Kasih Persaudaraan dan Keramahan (Ibrani 13:1-3)
Ibrani 13:1-3: "Peliharalah kasih persaudaraan! Jangan kamu lupa memberi tumpangan, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat. Ingatlah orang-orang hukuman, karena kamu sendiri juga adalah orang-orang hukuman. Ingatlah orang-orang yang diperlakukan semena-mena, karena kamu sendiri juga adalah manusia biasa."
Pasal ini dibuka dengan perintah yang fundamental: "Peliharalah kasih persaudaraan!" Kata Yunani untuk "kasih persaudaraan" adalah philadelphia, yang berarti kasih terhadap saudara-saudari seiman. Ini bukan sekadar sentimen hangat, melainkan sebuah tindakan aktif dan berkelanjutan. Penulis Ibrani menekankan bahwa kasih ini harus dipelihara, seolah-olah ia adalah api yang perlu dijaga agar tidak padam. Dalam konteks jemaat perdana, yang sering kali menghadapi penganiayaan dan tekanan dari dunia luar, kasih persaudaraan menjadi perekat yang sangat vital. Itu adalah fondasi komunitas yang kuat, tempat anggota saling menopang, menghibur, dan menguatkan.
Kasih persaudaraan ini kemudian diwujudkan dalam tindakan konkret: keramahan (hospitality). "Jangan kamu lupa memberi tumpangan." Dalam budaya kuno, memberi tumpangan kepada orang asing, terutama sesama orang percaya yang bepergian, adalah tanda kasih yang mendalam dan sebuah kebutuhan praktis. Hotel dan penginapan seringkali tidak aman atau mahal, sehingga rumah jemaat menjadi tempat perlindungan yang penting. Penulis mengingatkan pembacanya akan kisah Abraham dan Lot yang tanpa sadar menjamu malaikat (Kejadian 18-19). Ini bukan hanya tentang kemungkinan menjamu malaikat, tetapi tentang kesediaan hati untuk membuka rumah dan kehidupan kita bagi mereka yang membutuhkan, tanpa mengharapkan balasan.
Simbol kebersamaan dan kasih persaudaraan.
Selanjutnya, penulis mengajak jemaat untuk mengingat orang-orang yang menderita: "Ingatlah orang-orang hukuman, karena kamu sendiri juga adalah orang-orang hukuman. Ingatlah orang-orang yang diperlakukan semena-mena, karena kamu sendiri juga adalah manusia biasa." Panggilan untuk mengingat orang-orang hukuman sangat relevan pada masa itu, di mana banyak orang Kristen dipenjarakan karena iman mereka. Ini berarti lebih dari sekadar berdoa untuk mereka; ini bisa berarti mengunjungi mereka, menyediakan kebutuhan mereka, atau bahkan bersaksi di pengadilan jika memungkinkan. Penulis menggunakan argumen empati: "karena kamu sendiri juga adalah orang-orang hukuman" (secara harfiah, "kamu sendiri juga berada di dalam tubuh"), yang menyiratkan bahwa mereka semua berbagi kemanusiaan yang sama dan dapat mengalami penderitaan yang serupa.
Panggilan untuk mengingat orang-orang yang diperlakukan semena-mena adalah perluasan dari konsep ini. Ini mencakup semua bentuk penderitaan dan ketidakadilan. Jemaat diminta untuk berempati dan bertindak, karena mereka sendiri pun adalah manusia biasa yang rentan terhadap penderitaan. Di sini, penulis menekankan solidaritas dalam penderitaan, sebuah tema yang kuat dalam seluruh surat Ibrani yang menyerukan ketekunan dalam menghadapi kesulitan. Dengan demikian, kasih persaudaraan tidak hanya terbatas pada lingkungan yang nyaman tetapi meluas kepada mereka yang berada di pinggir, yang membutuhkan uluran tangan dan ingatan yang tulus.
Dalam konteks modern, perintah ini tetap relevan. Kasih persaudaraan masih menjadi fondasi komunitas Kristen yang sehat. Keramahan bisa diwujudkan dengan membuka rumah kita, atau bahkan sekadar hati dan waktu kita, bagi orang lain. Mengingat mereka yang menderita berarti terlibat dalam keadilan sosial, mengunjungi yang sakit atau dipenjara (baik secara harfiah maupun kiasan karena keterikatan dosa), dan berdiri bersama mereka yang tertindas. Ini adalah panggilan untuk melampaui egoisme dan hidup dalam kasih yang aktif, yang mencerminkan kasih Kristus.
Kesucian Pernikahan (Ibrani 13:4)
Ibrani 13:4: "Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan hendaklah kamu menjaga kemurnian tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah."
Perintah berikutnya beralih ke salah satu pilar masyarakat yang paling fundamental: pernikahan. "Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan hendaklah kamu menjaga kemurnian tempat tidur." Penulis menegaskan nilai luhur pernikahan yang ditetapkan oleh Allah. Pernikahan harus dihormati oleh semua orang, bukan hanya oleh mereka yang sudah menikah. Ini menunjukkan bahwa pernikahan adalah institusi yang suci dan kudus, yang mencerminkan hubungan Kristus dengan gereja-Nya (Efesus 5:22-33). Rasa hormat ini berarti menjunjung tinggi martabatnya, memandang nilai ilahinya, dan melindunginya dari segala bentuk pencemaran.
Frasa "menjaga kemurnian tempat tidur" secara langsung mengacu pada kesetiaan seksual dalam pernikahan. Ini adalah perintah untuk menghindari segala bentuk perzinahan dan percabulan. Pernikahan adalah ikatan eksklusif antara seorang pria dan seorang wanita, yang dirancang oleh Allah sebagai wadah kasih, keintiman, dan prokreasi. Kemurnian tempat tidur adalah ekspresi dari komitmen mutlak terhadap pasangan dan kepada Allah yang mendirikan lembaga ini. Dalam dunia kuno yang sering kali permisif, dan bahkan di dunia modern yang menantang batas-batas moral, perintah ini berdiri sebagai benteng terhadap amoralitas seksual.
Simbol kasih dan kesetiaan dalam pernikahan.
Alasan di balik perintah ini adalah serius dan penuh peringatan: "sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah." Ini adalah peringatan keras bahwa pelanggaran terhadap kekudusan pernikahan bukanlah masalah sepele yang bisa diabaikan. Allah, sebagai Pencipta dan Hakim yang adil, akan mengadili mereka yang tidak menghormati lembaga pernikahan dan hidup dalam dosa seksual. Penulis Ibrani mengingatkan para pembacanya tentang konsekuensi ilahi dari ketidaksetiaan, menyoroti bahwa tindakan-tindakan ini bertentangan dengan kehendak Allah dan akan menghadapi penghakiman-Nya.
Implikasi dari ayat ini sangat luas. Ini memanggil semua orang percaya, baik yang lajang maupun yang sudah menikah, untuk menjaga standar kekudusan seksual. Bagi yang lajang, ini berarti menjaga diri dari percabulan dan memuliakan Allah dengan tubuh mereka. Bagi yang sudah menikah, ini berarti setia sepenuhnya kepada pasangan mereka, baik secara fisik maupun emosional, dan melindungi ikatan pernikahan mereka dari segala ancaman. Dalam masyarakat yang seringkali meremehkan pernikahan dan mempromosikan kebebasan seksual tanpa batas, panggilan untuk menghormati pernikahan dan menjaga kemurniannya adalah sebuah kontranarasi yang kuat, sebuah kesaksian tentang nilai-nilai Kerajaan Allah.
Kekudusan pernikahan bukan hanya tentang menghindari dosa, tetapi juga tentang merangkul desain Allah yang indah untuk hubungan antara seorang pria dan seorang wanita. Ini adalah arena di mana kasih, pengorbanan, pengampunan, dan pertumbuhan karakter dapat berkembang. Dengan menghormati pernikahan, kita tidak hanya menghormati pasangan kita, tetapi yang terutama, kita menghormati Allah yang menetapkan institusi ini sebagai cerminan kasih-Nya yang setia.
Bebas dari Cinta Uang dan Berserah Penuh (Ibrani 13:5-6)
Ibrani 13:5-6: "Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: 'Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.' Sebab itu dengan yakin kita dapat berkata: 'Tuhan adalah Penolongku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat diperbuat manusia terhadap aku?'"
Bagian selanjutnya beralih ke masalah materi dan keuangan, sebuah area yang tak kalah penting dalam kehidupan praktis. "Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu." Ini adalah perintah yang sangat relevan di setiap zaman, terutama di tengah masyarakat yang cenderung materialistis. "Hamba uang" (Yunani: aphilargyros, "tanpa cinta uang") bukan berarti uang itu sendiri jahat, melainkan cinta akan uanglah yang menjadi akar segala kejahatan (1 Timotius 6:10). Cinta uang dapat memimpin kepada ketidakjujuran, ketamakan, kecemasan, dan hilangnya fokus rohani.
Sebagai antitesis dari cinta uang, penulis menyerukan kontenmen atau kecukupan hati: "cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu." Ini adalah sebuah sikap hati yang percaya bahwa apa yang Allah berikan sudah cukup. Ini bukan berarti pasif dan tidak bekerja, melainkan menemukan kepuasan dan damai sejahtera dalam situasi ekonomi saat ini, tanpa terus-menerus mengejar kekayaan yang lebih besar dengan mengorbankan nilai-nilai rohani atau moral. Sikap ini membebaskan kita dari jerat ketamakan, iri hati, dan kecemasan akan masa depan.
Simbol uang, mengingatkan untuk tidak menjadi hamba materi.
Dasar dari perintah ini adalah sebuah janji ilahi yang menguatkan: "Karena Allah telah berfirman: 'Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.'" Kutipan ini adalah gabungan dari janji-janji Allah kepada Yosua (Yosua 1:5) dan Yakub (Kejadian 28:15). Ini adalah jaminan tak tergoyahkan akan kehadiran, pemeliharaan, dan kesetiaan Allah. Janji ini bukan hanya untuk individu-individu tertentu, tetapi untuk seluruh umat-Nya. Dalam menghadapi ketidakpastian finansial, ancaman penganiayaan, atau kesulitan hidup lainnya, jaminan ini menjadi jangkar bagi jiwa. Allah yang setia akan selalu menyertai, menopang, dan tidak akan pernah meninggalkan anak-anak-Nya.
Karena janji yang kokoh ini, orang percaya dapat dengan yakin menyatakan (mengutip Mazmur 118:6): "Sebab itu dengan yakin kita dapat berkata: 'Tuhan adalah Penolongku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat diperbuat manusia terhadap aku?'" Pernyataan ini adalah ekspresi iman yang berani dan percaya diri. Jika Allah adalah Penolong kita, siapa atau apa yang dapat melawan kita? Kekuatan manusia, ancaman dunia, bahkan kekurangan materi, menjadi kecil di hadapan kuasa dan kesetiaan Allah yang tak terbatas. Ini adalah kebebasan dari ketakutan yang datang dari ketergantungan penuh pada Allah, bukan pada kekayaan atau kekuatan manusia.
Dalam kehidupan sehari-hari, ayat ini menantang kita untuk mengevaluasi kembali prioritas kita. Apakah kita mengejar kekayaan dengan mengorbankan waktu untuk keluarga, pelayanan, atau kesehatan rohani? Apakah kita terus-menerus merasa tidak cukup, meskipun memiliki banyak? Panggilan untuk kecukupan adalah panggilan untuk percaya sepenuhnya kepada pemeliharaan Allah, untuk membebaskan diri dari kecemasan finansial, dan untuk menemukan sukacita dalam kasih karunia-Nya yang berlimpah. Dengan demikian, kita dapat hidup dengan hati yang damai, tahu bahwa Tuhan adalah Penolong kita yang setia.
Mengingat dan Meneladani Pemimpin Rohani (Ibrani 13:7, 17)
Ibrani 13:7: "Ingatlah akan pemimpin-pemimpinmu, yang telah menyampaikan firman Allah kepadamu. Perhatikanlah akhir hidup mereka dan contohlah iman mereka."
Ibrani 13:17: "Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu, sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atasnya. Dengan jalan itu mereka akan melakukannya dengan sukacita dan bukan dengan keluh kesah, sebab hal itu tidak akan membawa keuntungan bagimu."
Penulis Ibrani memberikan instruksi penting mengenai hubungan jemaat dengan pemimpin-pemimpin rohani mereka. Ayat 7 adalah panggilan untuk mengingat dan meneladani mereka yang telah memimpin. "Ingatlah akan pemimpin-pemimpinmu, yang telah menyampaikan firman Allah kepadamu." Ini merujuk kepada para pemimpin awal yang mungkin telah wafat atau tidak lagi bersama mereka, tetapi warisan iman dan pengajaran mereka tetap hidup. "Mengingat" di sini bukan hanya dalam arti mengenang, tetapi juga dalam arti menghargai ajaran dan teladan mereka. Para pemimpin ini diakui karena telah "menyampaikan firman Allah," yang menunjukkan otoritas dan fungsi utama mereka sebagai penyalur kebenaran ilahi.
Jemaat diminta untuk "Perhatikanlah akhir hidup mereka dan contohlah iman mereka." Ini adalah nasihat yang bijaksana. Seiring waktu, karakter sejati dan kedalaman iman seseorang akan terungkap. Dengan memperhatikan bagaimana para pemimpin ini menjalani hidup mereka, terutama dalam menghadapi kesulitan dan kematian (akhir hidup mereka), jemaat dapat melihat ketekunan iman mereka. Penulis tidak menyuruh mereka untuk meniru kepribadian atau gaya hidup, tetapi untuk meniru iman mereka—yaitu, kepercayaan mereka yang teguh kepada Allah, ketabahan mereka dalam penganiayaan, dan kesetiaan mereka kepada Injil. Ini adalah undangan untuk menemukan inspirasi dari warisan rohani yang baik.
Simbol pengajaran dan firman Allah yang disampaikan pemimpin.
Kemudian di ayat 17, penulis membahas hubungan dengan pemimpin yang aktif saat ini. "Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu, sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atasnya." Ini adalah panggilan untuk otoritas yang sehat dalam gereja. Para pemimpin rohani (penatua, gembala, dsb.) memiliki tanggung jawab ilahi untuk "berjaga-jaga atas jiwa" jemaat. Mereka adalah gembala yang bertanggung jawab untuk melindungi, membimbing, dan memelihara kawanan. Ketaatan dan ketundukan di sini tidak berarti kepatuhan buta, melainkan pengakuan terhadap peran dan otoritas yang diberikan Allah kepada para pemimpin untuk kebaikan rohani jemaat.
Alasan penting untuk ketaatan ini adalah demi kebaikan bersama: "Dengan jalan itu mereka akan melakukannya dengan sukacita dan bukan dengan keluh kesah, sebab hal itu tidak akan membawa keuntungan bagimu." Ketika jemaat taat dan bekerja sama dengan pemimpin mereka, itu meringankan beban pemimpin dan memungkinkan mereka untuk melayani dengan sukacita. Sebaliknya, jika jemaat memberontak atau tidak kooperatif, itu akan menyebabkan "keluh kesah" bagi para pemimpin, yang pada akhirnya merugikan seluruh jemaat. Pelayanan yang dibebani oleh keluh kesah tidak akan efektif dan tidak membawa berkat. Ini adalah pengingat bahwa hubungan antara pemimpin dan jemaat adalah dua arah, saling melengkapi, dan saling menguntungkan ketika dijalankan sesuai kehendak Allah.
Dalam praktik Kristen saat ini, ayat-ayat ini mengingatkan kita akan pentingnya menghargai dan mendukung para pemimpin gereja. Kita harus menghormati mereka yang telah menyampaikan firman Allah, meneladani iman mereka, dan berdoa untuk mereka. Kita juga dipanggil untuk taat dan tunduk kepada kepemimpinan yang saleh, memahami bahwa mereka telah dipercayakan dengan tanggung jawab besar untuk menjaga jiwa-jiwa kita. Hubungan yang sehat antara pemimpin dan jemaat adalah tanda kedewasaan rohani dan kunci untuk pertumbuhan gereja yang berkelanjutan.
Yesus Kristus Tetap Sama (Ibrani 13:8)
Ibrani 13:8: "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya."
Ayat ini adalah salah satu pernyataan teologis paling kuat dan menghibur dalam seluruh Alkitab. Ini adalah jangkar di tengah berbagai ajaran praktis dan peringatan. "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya." Dalam konteks surat Ibrani, di mana penulis telah secara rinci menggambarkan keunggulan Kristus di atas malaikat, Musa, Harun, dan bahkan di atas seluruh sistem perjanjian lama, pernyataan ini berfungsi sebagai rekapitulasi dan penegasan. Ini adalah fondasi yang kokoh untuk semua ajaran moral dan doktrinal.
Pernyataan ini memiliki beberapa implikasi penting:
- Kesetiaan Kristus: Berbeda dengan para pemimpin manusia yang datang dan pergi (seperti yang disebutkan di ayat 7), Kristus adalah pemimpin ilahi yang tidak pernah berubah. Kasih-Nya, kebenaran-Nya, kuasa-Nya, dan janji-janji-Nya tetap sama. Dalam dunia yang terus berubah, penuh dengan ketidakpastian dan kekecewaan, Kristus menawarkan stabilitas yang mutlak.
- Konsistensi Ajaran-Nya: Jika Kristus tetap sama, maka ajaran-Nya pun tetap sama. Ini adalah penegasan terhadap kebenaran Injil yang tidak berubah. Penulis Ibrani akan segera memperingatkan terhadap "bermacam-macam ajaran asing" (ayat 9). Ayat 8 menjadi benteng terhadap doktrin-doktrin palsu dan penegasan bahwa kebenaran yang diwahyukan dalam Kristus tidak memerlukan tambahan atau perubahan.
- Efektivitas Karya-Nya: Pengorbanan Kristus di kayu salib, keimamatan-Nya yang kekal, dan penebusan yang Dia tawarkan adalah efektif "sampai selama-lamanya." Kuasa-Nya untuk menyelamatkan, menyembuhkan, dan mengubah hidup tidak berkurang seiring waktu. Apa yang Dia lakukan di masa lalu masih relevan dan berkuasa hari ini, dan akan tetap demikian di masa depan.
- Harapan yang Pasti: Bagi orang percaya, ayat ini memberikan penghiburan dan harapan yang besar. Jika Kristus tetap sama, maka janji-janji-Nya tentang keselamatan, hidup kekal, dan kedatangan kembali-Nya adalah pasti. Kita dapat menaruh kepercayaan penuh pada-Nya, tahu bahwa Dia tidak akan pernah mengecewakan atau berubah pikiran.
Simbol harapan dan kepastian yang kokoh dalam Kristus.
Ayat 8 adalah titik tumpu teologis dari seluruh pasal 13, bahkan dari seluruh surat Ibrani. Ketika kita menghadapi cobaan, godaan untuk berkompromi dengan iman, atau kebingungan karena ajaran yang menyesatkan, kita dapat kembali pada kebenaran yang tak tergoyahkan ini: Yesus Kristus tidak berubah. Dia adalah Pribadi yang sama yang berjalan di Galilea, yang mati di Kalvari, yang bangkit dari kematian, dan yang sekarang memerintah di surga. Kehadiran-Nya adalah konstan, kasih-Nya adalah abadi, dan kuasa-Nya tak terbatas.
Dalam aplikasi praktis, ini berarti bahwa iman kita harus berakar pada Kristus yang tidak berubah, bukan pada perasaan kita yang berubah-ubah, situasi hidup kita yang bergejolak, atau tren budaya yang berlalu lalang. Kita memegang teguh pada kebenaran Injil karena Kristus, inti Injil itu sendiri, adalah mutlak dan kekal. Ini adalah panggilan untuk memusatkan seluruh hidup kita pada Dia yang menjadi satu-satunya batu karang yang kokoh di tengah badai kehidupan.
Berani Menanggung Cela dan Mempersembahkan Korban Pujian (Ibrani 13:9-16)
Ibrani 13:9-14: "Janganlah kamu diombang-ambingkan oleh berbagai-bagai ajaran asing. Sebab adalah baik, bahwa hati dikuatkan oleh kasih karunia, bukan oleh makanan-makanan yang tidak berguna bagi mereka yang menuruti aturan-aturan itu. Kita mempunyai suatu mezbah dan dari mezbah itu mereka yang melayani kemah tidak berhak makan. Karena tubuh binatang-binatang yang darahnya dibawa masuk ke tempat kudus oleh Imam Besar sebagai kurban penghapus dosa, dibakar di luar perkemahan. Itu sebabnya Yesus juga telah menderita di luar pintu gerbang untuk menguduskan umat-Nya dengan darah-Nya sendiri. Karena itu marilah kita pergi kepada-Nya di luar perkemahan dan menanggung cela-Nya. Sebab di sini kita tidak mempunyai kota yang tetap, melainkan kita mencari kota yang akan datang."
Ibrani 13:15-16: "Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya. Janganlah kamu melupakan berbuat baik dan memberi bantuan, sebab korban-korban yang demikianlah yang berkenan kepada Allah."
Setelah menyatakan keabadian Kristus, penulis segera memperingatkan terhadap ajaran palsu. "Janganlah kamu diombang-ambingkan oleh berbagai-bagai ajaran asing." Ayat ini merujuk kepada ajaran-ajaran yang mungkin mencoba menyeret orang percaya kembali ke praktik-praktik hukum Taurat, seperti pembatasan makanan dan ritualisme. Penulis menegaskan bahwa "hati dikuatkan oleh kasih karunia," bukan oleh ketaatan pada peraturan makanan yang tidak memiliki kekuatan untuk menguduskan atau membenarkan. Ini adalah penegasan kembali tema sentral surat Ibrani: keunggulan Kristus dan perjanjian baru di atas perjanjian lama.
Kemudian, penulis menjelaskan lebih lanjut perbedaan antara Perjanjian Lama dan Baru dengan menggunakan analogi mezbah dan pengorbanan. "Kita mempunyai suatu mezbah dan dari mezbah itu mereka yang melayani kemah tidak berhak makan." Mezbah ini adalah Kristus itu sendiri dan pengorbanan-Nya di kayu salib. Mereka yang masih berpegang pada sistem imam dan korban Perjanjian Lama tidak dapat memperoleh manfaat dari mezbah Kristus, karena sistem lama sudah usang dan telah digenapi oleh Kristus.
Penulis kemudian membuat paralel yang mendalam: "Karena tubuh binatang-binatang yang darahnya dibawa masuk ke tempat kudus oleh Imam Besar sebagai kurban penghapus dosa, dibakar di luar perkemahan. Itu sebabnya Yesus juga telah menderita di luar pintu gerbang untuk menguduskan umat-Nya dengan darah-Nya sendiri." Dalam sistem kurban Hari Pendamaian (Yom Kippur), tubuh binatang kurban dosa dibakar di luar perkemahan (Imamat 16:27). Ini menunjukkan bahwa dosa harus disingkirkan dari hadapan Allah. Demikian pula, Yesus mati di luar "pintu gerbang" Yerusalem (di Golgota), menanggung cela dan rasa malu, diasingkan dari kota suci. Kematian-Nya di luar perkemahan atau pintu gerbang adalah tanda bahwa Dia menjadi kurban dosa yang sempurna, yang membebaskan kita dari sistem yang lama dan menguduskan kita melalui darah-Nya.
Simbol pengorbanan Kristus di luar pintu gerbang.
Implikasi bagi orang percaya adalah sebuah panggilan radikal: "Karena itu marilah kita pergi kepada-Nya di luar perkemahan dan menanggung cela-Nya." Ini berarti meninggalkan segala bentuk ritualisme dan ketergantungan pada sistem agama duniawi yang tidak lagi memiliki kuasa. Ini adalah panggilan untuk mengidentifikasi diri dengan Kristus yang ditolak dan menderita. Mengikuti Kristus berarti siap untuk menanggung "cela-Nya"—yaitu, rasa malu, penolakan, atau penganiayaan yang datang karena mengidentifikasi diri dengan Dia. Seperti Kristus diasingkan, begitu pula orang Kristen mungkin akan diasingkan oleh dunia.
Alasan untuk pengorbanan ini adalah karena "di sini kita tidak mempunyai kota yang tetap, melainkan kita mencari kota yang akan datang." Penulis kembali mengingatkan pembacanya akan sifat sementara dari kehidupan di bumi ini. Mereka (dan kita) adalah musafir dan pendatang, yang rumah sejatinya adalah Yerusalem Surgawi, kota yang kekal yang telah dijanjikan Allah. Kesadaran ini memberi kekuatan untuk melepaskan diri dari daya tarik duniawi dan menanggung penderitaan demi Kristus.
Dari dasar pengorbanan Kristus yang sempurna dan harapan kota yang akan datang, penulis kemudian mengajak kita untuk mempersembahkan korban yang benar kepada Allah: "Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya." Ini adalah "korban pujian." Di bawah perjanjian baru, kita tidak lagi mempersembahkan hewan, melainkan "buah bibir" atau ucapan syukur yang berasal dari hati yang penuh terima kasih kepada Allah melalui Yesus Kristus. Pujian dan penyembahan adalah respons yang pantas atas anugerah keselamatan yang telah kita terima.
Selain pujian, ada korban lain yang berkenan kepada Allah: "Janganlah kamu melupakan berbuat baik dan memberi bantuan, sebab korban-korban yang demikianlah yang berkenan kepada Allah." Berbuat baik (Yunani: eupoiias) dan saling berbagi (Yunani: koinonias) adalah bentuk ibadah yang nyata dan praktis. Ini adalah perwujudan kasih persaudaraan yang disebutkan di awal pasal. Pelayanan kepada sesama, terutama mereka yang membutuhkan, adalah "korban yang menyenangkan Allah" (Filipi 4:18). Ini menunjukkan bahwa iman kita tidak hanya bersifat verbal atau ritualistik, tetapi juga aktif dan transformatif dalam kehidupan sehari-hari.
Secara ringkas, bagian ini menyerukan orang percaya untuk teguh dalam iman yang berakar pada kasih karunia Kristus, menolak ajaran palsu, berani mengidentifikasi diri dengan Kristus yang menderita, dan hidup sebagai musafir yang menantikan kota kekal. Respons kita terhadap keselamatan ini adalah melalui korban pujian dan penyembahan yang tulus, serta melalui tindakan nyata dari kebaikan dan kemurahan hati kepada sesama. Ini adalah ibadah yang menyeluruh, melibatkan hati, bibir, dan tangan kita.
Doa untuk Penulis dan Berkat Penutup (Ibrani 13:18-25)
Ibrani 13:18-19: "Berdoalah untuk kami, sebab kami yakin, bahwa hati nurani kami murni, karena kami ingin hidup dalam segala hal menurut teladan yang baik. Lebih-lebih aku menasihatkan kamu melakukan hal itu, agar aku lebih cepat dikembalikan kepadamu."
Ibrani 13:20-21: "Maka Allah damai sejahtera, yang oleh darah perjanjian yang kekal telah membawa kembali dari antara orang mati Gembala Agung segala domba, yaitu Yesus, Tuhan kita, kiranya melengkapi kamu dengan segala yang baik untuk melakukan kehendak-Nya, dan mengerjakan di dalam kita apa yang berkenan kepada-Nya, oleh Yesus Kristus. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin."
Ibrani 13:22-25: "Aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, supaya kamu rela menerima nasihat ini, sebab aku menuliskan kepadamu hanya ringkasan saja. Ketahuilah, bahwa Timotius, saudara kita, telah dilepaskan. Apabila ia segera datang, aku akan datang bersama-sama dengan dia mengunjungi kamu. Sampaikan salam kepada semua pemimpin kamu dan kepada semua orang kudus. Salam dari saudara-saudara di Italia. Kasih karunia menyertai kamu sekalian. Amin."
Permintaan Doa dari Penulis
Pasal ini ditutup dengan permintaan doa yang tulus dari penulis dan doa berkat yang agung. "Berdoalah untuk kami, sebab kami yakin, bahwa hati nurani kami murni, karena kami ingin hidup dalam segala hal menurut teladan yang baik." Penulis, yang identitasnya tetap misterius, tidak segan-segan meminta doa dari jemaatnya. Ini menunjukkan kerendahan hati dan kesadaran akan kebutuhan akan dukungan doa. Penulis menegaskan integritasnya ("hati nurani kami murni" dan "ingin hidup dalam segala hal menurut teladan yang baik"), bukan untuk membanggakan diri, melainkan untuk meyakinkan jemaat bahwa ia adalah pelayan Tuhan yang tulus dan layak didoakan. Ini juga menjadi contoh bagi semua pemimpin rohani untuk selalu meminta dukungan doa dari umat yang mereka layani.
Tujuan spesifik dari permintaan doa ini adalah agar ia dapat "lebih cepat dikembalikan kepadamu." Ini menunjukkan bahwa penulis mungkin terpisah dari jemaatnya karena penjara atau pengasingan, dan sangat merindukan untuk dapat kembali dan melayani mereka secara langsung. Permintaan ini menggarisbawahi sifat personal dan pastoral dari surat ini, di mana ada hubungan kasih dan kepedulian yang mendalam antara penulis dan pembacanya.
Simbol komunikasi dan permintaan doa.
Doa Berkat yang Agung
Salah satu doa berkat terindah dalam Alkitab ditemukan di Ibrani 13:20-21. Ini adalah doa yang kaya akan teologi dan harapan. "Maka Allah damai sejahtera, yang oleh darah perjanjian yang kekal telah membawa kembali dari antara orang mati Gembala Agung segala domba, yaitu Yesus, Tuhan kita..."
- Allah damai sejahtera: Penulis menyebut Allah sebagai sumber damai sejahtera, sebuah kualitas yang sangat dibutuhkan oleh jemaat yang sedang menghadapi kesulitan.
- Darah perjanjian yang kekal: Ini merujuk kembali kepada tema sentral surat Ibrani tentang perjanjian baru yang diteguhkan oleh darah Kristus, sebuah perjanjian yang bersifat kekal dan superior dari perjanjian lama.
- Membawa kembali dari antara orang mati Gembala Agung segala domba, yaitu Yesus, Tuhan kita: Ini adalah referensi yang jelas tentang kebangkitan Yesus, yang menjadi inti iman Kristen. Yesus disebut "Gembala Agung," yang menggembalakan umat-Nya dengan kasih, perlindungan, dan bimbingan, mirip dengan Mazmur 23 dan Yohanes 10. Kebangkitan-Nya adalah bukti kemenangan-Nya atas dosa dan kematian, dan jaminan bagi harapan kita.
Isi doa ini adalah agar Allah: "...kiranya melengkapi kamu dengan segala yang baik untuk melakukan kehendak-Nya, dan mengerjakan di dalam kita apa yang berkenan kepada-Nya, oleh Yesus Kristus." Ini adalah doa agar Allah memberdayakan jemaat untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Kata "melengkapi" (Yunani: katartizo) berarti memperbaiki, menyempurnakan, atau melatih secara penuh. Allah tidak hanya memberi perintah, tetapi juga menyediakan sarana dan kuasa untuk menjalankannya. Melalui Yesus Kristus, Allah berkarya di dalam hati orang percaya, menginspirasi, memimpin, dan memungkinkan mereka untuk melakukan apa yang menyenangkan di mata-Nya. Ini adalah pengakuan akan kedaulatan Allah dan ketergantungan kita pada kasih karunia-Nya untuk hidup saleh.
Doa ini diakhiri dengan doxologi: "Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin." Semua kemuliaan dan kehormatan adalah milik Allah, yang melalui Kristus, telah melakukan pekerjaan keselamatan dan pengudusan yang luar biasa.
Pesan Akhir dan Salam
Penulis memberikan beberapa catatan penutup: "Aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, supaya kamu rela menerima nasihat ini, sebab aku menuliskan kepadamu hanya ringkasan saja." Penulis menyadari bahwa suratnya mungkin padat dan menantang, dan ia mendorong mereka untuk menerima ajaran-ajaran ini dengan hati terbuka. Ia menyebut suratnya "ringkasan saja," yang menunjukkan betapa kayanya kebenaran yang ia coba sampaikan dalam ruang lingkup yang terbatas.
"Ketahuilah, bahwa Timotius, saudara kita, telah dilepaskan. Apabila ia segera datang, aku akan datang bersama-sama dengan dia mengunjungi kamu." Ini adalah kabar baik tentang Timotius, rekan sekerja Paulus yang mungkin juga pernah dipenjara atau ditahan. Penulis juga menyatakan niatnya untuk mengunjungi mereka bersama Timotius, menunjukkan bahwa ia berharap untuk segera bertemu dengan mereka secara pribadi. Ini menambahkan sentuhan personal dan harapan akan reuni.
Surat ini diakhiri dengan salam: "Sampaikan salam kepada semua pemimpin kamu dan kepada semua orang kudus. Salam dari saudara-saudara di Italia." Penulis mengirimkan salam kepada seluruh jemaat, termasuk para pemimpin mereka, menunjukkan hormat dan kasihnya. Penyebutan "saudara-saudara di Italia" kemungkinan besar menunjukkan bahwa penulis sedang berada di Italia saat menulis surat ini, dan mungkin jemaat yang dituju adalah komunitas Yahudi Kristen di Roma atau di luar Roma yang berhubungan dengan jemaat di Italia.
Kata penutup adalah sebuah berkat singkat namun kuat: "Kasih karunia menyertai kamu sekalian. Amin." Kasih karunia adalah tema utama dari surat Ibrani—kasih karunia yang memungkinkan kita mendekat kepada Allah, kasih karunia yang menguatkan hati, dan kasih karunia yang memampukan kita untuk hidup saleh. Penulis mengakhiri dengan harapan bahwa kasih karunia Allah akan menyertai semua pembacanya, baik di masa lalu maupun di masa kini, sebagai sumber kekuatan, penghiburan, dan kemenangan dalam hidup mereka.