Kisah tentang Petrus dan Yesus di tepi Danau Tiberias, yang tercatat dalam Yohanes 21:15-19, adalah salah satu perikop paling menyentuh dan mendalam dalam seluruh Alkitab. Ini bukan sekadar percakapan biasa antara seorang Guru dan murid-Nya, melainkan sebuah momen puncak pemulihan, penegasan kembali panggilan, dan pengajaran tentang inti dari pelayanan Kristen. Setelah kebangkitan-Nya, Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya, dan dalam kesempatan ini, Dia secara khusus berbicara kepada Petrus, seorang pria yang baru saja mengalami kegagalan pahit dan kini membutuhkan pemulihan ilahi.
Untuk memahami kedalaman perikop ini, kita perlu mengingat kembali konteksnya. Petrus, yang pernah dengan gagah berani menyatakan kesetiaannya yang tak tergoyahkan kepada Yesus, telah menyangkal Tuhannya sebanyak tiga kali di hadapan orang banyak, pada malam sebelum penyaliban Yesus. Tindakan ini, yang kontras dengan sumpah setianya, pasti meninggalkan luka yang dalam di hati Petrus, rasa malu, dan mungkin keraguan tentang kelayakannya untuk terus melayani Kristus. Namun, Yesus, Sang Gembala Agung, tidak membiarkan domba-Nya yang terluka tersesat dalam keputusasaan. Dia datang untuk memulihkan, bukan untuk menghakimi.
Dalam khotbah ini, kita akan menyelami tiga tema utama yang muncul dari percakapan antara Yesus dan Petrus: Kasih yang Diuji dan Dikonfirmasi, Pemulihan dan Panggilan Kembali, serta Biaya dan Sifat Sejati Menggembalakan. Mari kita buka hati dan pikiran kita untuk mendengarkan suara Gembala yang memanggil kita hari ini.
I. Kasih yang Diuji dan Dikonfirmasi (Ayat 15-17)
Bagian inti dari perikop ini adalah dialog tiga kali antara Yesus dan Petrus tentang kasih. Ini bukan kebetulan; ia secara langsung mencerminkan tiga kali penyangkalan Petrus sebelumnya. Yesus tidak langsung mencela atau menghukum Petrus, tetapi Dia dengan lembut mengarahkannya kepada pertanyaan esensial yang akan menjadi fondasi bagi pemulihannya dan pelayanan masa depannya.
A. Pertanyaan Pertama: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" (Ayat 15a)
Pertanyaan pertama Yesus sangat penting dan penuh makna. Ada beberapa interpretasi tentang frasa "lebih dari pada mereka ini". Apakah ini merujuk pada ikan dan jala yang baru saja mereka tangkap, yaitu mata pencarian duniawi Petrus? Atau apakah itu merujuk pada murid-murid lain yang hadir, mengingatkan Petrus pada klaimnya yang sombong bahwa ia akan lebih setia daripada mereka semua (Matius 26:33)?
Jika merujuk pada profesi nelayan, Yesus bertanya apakah Petrus mengasihi Dia lebih dari pada kehidupan lamanya, lebih dari kenyamanan atau keamanan materi. Jika merujuk pada murid-murid lain, itu adalah pengingat lembut akan keangkuhan Petrus yang berujung pada kegagalan. Bagaimanapun, pertanyaan ini menantang Petrus untuk memeriksa prioritas hatinya.
Yang lebih penting lagi adalah pilihan kata Yesus untuk "mengasihi". Yesus menggunakan kata Yunani agapao, yang merujuk pada kasih ilahi, tanpa syarat, mengorbankan diri, dan mendalam. Ini adalah kasih yang bersedia mati untuk orang lain, yang selalu mencari kebaikan yang dikasihi. Ini adalah standar kasih yang tinggi, kasih yang diajarkan dan dihidupi oleh Yesus sendiri.
Petrus, dalam jawabannya, tidak menggunakan agapao. Dia menjawab, "Ya Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata yang digunakan Petrus adalah phileo, yang berarti kasih persahabatan, kasih sayang, kasih yang bersifat kekeluargaan. Ini adalah kasih yang tulus, tetapi tidak mencapai kedalaman dan sifat tanpa syarat seperti agapao. Mungkin Petrus menyadari batas-batas kasihnya sendiri setelah kegagalannya, atau mungkin dia terlalu rendah hati untuk mengklaim tingkat kasih ilahi yang begitu tinggi.
Dalam hal ini, kita melihat kerendahan hati Petrus dan juga kebijaksanaan Yesus. Yesus tidak memaksa Petrus untuk mengklaim sesuatu yang mungkin belum sepenuhnya dapat dia berikan. Dia menerima Petrus di mana Petrus berada, mengakui ketulusan phileo-nya sebagai fondasi yang dapat dibangun.
B. Perintah Pertama: "Gembalakanlah anak-anak domba-Ku." (Ayat 15b)
Setelah pengakuan kasih Petrus, Yesus memberikan perintah pertama: "Gembalakanlah anak-anak domba-Ku." Kata Yunani yang digunakan di sini adalah boske, yang berarti "memberi makan". Dan yang harus diberi makan adalah "anak-anak domba" (arnia), yang melambangkan orang-orang yang baru percaya, yang lemah, yang rentan, yang membutuhkan nutrisi rohani dan perlindungan khusus. Ini adalah panggilan untuk melayani dengan lembut, dengan perhatian, dan dengan kerentanan yang sama seperti yang dialami Petrus.
Kasih kepada Yesus tidak dapat dipisahkan dari kasih dalam tindakan nyata. Kasih sejati akan termanifestasi dalam kepedulian terhadap domba-domba-Nya. Panggilan untuk "memberi makan" ini menegaskan bahwa kasih kepada Kristus harus diwujudkan dalam pelayanan praktis, terutama kepada mereka yang membutuhkan perhatian ekstra.
C. Pertanyaan Kedua: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" (Ayat 16a)
Yesus mengulangi pertanyaan-Nya, tetapi kali ini Dia menghilangkan frasa "lebih dari pada mereka ini". Mungkin ini adalah bentuk penyesuaian diri Yesus terhadap kerendahan hati Petrus. Dia kembali menanyakan kasih dengan standar tertinggi, agapao. Ini adalah kesempatan kedua bagi Petrus untuk menegaskan kembali kasihnya.
Sekali lagi, Petrus menjawab dengan phileo: "Ya Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Petrus tetap konsisten dengan pengakuannya, menunjukkan kejujuran emosionalnya. Dia tidak mencoba untuk melebih-lebihkan tingkat kasihnya hanya untuk menyenangkan Yesus. Ini adalah integritas yang baru ditemukan, hasil dari pengalaman pahit penyangkalan dan pemulihan.
D. Perintah Kedua: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." (Ayat 16b)
Perintah kedua ini menggunakan kata kerja Yunani yang berbeda untuk "menggembalakan": poimaine. Kata ini memiliki makna yang lebih luas dan lebih dalam daripada boske. Poimaine tidak hanya berarti "memberi makan", tetapi juga "memimpin, membimbing, melindungi, merawat, dan memerintah". Ini merujuk pada fungsi seorang gembala secara menyeluruh, yang bertanggung jawab atas seluruh kawanan domba, bukan hanya memberi makan mereka. Domba-domba yang disebut di sini adalah probata, yaitu domba-domba secara umum, yang dapat berarti orang percaya yang lebih dewasa, seluruh jemaat.
Perintah ini memperluas lingkup tanggung jawab Petrus. Dari sekadar memberi makan yang lemah, kini Petrus dipanggil untuk memimpin, membimbing, dan melindungi seluruh kawanan. Ini menunjukkan bahwa pelayanan Kristen membutuhkan lebih dari sekadar kasih sayang; ia menuntut kepemimpinan yang bijaksana, keberanian untuk melindungi, dan kebijaksanaan untuk membimbing.
E. Pertanyaan Ketiga: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" (Ayat 17a)
Yesus mengulangi pertanyaan-Nya untuk ketiga kalinya. Namun, kali ini, ada perubahan signifikan. Yesus tidak lagi menggunakan agapao, tetapi Dia menggunakan kata phileo, kata yang sama yang digunakan Petrus dalam jawabannya. "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi (phileo) Aku?"
Ini menyentuh hati Petrus. Alkitab mencatat, "Maka sedihlah hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: 'Apakah engkau mengasihi (phileo) Aku?'" Mengapa Petrus sedih? Mungkin karena ia merasa Yesus meragukan ketulusan kasihnya, bahkan kasih persahabatan yang ia akui. Atau mungkin karena ia merasa Yesus telah "menurunkan standar" untuknya, mengakomodasi keterbatasannya. Ini adalah momen kejujuran yang menyakitkan, tetapi juga terapeutik, bagi Petrus.
Kesedihan Petrus menunjukkan bahwa ia telah belajar. Keangkuhannya telah patah. Ia tidak lagi mengandalkan kekuatan atau janjinya sendiri, melainkan pada pengetahuan ilahi Yesus. Dia menjawab, "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu; Engkau tahu, bahwa aku mengasihi (phileo) Engkau." Ini adalah puncak pengakuan Petrus. Dia menyerahkan segalanya kepada Tuhan, mengakui bahwa Yesus tahu isi hatinya, baik kekuatan maupun kelemahannya.
F. Perintah Ketiga: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." (Ayat 17b)
Sebagai respons atas pengakuan kasih Petrus yang rendah hati dan jujur, Yesus memberikan perintah terakhir: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." Kata yang digunakan di sini adalah boske (memberi makan), dan domba-dombanya adalah probata (domba secara umum). Ini tampaknya menggabungkan aspek dari kedua perintah sebelumnya: memberi makan seluruh kawanan. Ini menegaskan kembali panggilan Petrus dengan penekanan pada kasih dan nutrisi rohani bagi seluruh umat.
Perintah tiga kali ini adalah penegasan kembali panggilan Petrus setelah kegagalannya. Ini menunjukkan bahwa pengampunan Tuhan tidak hanya menghapus dosa, tetapi juga memulihkan tujuan dan panggilan seseorang.
II. Pemulihan dan Panggilan Kembali
Kisah ini adalah paradigma utama tentang pemulihan ilahi. Yesus tidak pernah meninggalkan mereka yang telah jatuh, melainkan mencari mereka untuk memulihkan, memperbaharui, dan mengutus kembali.
A. Kasih sebagai Fondasi Pemulihan
Penting untuk dicatat bahwa Yesus memulai proses pemulihan dengan pertanyaan tentang kasih, bukan tentang pelayanan atau kapasitas Petrus. Ini mengajarkan kita bahwa kasih kepada Kristus adalah fondasi utama bagi setiap pelayanan yang sejati. Tanpa kasih yang tulus, pelayanan akan menjadi beban, ritual kosong, atau upaya ambisius yang didorong oleh ego. Kasih adalah sumber energi dan motivasi yang murni.
Yesus ingin memastikan bahwa Petrus kembali ke akarnya, yaitu hubungan pribadinya dengan-Nya. Segala sesuatu yang lain akan mengalir dari kasih itu. Kasih kepada Kristus mendorong kita untuk mengasihi sesama, terutama domba-domba-Nya. Kasih ini memampukan kita untuk mengatasi rasa malu, rasa bersalah, dan kegagalan masa lalu.
B. Anugerah dan Pengampunan Tanpa Batas
Perikop ini adalah ilustrasi indah dari anugerah Tuhan. Petrus telah gagal dengan cara yang paling menyakitkan, menyangkal Tuhannya di saat yang paling dibutuhkan. Namun, Yesus tidak mencela atau menghukum. Sebaliknya, Dia mengulurkan tangan pemulihan, menawarkan pengampunan total. Proses tiga kali bertanya ini adalah semacam antidot bagi tiga kali penyangkalan Petrus, membalikkan setiap tindakan kegagalan dengan pengakuan kasih dan penegasan kembali tujuan.
Ini adalah kabar baik bagi kita semua. Tidak peduli seberapa besar kegagalan kita, seberapa dalam dosa kita, atau seberapa jauh kita menyimpang, kasih dan anugerah Tuhan selalu tersedia untuk memulihkan kita. Yesus tidak melihat kesalahan kita sebagai titik akhir, tetapi sebagai kesempatan untuk pertumbuhan, pelajaran, dan pemulihan yang lebih dalam.
C. Panggilan untuk Kembali Bertindak
Pemulihan yang sejati tidak hanya bersifat internal (merasa diampuni), tetapi juga eksternal (kembali melayani). Setelah Petrus dipulihkan, ia tidak dibiarkan begitu saja. Ia diutus kembali dengan mandat yang jelas: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." Ini menunjukkan bahwa pengampunan Tuhan selalu disertai dengan tujuan. Tuhan mengampuni kita bukan hanya agar kita merasa lebih baik, tetapi agar kita dapat kembali melayani-Nya dengan hati yang diperbaharui.
Panggilan untuk menggembalakan adalah panggilan universal bagi setiap orang percaya dalam konteksnya masing-masing. Ini bukan hanya untuk pastor atau pemimpin gereja, tetapi untuk setiap individu yang mengasihi Kristus. Kita semua dipanggil untuk memberi makan dan merawat orang-orang di sekitar kita, sesuai dengan karunia dan kesempatan yang diberikan Tuhan.
III. Biaya dan Sifat Sejati Menggembalakan (Ayat 18-19)
Percakapan Yesus dengan Petrus tidak berhenti pada pemulihan dan penegasan kembali panggilan. Yesus juga mengungkapkan kepada Petrus tentang biaya yang harus dibayar oleh seorang gembala sejati, dan hal itu sangat pribadi.
A. Nubuat Tentang Penderitaan dan Kematian Petrus (Ayat 18)
"Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah tua engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau serta membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki."
Ini adalah nubuat yang jelas tentang kematian Petrus. Tradisi gereja awal mengkonfirmasi bahwa Petrus memang mati syahid, disalibkan terbalik karena merasa tidak layak mati dengan cara yang sama seperti Tuhannya. Frasa "mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau" secara luas diinterpretasikan sebagai merujuk pada penyaliban. Yesus memberi tahu Petrus bahwa jalannya sebagai gembala akan mengarah pada penderitaan dan pengorbanan tertinggi.
Ini menunjukkan bahwa panggilan untuk menggembalakan domba-domba Kristus bukanlah jalan yang mudah atau bebas dari kesulitan. Seringkali, itu berarti mengesampingkan keinginan pribadi, kenyamanan, bahkan hidup kita sendiri demi pelayanan kepada Tuhan dan sesama. Gembala sejati harus siap membayar harga, sama seperti Gembala Agung, Yesus sendiri, yang menyerahkan nyawa-Nya bagi domba-domba-Nya.
B. Mempermuliakan Allah Melalui Kematian (Ayat 19)
"Hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia berkata: 'Ikutlah Aku.'"
Tujuan dari penderitaan dan kematian Petrus adalah untuk "mempermuliakan Allah". Ini adalah inti dari kehidupan seorang pengikut Kristus: apakah kita hidup atau mati, tujuan utama kita adalah untuk memuliakan Tuhan. Kematian Petrus bukanlah tragedi yang tidak berarti, melainkan sebuah tindakan ketaatan dan kasih yang agung, yang membawa kemuliaan bagi nama Tuhan.
Frasa terakhir dari Yesus kepada Petrus adalah sebuah penutup yang kuat: "Ikutlah Aku." Ini mengulangi panggilan awal Yesus kepada Petrus untuk menjadi murid-Nya (Matius 4:19). Panggilan untuk mengikut Kristus adalah panggilan yang berkelanjutan, dari awal hingga akhir hidup. Itu adalah panggilan untuk mengikuti jejak-Nya, bahkan jika itu berarti jalan penderitaan dan pengorbanan. Kasih yang Petrus akui harus terbukti dalam ketaatannya untuk mengikuti Kristus sampai akhir.
IV. Implikasi dan Aplikasi bagi Kita Hari Ini
Kisah Yohanes 21:15-19 bukan sekadar narasi sejarah tentang Petrus. Ini adalah firman hidup yang memiliki implikasi mendalam bagi setiap orang percaya di setiap zaman. Mari kita renungkan beberapa poin aplikasi penting.
A. Kasih sebagai Inti Pelayanan Kita
Pertanyaan Yesus kepada Petrus tentang kasih harus menjadi pertanyaan utama bagi kita semua. "Apakah engkau mengasihi Aku?" Ini adalah fondasi dari semua yang kita lakukan dalam iman. Sebelum kita dapat melayani secara efektif, kita harus terlebih dahulu mengasihi Kristus dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan kita. Tanpa kasih ini, semua aktivitas religius kita mungkin kosong dan tidak berbuah (1 Korintus 13:1-3).
- Evaluasi Diri: Mari kita jujur bertanya pada diri sendiri, apakah kita sungguh mengasihi Yesus, atau apakah pelayanan kita didorong oleh motivasi lain seperti pujian, pengakuan, rasa bersalah, atau kebiasaan?
- Prioritas Hubungan: Utamakan hubungan pribadi kita dengan Kristus di atas segala bentuk pelayanan atau aktivitas gerejawi. Dari hubungan yang kuat inilah kasih dan kuasa untuk melayani akan mengalir.
- Kasih Agape: Berjuanglah untuk bertumbuh dalam kasih agape, kasih yang tidak mementingkan diri sendiri dan berkorban, yang dicontohkan oleh Kristus. Ini adalah panggilan seumur hidup.
B. Pemulihan dari Kegagalan
Setiap dari kita pasti pernah mengalami kegagalan, baik kegagalan moral, kegagalan dalam melayani, atau kegagalan dalam menjalankan panggilan kita. Kisah Petrus memberi kita harapan besar. Yesus adalah Allah yang memulihkan. Dia tidak membuang kita karena kesalahan kita, tetapi mencari kita untuk mengangkat, menyembuhkan, dan mengutus kembali.
- Jangan Menyerah pada Keputusasaan: Ketika Anda jatuh, ingatlah bahwa Yesus tahu nama Anda, dan Dia peduli. Jangan biarkan rasa malu atau bersalah menjauhkan Anda dari anugerah-Nya.
- Terimalah Pengampunan: Percayalah bahwa Yesus telah mengampuni Anda. Seperti Petrus yang harus mengakui kasihnya tiga kali, mungkin kita juga perlu berulang kali menerima pengampunan Tuhan dan mengampuni diri sendiri.
- Bersedia Dipulihkan dan Diutus Kembali: Ketika Tuhan memulihkan Anda, bersedialah untuk kembali melayani. Anugerah-Nya bukan hanya untuk kenyamanan kita, tetapi juga untuk tujuan-Nya yang lebih besar.
C. Panggilan untuk Menggembalakan di Dunia Modern
Meskipun kita mungkin tidak semua dipanggil menjadi pastor, kita semua dipanggil untuk "menggembalakan" dalam konteks kita masing-masing. Apa artinya ini bagi kita hari ini?
- Memberi Makan Anak-anak Domba (Boske Arnia): Ini berarti merawat dan memuridkan orang-orang yang baru percaya, yang masih lemah dalam iman, atau yang sedang mencari kebenaran. Ini bisa terjadi di rumah tangga (mendidik anak-anak dalam iman), di kelompok kecil, atau melalui mentorship. Kita harus memberi mereka makanan rohani, yaitu Firman Tuhan.
- Menggembalakan Domba-domba (Poimaine Probata): Ini berarti memimpin, membimbing, melindungi, dan merawat orang-orang percaya yang lebih dewasa. Ini bisa berarti menjadi teladan, memberikan nasihat yang bijaksana, melindungi sesama dari ajaran sesat, atau mendukung mereka dalam pergumulan hidup. Ini adalah panggilan untuk memikul tanggung jawab atas kesejahteraan rohani sesama.
- Sikap Hati Seorang Gembala:
- Rendah Hati: Seperti Petrus, kita harus melayani dengan kerendahan hati, mengakui keterbatasan kita dan mengandalkan Kristus.
- Penuh Kasih Sayang: Melayani dengan kasih, bukan dengan paksaan atau otoriter.
- Berani dan Melindungi: Melindungi yang lemah dari bahaya rohani dan fisik.
- Berorientasi pada Pertumbuhan: Tujuan kita adalah melihat domba-domba Kristus bertumbuh dan menjadi dewasa dalam iman.
Menggembalakan bisa berarti menjadi orang tua yang saleh, guru sekolah minggu yang setia, mentor bagi kaum muda, pemimpin kelompok kecil yang peduli, sahabat yang mendengarkan, atau bahkan rekan kerja yang membawa terang Kristus.
D. Mengikuti Kristus Sampai Akhir
Yesus tidak menyembunyikan biaya dari mengikut Dia. Panggilan untuk menggembalakan adalah panggilan untuk hidup yang mengorbankan diri. Kita dipanggil untuk mengikut Dia sampai akhir, bahkan jika itu berarti penderitaan, kesulitan, atau pengorbanan pribadi. Tujuan akhir kita bukanlah kenyamanan diri sendiri, tetapi untuk memuliakan Allah dengan hidup dan, jika diperlukan, dengan kematian kita.
- Kesediaan Berkorban: Apakah kita bersedia mengesampingkan keinginan pribadi kita demi kehendak Tuhan dan kesejahteraan domba-domba-Nya?
- Fokus pada Kemuliaan Allah: Tujuan hidup kita adalah memuliakan Allah. Setiap tindakan, keputusan, dan bahkan penderitaan kita harus diarahkan pada tujuan ini.
- Panggilan Berkelanjutan: "Ikutlah Aku" adalah panggilan seumur hidup. Ini adalah perjalanan yang membutuhkan kesetiaan dan ketekunan sampai kita melihat Dia muka dengan muka.
Kisah Petrus adalah pengingat bahwa tidak ada kegagalan yang terlalu besar bagi anugerah Tuhan, dan tidak ada orang yang terlalu tidak layak untuk panggilan-Nya. Yang dibutuhkan adalah hati yang jujur, yang bersedia mengasihi dan mengikut Dia, bahkan ketika jalannya sulit.
V. Refleksi Mendalam tentang Kasih dalam Yohanes 21:15-17
Bagian ini adalah inti teologis dari seluruh perikop dan layak mendapatkan perhatian khusus. Perbedaan antara agapao dan phileo, meskipun sering diperdebatkan tingkat kepentingannya, memberikan kita wawasan yang kaya tentang dinamika antara kasih ilahi dan kasih manusia.
A. Agape: Kasih Ilahi yang Menuntut
Ketika Yesus pertama kali bertanya, "Simon, anak Yohanes, apakah engkau agapao Aku lebih dari pada mereka ini?", Dia menetapkan standar kasih yang paling tinggi. Kasih agape adalah kasih yang Allah miliki untuk dunia (Yohanes 3:16), kasih yang Kristus tunjukkan di kayu salib (Roma 5:8). Ini adalah kasih yang tidak mencari balasan, tidak egois, dan memiliki kemampuan untuk mencintai bahkan ketika yang dicintai tidak pantas atau tidak membalas.
Pertanyaan ini menantang Petrus pada inti keberadaannya. Apakah ia memiliki kasih yang serupa dengan kasih Yesus sendiri? Kasih yang cukup kuat untuk melayani tanpa syarat, mengorbankan diri, dan memprioritaskan Kristus di atas segala sesuatu, bahkan di atas kehidupan lamanya sebagai nelayan atau kebanggaannya di antara murid-murid?
Bagi kita, pertanyaan agape ini terus menggema. Apakah kita mengasihi Yesus dengan kasih yang ilahi, yang memotivasi setiap aspek kehidupan kita? Apakah kasih ini cukup kuat untuk membuat kita melepaskan kenyamanan pribadi, ambisi duniawi, atau keinginan diri demi Kristus dan kerajaan-Nya?
B. Phileo: Kasih Persahabatan yang Tulus
Respon Petrus dengan phileo menunjukkan kerendahan hati yang baru ditemukan. Dia tidak lagi berani mengklaim kasih yang sempurna atau ilahi setelah kegagalannya yang menyakitkan. Phileo adalah kasih yang tulus, kasih sayang yang mendalam, kasih persahabatan yang hangat. Ini adalah jenis kasih yang kita rasakan terhadap keluarga dan teman dekat.
Petrus mengakui bahwa ia memiliki kasih persahabatan yang kuat untuk Yesus. Ini bukan kasih yang "lebih rendah" atau "kurang baik", tetapi ini adalah kasih yang berbeda, yang lebih sesuai dengan pengalaman manusia dan kerentanan Petrus saat itu. Dia tidak munafik. Dia tidak berani melebih-lebihkan kapasitas kasihnya sendiri di hadapan Yesus yang maha tahu.
Dan inilah keindahan anugerah Yesus: Dia menerima kasih phileo Petrus. Dia tidak menolak Petrus karena tidak bisa menjawab dengan agapao pada awalnya. Ini mengajarkan kita bahwa Tuhan bertemu kita di tempat kita berada. Dia melihat ketulusan hati kita, bahkan jika kita belum mencapai standar yang paling tinggi.
C. Yesus Menyesuaikan Diri (Pertanyaan Ketiga)
Perubahan Yesus pada pertanyaan ketiga, menggunakan phileo, adalah momen yang paling menyentuh. "Simon, anak Yohanes, apakah engkau phileo Aku?" Ini menunjukkan empati dan kepekaan Yesus yang luar biasa. Dia memasuki dunia Petrus, mengakui tingkat kasih yang Petrus mampu tawarkan saat itu.
Ini bukan berarti Yesus menurunkan standar-Nya untuk kasih agape. Sebaliknya, ini adalah sebuah undangan untuk bertumbuh. Dengan menerima phileo Petrus, Yesus menegaskan kembali hubungannya dengan Petrus, membangun kembali fondasi kepercayaan. Dari kasih persahabatan yang tulus, Petrus akan diundang untuk bertumbuh ke dalam kasih agape yang lebih dalam, yang akan memungkinkannya untuk benar-benar menggembalakan domba-domba Kristus bahkan sampai mati.
Ini juga mengajarkan kita tentang cara Tuhan berinteraksi dengan kita. Dia tidak memaksakan standar yang tidak realistis pada kita yang rapuh. Dia mengasihi kita apa adanya, dan dari titik penerimaan itu, Dia memanggil kita untuk bertumbuh menjadi lebih seperti Dia. Ini adalah kasih karunia yang transformatif.
D. Kasih dan Perintah: Tak Terpisahkan
Setiap pengakuan kasih Petrus diikuti oleh perintah: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." Ini menegaskan kembali prinsip bahwa kasih sejati kepada Kristus tidak dapat bersifat pasif. Ia harus termanifestasi dalam tindakan pelayanan, kepedulian, dan pengorbanan bagi sesama, khususnya bagi umat-Nya. Kasih adalah motivasi, dan pelayanan adalah ekspresi nyata dari kasih itu.
Perintah-perintah ini, dengan nuansa berbeda (boske arnia, poimaine probata, boske probata), menunjukkan spektrum pelayanan yang luas: dari merawat yang paling lemah dan baru, hingga memimpin dan melindungi seluruh jemaat. Setiap peran penting dan berasal dari hati yang mengasihi Gembala Agung.
VI. Makna Panggilan Gembala dalam Tradisi Kristen
Konsep "gembala" adalah salah satu metafora terpenting dan tertua dalam Alkitab untuk menggambarkan Allah dan para pemimpin rohani-Nya. Dari Daud, yang digambarkan sebagai gembala, hingga Yesus sendiri sebagai Gembala Agung, gambaran ini sarat dengan makna dan tanggung jawab.
A. Allah sebagai Gembala dalam Perjanjian Lama
Mazmur 23 adalah contoh paling terkenal yang menggambarkan Tuhan sebagai gembala. "TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku." Ini menunjukkan bahwa Allah adalah penyedia, pelindung, pemandu, dan perawat umat-Nya. Para pemimpin Israel, seperti Musa dan raja-raja, sering kali disebut sebagai gembala umat-Nya, meskipun seringkali mereka gagal dalam peran ini.
Nubuat-nubuat dalam Perjanjian Lama, seperti dalam Yehezkiel 34, mengeluh tentang gembala-gembala yang buruk yang menggembalakan diri mereka sendiri, bukan domba-dombanya. Allah berjanji untuk datang sendiri sebagai Gembala Sejati atau mengangkat seorang Gembala dari keturunan Daud untuk merawat umat-Nya. Janji ini menemukan pemenuhannya dalam Yesus Kristus.
B. Yesus sebagai Gembala Agung
Yohanes 10 dengan jelas menyatakan Yesus sebagai "Gembala yang Baik". Dia mengenal domba-domba-Nya, memanggil mereka dengan nama, memimpin mereka, dan yang terpenting, Dia memberikan nyawa-Nya bagi domba-domba-Nya. Yesus adalah teladan sempurna dari seorang Gembala yang mengasihi, melindungi, dan berkorban.
Ketika Yesus memanggil Petrus untuk "menggembalakan domba-domba-Ku", Dia menunjuk Petrus untuk menjadi perpanjangan dari pelayanan gembala-Nya sendiri. Petrus tidak dipanggil untuk menjadi gembala yang independen, melainkan seorang gembala yang melayani di bawah Gembala Agung, Yesus Kristus.
C. Para Pemimpin Gereja sebagai Gembala
Sejak zaman Petrus, para pemimpin gereja, terutama mereka yang memiliki karunia penggembalaan (Efesus 4:11), disebut "gembala" atau "pastor" (dari bahasa Latin untuk gembala). Mereka memiliki tanggung jawab khusus untuk merawat jemaat, memberi makan mereka dengan Firman Tuhan, melindungi mereka dari ajaran sesat, membimbing mereka dalam kebenaran, dan menjadi teladan kekudusan.
Petrus sendiri, dalam suratnya yang pertama, menasihati para penatua (gembala) untuk: "Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mencari keuntungan, tetapi dengan rela hati. Janganlah kamu memerintah mereka yang menjadi bagianmu, tetapi jadilah teladan bagi kawanan domba itu. Maka kamu akan menerima mahkota kemuliaan yang tidak dapat layu, apabila Gembala Agung itu menyatakan diri-Nya." (1 Petrus 5:2-4).
Nasihat Petrus ini adalah gema langsung dari pertemuannya dengan Yesus di Yohanes 21. Dia telah belajar pelajaran yang sulit dan berharga tentang apa artinya menggembalakan domba-domba Kristus.
D. Setiap Orang Percaya sebagai 'Gembala' dalam Lingkupnya
Meskipun ada peran khusus sebagai pastor/gembala di gereja, konsep "menggembalakan" dapat diperluas ke setiap orang percaya. Setiap kita memiliki "kawanan domba" dalam lingkup pengaruh kita: keluarga kita, teman kita, rekan kerja kita, komunitas kita. Kita dipanggil untuk menunjukkan kasih Kristus, memberi makan mereka dengan kebenaran (baik melalui perkataan maupun teladan hidup), dan menuntun mereka kepada Gembala yang Baik.
Ini bisa berarti:
- Orang tua menggembalakan anak-anak mereka dengan kasih dan didikan Firman Tuhan.
- Pasangan menggembalakan satu sama lain dengan dukungan dan pengertian.
- Sahabat saling menggembalakan dengan dorongan dan teguran yang membangun.
- Umat percaya saling menggembalakan dalam komunitas gereja melalui perhatian, doa, dan pelayanan.
Esensinya adalah kasih yang aktif dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rohani dan fisik orang lain, menuntun mereka semakin dekat kepada Kristus.
VII. Tantangan dan Berkat dalam Menggembalakan Domba-domba Kristus
Perjalanan menggembalakan domba-domba Kristus, baik dalam peran formal maupun informal, tidak pernah tanpa tantangan. Namun, berkat-berkatnya jauh melampaui kesulitan yang mungkin dihadapi.
A. Tantangan-tantangan dalam Menggembalakan
- Sifat Domba: Domba bisa keras kepala, tersesat, terluka, atau bahkan memberontak. Manusia juga demikian. Menggembalakan seringkali berarti menghadapi kepribadian yang sulit, konflik, dan patah hati.
- Serigala dalam Pakaian Domba: Ada bahaya dari luar, ajaran palsu, dan pengaruh duniawi yang mengancam domba-domba. Gembala harus waspada dan berani untuk melindungi kawanan.
- Keletihan dan Kelelahan: Menggembalakan adalah pekerjaan yang melelahkan secara emosional, mental, dan spiritual. Gembala bisa merasa kesepian, tidak dihargai, atau bahkan terbakar habis.
- Godaan Pribadi: Seperti Petrus, gembala juga manusia yang rentan terhadap dosa, keangkuhan, dan kegagalan. Godaan untuk menggembalakan diri sendiri atau mencari keuntungan pribadi selalu ada.
- Biaya Pengorbanan: Yesus menjelaskan kepada Petrus bahwa menggembalakan bisa berarti membayar harga yang mahal, bahkan hidupnya sendiri. Ini menuntut penyerahan total.
B. Berkat-berkat dalam Menggembalakan
- Sukacita Melihat Pertumbuhan: Tidak ada yang lebih memuaskan daripada melihat seseorang bertumbuh dalam iman, diselamatkan, atau dipulihkan karena pelayanan kita.
- Melihat Perwujudan Kasih Kristus: Melalui pelayanan penggembalaan, kita menjadi saluran kasih Kristus kepada orang lain, mengalami keindahan kemitraan dengan Allah.
- Pertumbuhan Diri: Menggembalakan orang lain memaksa kita untuk bertumbuh dalam karakter, kesabaran, hikmat, dan ketergantungan pada Tuhan.
- Janji Mahkota Kemuliaan: Petrus sendiri menulis tentang "mahkota kemuliaan yang tidak dapat layu" bagi gembala yang setia (1 Petrus 5:4). Ada upah abadi bagi mereka yang setia menggembalakan domba-domba Kristus.
- Mendalamnya Hubungan dengan Kristus: Saat kita melayani domba-domba-Nya, kasih kita kepada Kristus akan bertumbuh lebih dalam, dan kita akan mengalami hadirat-Nya secara lebih nyata.
Oleh karena itu, meskipun tantangannya nyata, panggilan untuk menggembalakan adalah panggilan yang diberkati. Ini adalah jalan yang menguji, tetapi juga jalan yang memurnikan dan mendatangkan sukacita yang tak terkatakan.
VIII. Mengapa Kita Harus Mengingat Khotbah Ini Secara Berkesinambungan?
Khotbah Yohanes 21:15-19 bukan hanya sebuah perikop yang indah, tetapi merupakan kebenaran yang harus terus kita renungkan dan terapkan dalam hidup kita. Ada beberapa alasan mengapa pesannya tetap relevan dan penting untuk diingat secara berkesinambungan:
A. Pengingat Akan Kasih Sejati
Dalam dunia yang seringkali mendefinisikan kasih berdasarkan perasaan yang mudah berubah atau transaksi yang menguntungkan diri sendiri, perikop ini mengarahkan kita kembali kepada definisi kasih yang ilahi dan berkorban (agape). Ini adalah standar yang harus kita perjuangkan dalam hubungan kita dengan Tuhan dan sesama. Mengingatkan diri akan kasih sejati akan menjaga motivasi kita tetap murni dalam pelayanan dan hidup.
B. Harapan di Tengah Kegagalan
Semua orang akan mengalami kegagalan. Tanpa pengingat akan pemulihan Petrus, kita bisa dengan mudah menyerah pada rasa bersalah dan keputusasaan setelah jatuh. Khotbah ini terus-menerus memberikan harapan bahwa Tuhan adalah Allah yang memberikan kesempatan kedua, ketiga, dan seterusnya. Dia percaya pada kita bahkan ketika kita tidak percaya pada diri sendiri, dan Dia akan menggunakan kegagalan kita untuk membentuk karakter kita dan memperdalam pelayanan kita.
C. Penegasan Panggilan Kita
Setiap orang percaya memiliki panggilan untuk melayani dan menjadi saksi Kristus. Perikop ini menegaskan bahwa panggilan tersebut, meskipun mungkin berubah bentuk, tetap berlaku dan vital. Ini mendorong kita untuk secara aktif mencari cara untuk "menggembalakan" domba-domba Kristus dalam konteks kita masing-masing, apakah itu di rumah, di tempat kerja, di gereja, atau di masyarakat.
D. Kesiapan Menghadapi Biaya
Mengikut Kristus dan melayani domba-domba-Nya bukanlah jalan yang mudah. Perikop ini mempersiapkan kita untuk menghadapi penderitaan, pengorbanan, dan kesulitan yang mungkin datang. Dengan mengetahui bahwa Yesus telah memperingatkan Petrus tentang "biaya" ini, kita dapat lebih siap secara mental dan spiritual, dan kita dapat menemukan kekuatan dalam janji bahwa penderitaan kita dapat memuliakan Tuhan.
E. Teladan Kerendahan Hati dan Ketergantungan
Perubahan hati Petrus dari keangkuhan menjadi kerendahan hati yang jujur adalah pelajaran yang abadi. Mengingat hal ini membantu kita untuk terus memeriksa hati kita sendiri, menjauhi kesombongan, dan mengandalkan sepenuhnya pada hikmat dan kekuatan Tuhan, bukan pada kemampuan atau pengalaman kita sendiri.
Oleh karena itu, mari kita tidak pernah melupakan percakapan yang penuh kuasa ini di tepi danau. Ini adalah cetak biru untuk pemulihan, panggilan, dan kehidupan yang berpusat pada Kristus. Ini adalah undangan bagi kita semua untuk menjawab pertanyaan mendasar Yesus: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan jika jawabannya adalah "Ya, Tuhan, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau," maka perintah-Nya akan menyusul: "Gembalakanlah domba-domba-Ku."
Panggilan ini adalah sebuah kehormatan besar dan tanggung jawab suci. Kiranya Tuhan menguatkan kita untuk memenuhi panggilan ini dengan kasih, kesetiaan, dan keberanian, sampai hari Dia datang kembali.
IX. Membawa Pesan Ini dalam Kehidupan Sehari-hari
Bagaimana kita dapat secara praktis mengintegrasikan pelajaran dari Yohanes 21:15-19 ke dalam rutinitas dan interaksi sehari-hari kita? Ini bukan hanya tentang teologi yang indah, tetapi tentang kehidupan yang diubahkan dan diwujudkan.
A. Dalam Keluarga: Kasih yang Menggembalakan
Keluarga adalah 'kawanan domba' pertama dan utama bagi banyak orang. Orang tua dipanggil untuk menggembalakan anak-anak mereka dengan kasih Agape. Ini berarti:
- Memberi makan rohani: Mengajarkan Firman Tuhan, mendoakan mereka, menjadi teladan iman.
- Melindungi: Melindungi mereka dari bahaya moral dan spiritual dunia, mendisiplin dengan kasih.
- Membimbing: Memberikan arahan hidup yang bijaksana sesuai nilai-nilai Kristen.
- Memulihkan: Memberikan pengampunan dan kesempatan kedua ketika anak-anak berbuat salah, meniru Yesus kepada Petrus.
Antar pasangan juga ada panggilan penggembalaan. Saling mengasihi dengan kasih Agape berarti saling melayani, saling mengorbankan diri, dan saling menopang dalam perjalanan iman. Ini adalah fondasi dari keluarga yang kuat.
B. Dalam Gereja Lokal: Pelayanan yang Berpusat pada Kristus
Bagi mereka yang aktif dalam pelayanan gereja, pesan ini sangat relevan. Baik sebagai pemimpin, penatua, diaken, atau jemaat biasa, kita semua dipanggil untuk melayani domba-domba Kristus.
- Melihat Jemaat sebagai "Domba Kristus": Bukan sebagai anggota organisasi, tetapi sebagai individu yang berharga bagi Gembala Agung.
- Prioritaskan Kasih: Pastikan bahwa motivasi utama pelayanan adalah kasih kepada Kristus dan kasih kepada sesama. Hindari pelayanan yang didorong oleh kewajiban semata, ambisi pribadi, atau pencarian pujian.
- Mendukung Pemulihan: Ciptakan lingkungan di gereja yang memungkinkan orang untuk pulih dari kegagalan tanpa penghakiman, sebagaimana Yesus memulihkan Petrus.
- Menerima Berbagai Bentuk Penggembalaan: Kenali bahwa menggembalakan dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk pelayanan: mengajar, mengunjungi orang sakit, melayani kaum miskin, mentorship, konseling, atau sekadar menjadi pendengar yang baik.
C. Di Tempat Kerja dan Masyarakat: Menjadi Saksi dan Pelayan
Panggilan untuk menggembalakan tidak terbatas pada lingkungan gereja. Kita adalah duta Kristus di mana pun kita berada.
- Teladan Hidup: Hidup dengan integritas, kasih, dan belas kasihan di tempat kerja dan dalam interaksi sosial. Menjadi "garam dan terang" berarti menunjukkan nilai-nilai kerajaan Allah.
- Membantu yang Rentan: Di tempat kerja, mungkin ada rekan kerja yang sedang berjuang atau mengalami kesulitan. Di masyarakat, ada banyak yang terpinggirkan dan membutuhkan uluran tangan. Ini adalah kesempatan kita untuk "memberi makan anak-anak domba" atau "menggembalakan domba-domba" dalam arti sosial dan spiritual.
- Menjadi Pembawa Harapan: Di tengah tantangan dan keputusasaan dunia, kita dipanggil untuk menjadi pembawa harapan Kristus, berbagi Injil dengan kata-kata dan perbuatan yang konsisten.
D. Menghadapi Penderitaan dan Pengorbanan
Dalam hidup sehari-hari, kita akan menghadapi pilihan-pilihan yang menuntut pengorbanan. Mungkin itu berarti melepaskan ambisi pribadi demi melayani orang lain, memilih untuk tidak membalas ketika disakiti, atau tetap setia pada nilai-nilai Kristus meskipun ada tekanan sosial.
Mengingat nubuat Yesus kepada Petrus dapat memberikan perspektif yang kuat. Penderitaan atau pengorbanan kita, jika dilakukan dalam ketaatan dan kasih kepada Kristus, dapat memuliakan Tuhan. Ini bukanlah kehampaan, melainkan bagian dari perjalanan mengikut Yesus.
Dengan demikian, Yohanes 21:15-19 bukan hanya cerita untuk dibaca, tetapi panggilan untuk dihidupi setiap hari. Ini adalah undangan untuk mencintai lebih dalam, melayani lebih setia, dan mengikut Yesus lebih dekat, apa pun biayanya.