Pendahuluan: Sebuah Kunci yang Terlupakan
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus, salam sejahtera bagi kita sekalian. Marilah kita sejenak merenungkan sebuah pertanyaan mendasar: Mengapa sebagian orang tampaknya selalu menemukan sukacita dan kedamaian di tengah badai kehidupan, sementara yang lain terus-menerus bergumul dalam keputusasaan, bahkan ketika diberkati dengan banyak hal? Jawabannya seringkali terletak pada satu sikap hati yang begitu sederhana namun memiliki kekuatan transformatif yang luar biasa: ucapan syukur.
Ucapan syukur bukan sekadar kata-kata yang terucap di bibir, bukan pula rutinitas doa sebelum makan. Lebih dari itu, ucapan syukur adalah filosofi hidup, sebuah lensa di mana kita memilih untuk melihat dunia, dan sebuah respons fundamental terhadap anugerah Allah yang tiada batasnya. Ia adalah denyut nadi iman yang sehat, indikator kematangan rohani, dan jembatan menuju hadirat Ilahi. Dalam dunia yang serba cepat, penuh tuntutan, dan seringkali melenakan kita pada keluhan dan ketidakpuasan, ajakan untuk bersyukur mungkin terasa kuno atau bahkan naif. Namun, Alkitab dengan tegas dan konsisten mengajarkan bahwa ucapan syukur adalah fondasi kehidupan yang berlimpah dan cara kita menghormati Sang Pemberi Berkat.
Khotbah kita hari ini akan membawa kita menyelami lebih dalam hakikat ucapan syukur. Kita akan menjelajahi mengapa ucapan syukur begitu esensial bagi perjalanan iman kita, bagaimana kita dapat mengembangkannya dalam kehidupan sehari-hari, dan apa saja buah-buah rohani serta jasmani yang akan kita tuai ketika kita sungguh-sungguh mengalirkan hati yang bersyukur. Mari kita membuka hati dan pikiran kita, memohon pimpinan Roh Kudus, agar firman ini tidak hanya didengar tetapi juga meresap dan mengubah setiap aspek keberadaan kita.
Ilustrasi: Hati yang memancarkan syukur dari tangan yang terangkat.
1. Memahami Hakikat Ucapan Syukur
Sebelum kita dapat mengaplikasikan ucapan syukur secara efektif, kita perlu memiliki pemahaman yang jelas tentang apa itu sebenarnya. Ucapan syukur bukanlah sekadar respons emosional sesaat terhadap hal-hal baik yang terjadi. Ia jauh lebih dalam dan fundamental dari itu.
1.1. Syukur: Lebih dari Sekadar Kata, Ini Adalah Sikap Hati
Banyak orang mengira ucapan syukur hanyalah serangkaian kata "terima kasih" yang diucapkan. Namun, Alkitab mengajarkan bahwa syukur adalah sebuah sikap hati, sebuah orientasi jiwa yang secara sadar memilih untuk mengakui dan menghargai anugerah Tuhan. Ini adalah pilihan untuk melihat kehidupan dari perspektif kelimpahan, bukan kekurangan. Ketika hati kita dipenuhi syukur, kata-kata yang keluar dari bibir kita hanyalah cerminan dari kondisi batin tersebut.
Bayangkan dua orang yang menerima hadiah yang sama. Yang satu mengucapkan "terima kasih" dengan sopan, namun hatinya mungkin berpikir, "Oh, ini lagi? Aku sudah punya yang lebih baik." Yang lain, dengan tulus dan mata berbinar, mengucapkan "terima kasih," karena ia melihat hadiah itu sebagai ekspresi kasih dan kepedulian, terlepas dari nilai materialnya. Perbedaannya terletak pada hati.
"Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18)
Ayat ini tidak mengatakan "mengucap syukurlah untuk segala hal," melainkan "mengucap syukurlah dalam segala hal." Ini adalah perbedaan krusial. Kita mungkin tidak bersyukur untuk penderitaan, kesulitan, atau kerugian. Namun, kita bisa memilih untuk bersyukur di tengah penderitaan itu, karena kita tahu Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia (Roma 8:28), karena kita tahu Dia menyertai kita, dan karena ada pelajaran serta pertumbuhan yang bisa kita dapatkan.
1.2. Kontras: Syukur vs. Mengeluh
Sikap hati yang bersyukur adalah antitesis dari sikap mengeluh. Mengeluh adalah fokus pada apa yang kurang, apa yang salah, dan apa yang tidak kita miliki. Ia adalah lumpur yang mengotori jiwa dan menghambat aliran berkat. Sejarah Israel di padang gurun adalah studi kasus yang dramatis tentang bahaya mengeluh. Meskipun mereka telah melihat keajaiban yang tak terbayangkan — Laut Merah terbelah, manna dari langit, air dari batu — mereka seringkali memilih untuk mengeluh tentang makanan, kepemimpinan, dan kesulitan perjalanan. Konsekuensinya adalah kehilangan berkat dan penundaan masuk ke Tanah Perjanjian.
Sebaliknya, syukur adalah fokus pada apa yang sudah kita miliki, apa yang benar, dan apa yang telah Tuhan berikan. Ia adalah pupuk yang menyuburkan jiwa dan membuka jalan bagi berkat yang lebih besar. Syukur melihat secangkir air yang setengah penuh, sementara keluhan melihatnya setengah kosong. Syukur mengubah "ini tidak cukup" menjadi "terima kasih untuk apa yang ada."
1.3. Dasar Alkitabiah: Mengapa Tuhan Menginginkan Kita Bersyukur?
Alkitab penuh dengan ajakan untuk bersyukur. Dari Mazmur hingga Surat-surat Paulus, ucapan syukur adalah tema yang berulang. Mengapa? Karena ucapan syukur adalah:
- Pengakuan Kedaulatan Allah: Ketika kita bersyukur, kita mengakui bahwa Allah adalah Sumber segala sesuatu yang baik. Kita menempatkan Dia di takhta hati kita sebagai Pemberi dan Pemelihara hidup.
- Ekspresi Iman: Syukur menunjukkan bahwa kita percaya pada kebaikan Allah, bahkan ketika keadaan di sekitar kita tampak suram. Ia adalah deklarasi iman bahwa Allah memegang kendali.
- Penyembahan yang Murni: Ucapan syukur adalah salah satu bentuk penyembahan yang paling tulus. Kita tidak datang kepada Allah hanya untuk meminta, tetapi untuk meninggikan dan memuji Dia atas siapa Dia dan apa yang telah Dia lakukan.
- Sarana Transformasi Hati: Syukur memiliki kekuatan untuk mengubah hati yang keras menjadi lembut, hati yang pahit menjadi manis, dan hati yang putus asa menjadi penuh harapan.
Contoh yang luar biasa adalah Raja Daud. Dalam banyak Mazmur, ia memulai dengan keluhan atau ratapan, tetapi hampir selalu mengakhirinya dengan pujian dan ucapan syukur, bahkan sebelum masalahnya teratasi. Ini menunjukkan bahwa syukur adalah pilihan sadar untuk memandang Allah di atas segala masalah.
2. Mengapa Kita Harus Bersyukur? (Manfaat Spiritual dan Psikologis)
Pertanyaan "mengapa kita harus bersyukur?" tidak hanya dijawab oleh perintah Ilahi, tetapi juga oleh manfaat luar biasa yang dibawanya ke dalam kehidupan kita. Ucapan syukur bukan hanya kewajiban, melainkan sebuah hadiah yang Allah berikan kepada kita untuk kesejahteraan kita sendiri.
2.1. Perintah Ilahi dan Kehendak Allah
Dasar utama kita bersyukur adalah karena itu adalah kehendak Allah. Seperti yang kita baca di 1 Tesalonika 5:18, ini adalah "yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." Ketika kita bersyukur, kita selaras dengan hati Allah. Kita melakukan apa yang Dia minta, dan dalam ketaatan itu ada damai dan berkat. Ini adalah cara kita menunjukkan bahwa kita mencintai dan mempercayai Dia.
"Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, ke pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya dan pujilah nama-Nya!" (Mazmur 100:4)
Ayat ini menunjukkan bahwa syukur adalah cara kita mendekat kepada Tuhan. Ini adalah pintu masuk ke hadirat-Nya, bukan sekadar respons setelah kita menerima sesuatu.
2.2. Mengakui Kedaulatan dan Kebenaran Allah
Dalam setiap ucapan syukur, kita menegaskan kembali bahwa Allah adalah Raja, Dia berdaulat atas segalanya, dan Dia itu baik. Kita mengakui bahwa setiap napas, setiap hari, setiap berkat, bahkan setiap tantangan yang membentuk karakter kita, semuanya berada dalam kendali-Nya yang maha sempurna. Syukur melawan gagasan bahwa kita adalah penentu nasib kita sendiri atau bahwa keberhasilan kita semata-mata karena upaya kita. Ia mengarahkan pandangan kita kembali kepada Allah sebagai Sumber segala kebaikan.
2.3. Mengubah Perspektif: Dari Kekurangan ke Kelimpahan
Salah satu kekuatan terbesar syukur adalah kemampuannya untuk mengubah cara pandang kita. Otak manusia cenderung memiliki bias negatif; kita lebih mudah memperhatikan apa yang salah atau yang kurang. Syukur adalah disiplin rohani yang melawan bias ini. Ia melatih kita untuk secara aktif mencari dan menghargai berkat-berkat, bahkan yang terkecil sekalipun. Dari kacamata syukur, secangkir kopi pagi, matahari terbit, senyum orang yang kita kasihi, atau kesehatan yang prima menjadi alasan untuk merayakan, bukan sekadar hal yang diterima begitu saja.
Pergeseran perspektif ini dapat mengurangi stres, kecemasan, dan depresi. Ketika kita fokus pada kelimpahan, pikiran kita tidak lagi terpenjara oleh kekurangan, dan kita mulai melihat peluang di mana sebelumnya kita hanya melihat hambatan.
2.4. Membawa Damai Sejahtera dan Sukacita
Filipi 4:6-7 mengajarkan: "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus." Ini adalah janji yang luar biasa! Syukur adalah kunci untuk membuka pintu damai sejahtera Allah. Ketika kita mengeluh dan khawatir, kita menutup diri dari damai-Nya. Tetapi ketika kita bersyukur, kita membuka hati kita untuk menerima ketenangan yang hanya dapat diberikan oleh Kristus.
Demikian pula, sukacita sejati tidak datang dari kondisi yang sempurna, tetapi dari hati yang bersyukur. Rasul Paulus, yang menulis banyak tentang sukacita dan syukur, melakukannya dari balik jeruji penjara. Ia mengajarkan kita bahwa sukacita adalah pilihan, dan syukur adalah jalannya.
2.5. Memperkuat Iman dan Kepercayaan
Ketika kita secara konsisten mengingat dan mensyukuri apa yang telah Tuhan lakukan di masa lalu, iman kita diperkuat untuk menghadapi masa depan. Setiap berkat yang kita syukuri menjadi bukti nyata dari kesetiaan Allah. Ini membangun gudang kenangan ilahi di dalam hati kita, yang bisa kita kunjungi saat keraguan atau ketakutan datang menyerang. Syukur adalah pengingat bahwa Allah yang setia di masa lalu akan tetap setia di masa kini dan masa depan.
2.6. Menarik Berkat dan Kebaikan Lebih Lanjut
Meskipun kita tidak bersyukur untuk mendapatkan sesuatu, ada prinsip rohani bahwa "siapa yang memiliki akan diberi lebih banyak." Hati yang bersyukur adalah magnet bagi berkat. Bukan karena Allah membutuhkan pujian kita, tetapi karena hati yang bersyukur adalah hati yang terbuka dan siap menerima. Ketika kita menghargai apa yang sudah kita miliki, kita menjadi pengelola yang lebih baik, dan Allah dapat mempercayakan kita dengan lebih banyak lagi.
Ini bukan berarti bahwa setiap ucapan syukur akan langsung menghasilkan keuntungan materi, tetapi lebih pada pembukaan pintu bagi berkat-berkat spiritual, relasional, dan emosional yang jauh lebih berharga. Syukur menciptakan atmosfer di mana kebaikan Allah dapat berlimpah.
3. Bagaimana Mengembangkan Sikap Syukur dalam Kehidupan Sehari-hari
Mengembangkan sikap syukur adalah sebuah proses, sebuah disiplin rohani yang membutuhkan kesadaran dan praktik yang konsisten. Ini bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja, melainkan sebuah pilihan aktif yang kita buat setiap hari.
3.1. Praktik Doa Syukur yang Disengaja
Doa kita tidak boleh hanya berisi permohonan. Sebagian besar waktu doa kita seharusnya diisi dengan ucapan syukur. Mulailah doa Anda dengan bersyukur atas hari baru, atas anugerah keselamatan, atas keluarga, kesehatan, makanan, pekerjaan, dan bahkan atas tantangan yang membentuk Anda. Ubahlah kebiasaan meminta menjadi kebiasaan mengucap terima kasih.
- Doa Pagi: Sebelum memulai aktivitas, luangkan waktu untuk bersyukur atas istirahat malam dan harapan hari yang baru.
- Doa Malam: Sebelum tidur, renungkan dan syukuri setidaknya tiga hal baik yang terjadi sepanjang hari.
- Doa Saat Makan: Lebih dari sekadar berkat makanan, gunakan waktu ini untuk mensyukuri penyediaan Tuhan secara menyeluruh.
3.2. Jurnal Syukur: Mencatat Berkat Setiap Hari
Salah satu praktik paling efektif untuk mengembangkan syukur adalah dengan membuat jurnal syukur. Setiap hari, tuliskan setidaknya 3-5 hal yang Anda syukuri. Ini bisa berupa hal-hal besar seperti kesembuhan, pekerjaan baru, atau berkat rohani, tetapi juga hal-hal kecil yang sering terabaikan: secangkir teh hangat, panggilan telepon dari teman, lagu favorit di radio, cuaca yang cerah, atau bahkan tidak ada kemacetan lalu lintas. Dengan mencatatnya, kita melatih otak kita untuk mencari hal-hal positif dan menjadikan syukur sebagai kebiasaan.
Ketika Anda merasa down atau frustrasi, buka kembali jurnal syukur Anda dan bacalah semua hal yang telah Anda syukuri. Ini akan menjadi pengingat yang kuat akan kesetiaan dan kebaikan Tuhan dalam hidup Anda.
3.3. Mengingat Berkat Kecil dan Biasa
Seringkali, kita cenderung hanya bersyukur atas berkat-berkat besar yang spektakuler. Namun, berkat Tuhan ada di mana-mana, tersembunyi dalam detail-detail kecil kehidupan sehari-hari. Kemampuan untuk bernapas, melihat, mendengar, berjalan, berpikir, merasakan—ini semua adalah mukjizat yang sering kita anggap remeh. Keberadaan keluarga, teman, atap di atas kepala, makanan di meja, akses air bersih, listrik, internet—banyak hal yang bagi sebagian orang adalah kemewahan, tetapi bagi kita adalah hal biasa. Mulaikan menghargai dan mensyukuri hal-hal "biasa" ini, dan Anda akan menemukan bahwa hidup Anda penuh dengan kelimpahan.
3.4. Bersyukur dalam Segala Keadaan (Bukan Untuk Segala Keadaan)
Ini adalah aspek yang paling menantang dari ucapan syukur, tetapi juga yang paling transformatif. Seperti yang disebutkan sebelumnya, 1 Tesalonika 5:18 mengundang kita untuk bersyukur dalam segala hal, bukan untuk segala hal. Artinya, kita tidak perlu berpura-pura bersyukur atas penyakit, kehilangan, atau kegagalan. Namun, di tengah-tengah kesulitan itu, kita bisa menemukan alasan untuk bersyukur:
- Syukur atas kekuatan yang Tuhan berikan untuk melewati masa sulit.
- Syukur atas pelajaran yang bisa dipetik dari pengalaman pahit.
- Syukur atas penghiburan dan dukungan dari sesama.
- Syukur atas kehadiran Allah yang tak pernah meninggalkan kita.
- Syukur atas janji-janji-Nya yang tetap teguh.
Mencari "mutiara" dalam lumpur penderitaan bukanlah penolakan terhadap rasa sakit, melainkan sebuah tindakan iman yang mencari kebaikan Allah di tengah-tengahnya.
3.5. Melayani Orang Lain dengan Hati Bersyukur
Ketika kita telah menerima begitu banyak dari Tuhan, salah satu respons alami adalah keinginan untuk memberi dan melayani orang lain. Melayani dengan hati bersyukur mengubah perspektif kita dari "apa yang harus saya lakukan?" menjadi "betapa beruntungnya saya bisa melakukan ini!" Melayani orang lain membuat kita sadar betapa beruntungnya kita dan memperdalam rasa syukur kita. Ketika kita melihat kebutuhan orang lain, kita akan lebih menghargai berkat-berkat yang kita miliki.
3.6. Pujian dan Penyembahan sebagai Ekspresi Syukur
Pujian dan penyembahan adalah cara kita mengarahkan fokus kita sepenuhnya kepada Allah. Ini adalah saat di mana kita secara aktif menyatakan keagungan, kebaikan, dan kesetiaan-Nya. Lagu-lagu pujian yang kita nyanyikan, kata-kata yang kita ucapkan dalam penyembahan, semuanya adalah sarana untuk meluapkan hati yang bersyukur. Ini bukan hanya tentang musik, tetapi tentang penyerahan diri dan pengakuan akan kebesaran Tuhan yang melampaui segala sesuatu.
Lakukan ini secara pribadi di rumah, dalam perjalanan, atau di gereja. Biarkan pujian dan penyembahan menjadi kebiasaan harian Anda, dan Anda akan merasakan damai dan sukacita yang meluap.
Ilustrasi: Matahari bersinar terang, melambangkan berkat dan kebaikan Ilahi.
4. Dampak dan Buah Ucapan Syukur dalam Kehidupan
Ketika ucapan syukur menjadi gaya hidup, dampaknya akan terasa di setiap area kehidupan kita, baik secara rohani, mental, emosional, maupun sosial. Buah-buah syukur adalah bukti nyata dari pekerjaan Roh Kudus dalam hati kita.
4.1. Kesehatan Mental dan Emosional yang Lebih Baik
Penelitian ilmiah modern semakin mengkonfirmasi apa yang telah diajarkan Alkitab selama ribuan tahun: syukur itu baik untuk jiwa kita. Orang yang bersyukur cenderung memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi, kurang mengalami depresi dan kecemasan, dan lebih tangguh menghadapi stres. Syukur membantu kita mengembangkan resiliensi, kemampuan untuk bangkit kembali dari kemunduran.
- Mengurangi Stres: Dengan fokus pada hal positif, pikiran tidak terlalu terjebak dalam lingkaran kekhawatiran.
- Meningkatkan Kebahagiaan: Otak melepaskan dopamin dan serotonin, hormon kebahagiaan, saat kita merasa bersyukur.
- Meningkatkan Kualitas Tidur: Pikiran yang tenang sebelum tidur karena bersyukur dapat membantu tidur lebih nyenyak.
4.2. Hubungan yang Lebih Kuat dan Harmonis
Syukur juga berdampak positif pada hubungan kita dengan orang lain. Ketika kita bersyukur atas kehadiran orang-orang di sekitar kita—pasangan, anak, teman, rekan kerja—kita cenderung lebih menghargai mereka, lebih sabar, dan lebih ekspresif dalam kasih. Mengucapkan terima kasih secara tulus kepada orang lain tidak hanya membuat mereka merasa dihargai, tetapi juga memperkuat ikatan emosional dan menciptakan lingkungan yang lebih positif.
Bayangkan perbedaan dalam sebuah keluarga di mana anggota saling mengeluh versus keluarga di mana anggota saling menghargai dan bersyukur. Lingkungan yang dipenuhi syukur akan menumbuhkan kasih, pengertian, dan dukungan.
4.3. Pelepasan dari Cengkraman Kekhawatiran dan Ketakutan
Seperti yang diajarkan Filipi 4:6-7, ucapan syukur adalah penawar ampuh untuk kekhawatiran. Kekhawatiran adalah manifestasi dari kurangnya kepercayaan pada pemeliharaan Allah, sementara syukur adalah deklarasi kepercayaan kita kepada-Nya. Ketika kita bersyukur, kita mengakui bahwa Tuhan yang telah memelihara kita di masa lalu akan terus memelihara kita di masa depan. Ini melepaskan beban berat dari pundak kita dan memungkinkan kita untuk hidup dengan lebih ringan dan penuh keyakinan.
4.4. Pintu Berkat dan Kesempatan Terbuka
Meskipun kita tidak bersyukur untuk mendapatkan imbalan, Alkitab menunjukkan bahwa ada hubungan antara syukur dan berkat. Hati yang bersyukur adalah hati yang terbuka untuk menerima lebih banyak. Ini bukan formula ajaib, tetapi prinsip ilahi. Orang yang bersyukur cenderung lebih positif, lebih mudah didekati, dan lebih proaktif dalam melihat dan meraih kesempatan. Berkat-berkat tidak selalu berupa materi; itu bisa berupa kedamaian, sukacita, hikmat, atau pintu pelayanan baru. Ketika kita menghargai apa yang Allah berikan, Dia seringkali mempercayakan kita dengan lebih banyak lagi.
4.5. Kesaksian Hidup yang Memuliakan Tuhan
Kehidupan yang dipenuhi syukur adalah kesaksian yang kuat bagi dunia yang skeptis dan sinis. Ketika orang lain melihat kita mempertahankan sikap syukur di tengah kesulitan, mereka akan penasaran tentang sumber kedamaian dan kekuatan kita. Hidup yang bersyukur adalah khotbah yang berjalan, yang menunjukkan kebaikan dan kesetiaan Allah yang nyata. Ini adalah magnet yang menarik orang kepada Kristus, karena mereka ingin memiliki damai dan sukacita yang sama yang kita miliki.
Dalam dunia yang penuh dengan keluhan dan ketidakpuasan, orang yang bersyukur menjadi mercusuar harapan, menyoroti kebaikan Allah dalam setiap situasi.
4.6. Pertumbuhan Rohani yang Mendalam
Ucapan syukur adalah pupuk bagi pertumbuhan rohani. Ia membantu kita menjadi lebih rendah hati, lebih sadar akan ketergantungan kita pada Tuhan, dan lebih peka terhadap hadirat-Nya dalam hidup kita. Melalui syukur, kita belajar untuk melihat tangan Tuhan dalam setiap detail, mengembangkan perspektif kekal, dan memperdalam hubungan kita dengan Sang Pencipta.
Ia menggeser fokus dari diri sendiri ke Tuhan, dari masalah ke solusi ilahi, dan dari kekhawatiran duniawi ke kebenaran rohani yang abadi.
Kesimpulan: Pilihan Harian untuk Hidup Berlimpah
Saudara-saudari yang terkasih, kita telah melihat bahwa ucapan syukur adalah jauh lebih dari sekadar emosi atau kata-kata. Ia adalah sebuah fondasi kehidupan iman, sebuah sikap hati yang transformatif, dan kunci menuju kedamaian, sukacita, serta berkat-berkat Allah yang melimpah. Ia adalah respons kita terhadap anugerah terbesar—kasih Allah yang tak bersyarat yang dicurahkan melalui Yesus Kristus.
Di dunia yang terus-menerus mendorong kita untuk menginginkan lebih, mengeluh tentang apa yang tidak kita miliki, dan hidup dalam kecemasan, ajakan untuk bersyukur adalah sebuah revolusi. Ia adalah undangan untuk menarik napas dalam-dalam, menghentikan hiruk pikuk, dan mengakui bahwa kita sudah sangat diberkati. Ia adalah tindakan iman yang berani, menyatakan bahwa Allah itu baik, selalu baik, dan layak dipuji dalam segala situasi.
Saya ingin mengajak Anda semua untuk menjadikan ucapan syukur sebagai praktik harian, sebagai gaya hidup, bukan hanya sebagai respons sesekali. Mulailah setiap pagi dengan menyebutkan hal-hal yang Anda syukuri. Akhiri setiap hari dengan menuliskan berkat-berkat yang Anda alami. Di tengah kesulitan, carilah alasan untuk bersyukur dalam keadaan itu, bukan untuk keadaan itu. Biarkan hati Anda dipenuhi dengan pujian dan penyembahan.
Ingatlah, ucapan syukur tidak meniadakan rasa sakit atau kesulitan. Ia tidak berarti kita harus berpura-pura bahagia ketika kita sedih. Namun, ia memberi kita kekuatan untuk menanggung rasa sakit itu dengan keyakinan, dan ia menyediakan jalan keluar dari keputusasaan. Ia adalah jangkar bagi jiwa kita di tengah badai, mengingatkan kita akan kesetiaan Allah yang tak tergoyahkan.
Ketika kita mengalirkan syukur, kita sedang menabur benih-benih berkat dalam hidup kita sendiri dan kehidupan orang-orang di sekitar kita. Kita sedang membuka pintu bagi hadirat Allah untuk lebih berdiam dalam hati dan rumah kita. Kita sedang memanen buah-buah roh: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri.
Marilah kita pulang hari ini dengan tekad baru untuk menjadi umat yang bersyukur. Biarlah hidup kita menjadi kesaksian nyata akan kebaikan Allah, sehingga melalui kita, semakin banyak jiwa dapat mengenal dan memuliakan Dia. Amin.
"Untuk semua yang telah Engkau berikan, dan semua yang masih akan datang, kami bersyukur, ya Tuhan."