ini melahirkan keintiman, dan keintiman ini adalah bahan bakar bagi kehidupan rohani kita. Ketika kita secara konsisten menghadap Allah dengan hati yang tulus dan iman yang teguh, kita diperbarui, diampuni, dan diperlengkapi. Hubungan vertikal ini adalah prioritas utama, dari sanalah semua hal lain mengalir. Tanpa akses yang berani ini, dua pilar lainnya tidak akan mungkin berdiri kokoh.
- Berpegang Teguh pada Pengharapan (Ibrani 10:23): Pengalaman kita dalam menghadap Allah secara langsung memperkuat pengharapan kita. Kita datang kepada Allah karena kita percaya pada janji-janji-Nya, dan setiap kali kita mengalami kasih karunia dan kehadiran-Nya, iman dan pengharapan kita diperkuat. Pengharapan yang teguh ini, yang berlabuh pada kesetiaan Allah, memungkinkan kita untuk bertahan dalam menghadapi kesulitan, keraguan, dan cobaan. Ini adalah kekuatan internal yang memungkinkan kita untuk tidak goyah dalam iman kita. Menghadap Allah memberi kita alasan untuk memiliki pengharapan, dan pengharapan itu memotivasi kita untuk terus menghadap Dia.
- Saling Memperhatikan dan Mendorong (Ibrani 10:24-25): Kita tidak dipanggil untuk menjalani kehidupan Kristen sendirian. Pertumbuhan rohani dan ketekunan dalam pengharapan tidak mungkin terwujud secara optimal tanpa dukungan komunitas. Ketika kita saling memperhatikan, kita mampu mendorong satu sama lain dalam kasih dan pekerjaan baik. Kita berbagi beban, merayakan kemenangan, dan saling menegur dengan kasih. Persekutuan ini adalah lingkungan di mana pengharapan diperkuat, dan di mana kita belajar untuk mengaplikasikan kebenaran yang kita terima dari hadirat Allah. Dengan kata lain, hubungan vertikal kita dengan Allah mendorong kita untuk memiliki ketekunan pribadi, dan ketekunan pribadi ini dipertahankan dan diperkuat melalui hubungan horizontal kita dalam komunitas.
Ketiga perintah ini membentuk sebuah lingkaran kehidupan rohani yang sehat. Kita mendekat kepada Allah (vertikal), yang memampukan kita untuk berpegang pada pengharapan di tengah hidup (internal), yang kemudian diekspresikan dan diperkuat dalam kasih dan dukungan timbal balik dalam komunitas (horizontal), yang pada gilirannya mempersiapkan kita untuk kedatangan Kristus.
Aplikasi Praktis untuk Kehidupan Modern
Meskipun ditulis untuk audiens yang hidup dalam konteks yang sangat berbeda, kebenaran dari Ibrani 10:19-25 tetap relevan dan mendesak bagi kita di zaman modern.
1. Praktik Keintiman Vertikal: Menghadap Allah dengan Keberanian
Di dunia yang serba cepat dan penuh gangguan, mudah sekali untuk kehilangan keintiman pribadi dengan Allah. Panggilan untuk "menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh" adalah undangan untuk:
- Prioritaskan Doa dan Studi Firman: Jadikan waktu pribadi dengan Allah sebagai bagian yang tak terpisahkan dari rutinitas harian. Doa bukanlah upaya untuk membujuk Allah, melainkan percakapan yang jujur dengan Bapa yang mengasihi, yang kepadanya kita memiliki akses penuh. Studi firman adalah cara kita mendengar suara-Nya dan memperbarui pikiran kita.
- Hidup dalam Kesadaran akan Pengampunan: Ingatlah bahwa hati nurani kita telah dibersihkan oleh darah Kristus. Jangan biarkan rasa bersalah yang tidak perlu atau tuduhan dari Iblis menghalangi Anda untuk mendekat kepada Allah. Terimalah pengampunan-Nya yang sempurna dan hiduplah dalam kebebasan yang diberikannya.
- Berkomitmen pada Kekudusan: "Tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni" adalah panggilan untuk hidup yang kudus, baik secara internal maupun eksternal. Ini berarti membuat pilihan-pilihan yang memuliakan Allah dalam perkataan, perbuatan, dan pikiran kita. Kekudusan bukanlah upaya untuk mendapatkan kasih Allah, melainkan respons terhadap kasih-Nya yang telah diterima.
2. Perkuat Harapan Internal: Teguh Berpegang pada Janji Ilahi
Kita hidup di tengah berita buruk, ketidakpastian ekonomi, dan tantangan pribadi yang tak terhitung jumlahnya. Godaan untuk menyerah pada keputusasaan adalah nyata. Panggilan untuk "teguh berpegang pada pengharapan yang kita akui" adalah seruan untuk:
- Fokus pada Kesetiaan Allah: Dalam setiap musim kehidupan, ingatkan diri Anda akan karakter Allah yang tak tergoyahkan. Dia setia, Dia tidak pernah berjanji lebih dari yang bisa Dia tepati, dan Dia tidak pernah gagal menepati janji-Nya. Bangun iman Anda pada kebenaran ini.
- Nyatakan Harapan Anda: "Pengharapan yang kita akui" menunjukkan bahwa iman kita bukanlah hal pribadi yang tersembunyi, melainkan sesuatu yang kita nyatakan, baik melalui perkataan maupun cara hidup kita. Berbagilah pengharapan Anda dengan orang lain, dan biarkan hidup Anda menjadi saksi bagi janji-janji Allah.
- Melawan Keraguan dengan Kebenaran: Ketika keraguan menyerang, lawanlah dengan firman Allah. Berpegang teguh pada janji-janji-Nya, bahkan ketika perasaan Anda tidak sejalan.
3. Hidup dalam Komunitas Horizontal: Saling Memperhatikan dan Mendorong
Individualisme adalah tren yang kuat di masyarakat modern. Namun, Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa iman kita dimaksudkan untuk dihidupkan dalam komunitas. Panggilan untuk "saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik" adalah perintah untuk:
- Aktif dalam Persekutuan Gereja: Jangan "menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah." Bergabunglah dengan gereja lokal yang sehat dan berkomitmenlah untuk berpartisipasi aktif. Kehadiran Anda bukan hanya untuk Anda sendiri, tetapi juga untuk orang lain yang membutuhkan dorongan dan kehadiran Anda.
- Kembangkan Hubungan yang Disengaja: Jangan biarkan persekutuan Anda hanya di permukaan. Carilah kesempatan untuk benar-benar mengenal saudara-saudari seiman Anda, bertanya tentang kehidupan mereka, dan melayani mereka. Praktikkan "saling memperhatikan" dengan tulus.
- Jadilah Sumber Dorongan: Dengan sengaja "saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik." Ini berarti menjadi pembangun, bukan perusak; menjadi pendorong, bukan penghalang. Carilah kesempatan untuk memuji, menghibur, menasihati, dan menantang orang lain untuk bertumbuh dalam Kristus.
- Waspada terhadap "Hari Tuhan": Kesadaran akan kedekatan kedatangan Kristus seharusnya meningkatkan urgensi kita. Ini memotivasi kita untuk tidak menunda dalam hidup kudus, berpegang teguh pada pengharapan, dan membangun komunitas. Ini bukan waktunya untuk menjadi lesu, melainkan untuk menjadi giat dalam pelayanan dan kasih.
Ibrani 10:19-25 adalah sebuah rangkuman yang indah tentang apa artinya menjadi orang percaya dalam perjanjian baru. Ini adalah panggilan untuk hidup yang didasarkan pada karya Kristus yang telah selesai, yang diwujudkan dalam hubungan pribadi yang intim dengan Allah, ketekunan yang teguh dalam pengharapan, dan kasih yang aktif dalam komunitas. Ini adalah peta jalan menuju kehidupan yang berani, bermakna, dan berpusat pada Kristus, saat kita menantikan kedatangan-Nya yang mulia.
Penutup: Keberanian, Harapan, dan Kasih – Sebuah Legasi Abadi
Di akhir renungan kita atas perikop Ibrani 10:19-25 yang begitu kaya ini, kita kembali dihadapkan pada kedalaman anugerah Allah dan tanggung jawab yang menyertainya. Ayat-ayat ini bukan sekadar ajaran teologis yang menarik untuk dipelajari, melainkan sebuah manifesto kehidupan bagi setiap orang percaya. Mereka memanggil kita untuk hidup dalam keberanian yang dihasilkan dari akses kita yang tak terbatas kepada Allah, untuk berpegang teguh pada pengharapan yang tak tergoyahkan yang dijamin oleh kesetiaan-Nya, dan untuk mempraktikkan kasih yang nyata dalam komunitas, semua dengan kesadaran akan kedatangan Hari Tuhan yang semakin mendekat.
Penting untuk diingat bahwa ketiga seruan "Marilah kita" ini (menghadap Allah, berpegang teguh, dan saling memperhatikan) tidak didasarkan pada kekuatan atau kelayakan kita sendiri, melainkan sepenuhnya pada pekerjaan Kristus yang telah selesai. Dialah yang telah mengurbankan darah-Nya, membuka jalan yang baru dan hidup, dan bertindak sebagai Imam Besar Agung kita. Oleh karena itu, keberanian kita bukan kesombongan, tetapi keyakinan yang rendah hati pada kebenaran yang agung ini. Pengharapan kita bukan angan-angan, melainkan kepastian yang didasarkan pada janji Allah yang setia. Dan kasih kita bukan hanya emosi, tetapi tindakan konkret yang mengalir dari hati yang telah diubahkan.
Dalam dunia yang terus berubah, di mana nilai-nilai moral sering kali tergerus dan kebenaran menjadi relatif, panggilan untuk hidup sesuai dengan Ibrani 10:19-25 menjadi semakin relevan. Ini adalah undangan untuk menjadi umat yang berbeda, yang menonjol karena hubungan mendalamnya dengan Allah, ketekunannya dalam menghadapi cobaan, dan kasihnya yang tak mementingkan diri terhadap sesama. Ini adalah visi tentang Gereja yang kuat, bukan hanya dalam jumlahnya, tetapi dalam kualitas spiritual dan komitmen timbal baliknya.
Marilah kita merespons panggilan ilahi ini dengan sungguh-sungguh. Biarkan setiap hari menjadi kesempatan untuk "menghadap Allah" dalam doa dan firman, menyadari bahwa kita memiliki akses tak terbatas ke takhta kasih karunia-Nya. Biarkan hati kita "teguh berpegang pada pengharapan" akan kedatangan Kristus dan pemenuhan semua janji-Nya, tidak peduli apa pun badai yang mungkin menerpa kita. Dan marilah kita secara aktif "saling memperhatikan" di dalam komunitas, mencari cara untuk mendorong, membangun, dan mengasihi satu sama lain, karena melalui kasih itulah dunia akan mengenal Kristus.
Sebagai orang percaya yang hidup di ambang kekekalan, dengan "Hari Tuhan yang mendekat," kita memiliki alasan yang paling kuat untuk menjalankan panggilan ini dengan semangat yang semakin besar. Jangan biarkan kita menjadi seperti "beberapa orang" yang menjauhkan diri, tetapi marilah kita menjadi umat yang giat, yang hidup dalam terang kebenaran ini, yang bersinar sebagai mercusuar harapan di tengah kegelapan. Dengan demikian, kita tidak hanya akan menggenapi tujuan Allah bagi hidup kita, tetapi juga akan membawa kemuliaan bagi nama Kristus yang agung, Imam Besar dan Jalan Hidup kita.
Semoga renungan ini menjadi dorongan bagi setiap hati untuk semakin mengasihi Kristus dan menjalani hidup yang mencerminkan anugerah-Nya yang tak terhingga.