Mengelola Waktu dan Kesempatan: Khotbah Kehidupan Bermakna
Ilustrasi jam pasir dan jam dinding, melambangkan waktu yang terus berjalan dan kesempatan yang harus dimanfaatkan.
Saudara-saudari terkasih, hadirin sekalian, dan siapa pun yang membaca khotbah ini, mari kita sejenak merenungkan dua hal yang paling berharga namun seringkali kita abaikan dalam hidup ini: waktu dan kesempatan. Dalam hiruk-pikuk kehidupan modern yang serba cepat, kita sering merasa kekurangan waktu. Kita bergegas dari satu tugas ke tugas lain, dari satu janji ke janji lain, seolah waktu adalah musuh yang selalu mengejar. Di sisi lain, kesempatan seringkali datang dan pergi tanpa kita sadari, atau bahkan kita lepaskan begitu saja karena berbagai alasan. Namun, Alkitab mengajarkan kita perspektif yang sangat berbeda tentang waktu dan kesempatan. Alkitab mengajak kita untuk melihatnya sebagai karunia ilahi, aset yang tak ternilai harganya, yang harus kita kelola dengan bijak dan manfaatkan dengan sepenuh hati.
Hari ini, melalui khotbah ini, saya ingin mengajak kita semua untuk menyelami lebih dalam makna waktu dan kesempatan dari sudut pandang iman. Kita akan membahas mengapa keduanya begitu penting, bagaimana kita bisa mengelolanya dengan bijaksana, dan apa dampak jangka panjang dari pilihan-pilihan kita dalam kaitannya dengan karunia ini. Mari kita buka hati dan pikiran kita, biarkan firman Tuhan menuntun kita menuju kehidupan yang lebih bermakna, produktif, dan penuh berkat.
I. Waktu: Karunia Ilahi yang Tak Ternilai
Waktu adalah dimensi paling mendasar dari keberadaan kita. Ia adalah aliran detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, dan tahun yang membentuk alur kehidupan. Namun, bagi orang beriman, waktu bukan sekadar deretan angka di kalender atau putaran jarum jam. Waktu adalah pemberian yang agung dari Sang Pencipta. Setiap hembusan napas, setiap detak jantung, adalah bukti kasih karunia-Nya yang terus mengalir.
A. Sifat Waktu: Terbatas, Fleeting, dan Tidak Dapat Diulang
Salah satu kebenaran paling mendasar tentang waktu adalah sifatnya yang terbatas. Pemazmur berkata dalam Mazmur 90:12, "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana." Ayat ini bukan hanya sebuah permohonan, melainkan pengakuan akan keterbatasan hidup manusia. Kita tidak tahu berapa lama waktu yang diberikan kepada kita di dunia ini. Hidup ini bagaikan uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap (Yakobus 4:14). Kita tidak dapat menunda, mengulang, atau menghentikan waktu. Sekali sebuah momen berlalu, ia akan pergi selamanya.
Kenyataan ini seharusnya tidak membuat kita takut atau panik, melainkan membangkitkan rasa urgensi dan kesadaran akan betapa berharganya setiap momen. Bayangkan sebuah jam pasir: butiran-butiran pasir jatuh terus-menerus, tidak pernah berhenti, dan tidak bisa dikembalikan ke atas setelah jatuh. Demikianlah waktu kita. Setiap detik yang berlalu adalah pasir yang telah jatuh, takkan kembali.
B. Waktu sebagai Arena Pertumbuhan dan Pembentukan Diri
Jika waktu adalah karunia, lalu untuk apa Tuhan memberikannya kepada kita? Waktu diberikan kepada kita bukan hanya untuk bernapas dan bertahan hidup, tetapi untuk bertumbuh, belajar, melayani, dan menjadi pribadi yang semakin serupa dengan citra ilahi yang telah ditanamkan dalam diri kita. Waktu adalah ladang di mana kita menabur benih-benih kebaikan, iman, kasih, dan kesabaran. Di ladang waktu ini, kita memanen pengalaman, hikmat, dan karakter.
Setiap tantangan, setiap keberhasilan, setiap kegagalan yang kita alami di sepanjang waktu hidup kita adalah alat pembentukan di tangan Tuhan. Melalui waktu, kita diajar untuk sabar, untuk mengampuni, untuk berani, dan untuk percaya. Tanpa waktu, tidak ada proses, tidak ada pertumbuhan, tidak ada pendewasaan. Oleh karena itu, membuang-buang waktu sama dengan menyia-nyiakan kesempatan untuk menjadi versi terbaik dari diri kita yang telah Tuhan rancangkan.
C. Waktu dan Tujuan Hidup
Waktu memiliki makna terdalam ketika kita menghubungkannya dengan tujuan hidup kita. Setiap individu diciptakan dengan tujuan yang unik. Waktu adalah panggung di mana kita menemukan, mengembangkan, dan memenuhi tujuan tersebut. Ketika kita hidup tanpa tujuan, waktu terasa hampa dan berlalu begitu saja tanpa jejak berarti. Namun, ketika kita menyelaraskan waktu kita dengan tujuan ilahi, setiap detik menjadi berharga dan setiap tindakan memiliki bobot kekekalan.
Pertanyaan penting yang harus kita tanyakan pada diri sendiri adalah: "Untuk apa waktu ini saya gunakan? Apakah saya menginvestasikan waktu saya untuk hal-hal yang benar-benar penting dan memiliki nilai kekal, ataukah saya menghabiskannya untuk hal-hal yang fana dan tidak membawa dampak positif?" Mari kita renungkan perkataan Raja Salomo dalam Pengkhotbah 3:1, "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya." Ada waktu untuk bekerja, waktu untuk beristirahat, waktu untuk menangis, waktu untuk tertawa, waktu untuk merencanakan, dan waktu untuk bertindak. Hikmat terletak pada mengetahui dan menyeimbangkan waktu-waktu ini sesuai dengan kehendak Tuhan.
II. Bijaksana Mengelola Waktu: Sebuah Panggilan Kekristenan
Mengingat betapa berharganya waktu, maka panggilan untuk mengelolanya dengan bijak bukan lagi pilihan, melainkan sebuah keharusan bagi setiap orang percaya. Rasul Paulus menasihati kita dalam Efesus 5:15-16, "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, melainkan seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." Kata "pergunakanlah waktu yang ada" dalam bahasa Yunani adalah exagorazo, yang berarti "membeli kembali" atau "menebus" waktu. Ini mengisyaratkan bahwa waktu adalah sesuatu yang bisa kita tebus dari kesia-siaan, dari hal-hal yang tidak penting, dan menggunakannya untuk kemuliaan Tuhan.
Ilustrasi kompas yang menunjukkan arah, melambangkan kebijaksanaan dalam menentukan prioritas waktu.
A. Menetapkan Prioritas Berdasarkan Nilai Kekal
Manajemen waktu yang bijaksana dimulai dengan identifikasi prioritas. Apa yang paling penting dalam hidup Anda? Apakah itu hubungan dengan Tuhan, keluarga, kesehatan, pekerjaan, pelayanan, atau pengembangan diri? Seringkali, kita terjebak dalam lingkaran setan kesibukan yang membuat kita merasa produktif, padahal sebenarnya kita hanya sibuk dengan hal-hal yang tidak penting. Ada perbedaan besar antara "sibuk" dan "produktif". Produktivitas sejati terletak pada melakukan hal-hal yang paling penting dan paling berharga.
Kita perlu secara jujur mengevaluasi bagaimana kita menghabiskan 24 jam sehari. Berapa banyak waktu yang kita alokasikan untuk doa dan pembacaan firman Tuhan? Berapa banyak waktu untuk membangun hubungan yang sehat dengan keluarga dan orang-orang terkasih? Berapa banyak waktu untuk beristirahat dan memulihkan diri? Dan berapa banyak waktu untuk pekerjaan atau pelayanan yang Tuhan percayakan? Menetapkan prioritas yang jelas, yang berakar pada nilai-nilai Kristiani, akan menjadi kompas yang menuntun kita dalam setiap pilihan penggunaan waktu.
B. Disiplin Diri dan Mengatasi Penundaan
Setelah prioritas ditetapkan, tantangan berikutnya adalah disiplin diri. Kebanyakan dari kita tahu apa yang harus dilakukan, tetapi kesulitan dalam melakukannya. Penundaan (prokrastinasi) adalah musuh utama dari pengelolaan waktu yang bijaksana. Kita menunda karena takut gagal, takut memulai, atau karena godaan kenyamanan sesaat. Padahal, setiap penundaan bukan hanya membuang waktu, tetapi juga dapat menimbulkan stres, kecemasan, dan hilangnya kesempatan.
Disiplin diri bukanlah sesuatu yang datang secara instan, melainkan hasil dari latihan yang konsisten. Ini melibatkan mengambil langkah-langkah kecil, melawan keinginan untuk menunda, dan berpegang teguh pada rencana yang telah dibuat. Ingatlah bahwa Tuhan adalah Allah ketertiban, dan Ia memberdayakan kita untuk hidup dengan disiplin. Jangan biarkan kemalasan atau ketakutan merampok waktu berharga Anda. Mulailah dengan tugas-tugas kecil yang mudah diselesaikan, bangun momentum, dan secara bertahap atasi tugas-tugas yang lebih besar.
C. Mengelola Gangguan dan Batas Teknologi
Di era digital ini, salah satu tantangan terbesar dalam pengelolaan waktu adalah gangguan. Notifikasi ponsel yang tiada henti, media sosial yang adiktif, dan banjir informasi dapat dengan mudah menguras waktu dan perhatian kita. Meskipun teknologi telah membawa banyak manfaat, ia juga dapat menjadi pencuri waktu yang ulung jika tidak dikelola dengan bijak. Kita perlu belajar untuk membatasi diri, menetapkan waktu khusus untuk memeriksa email atau media sosial, dan menciptakan "zona bebas gangguan" di mana kita bisa fokus pada tugas-tugas penting.
Menetapkan batas yang sehat dengan teknologi berarti tidak membiarkannya mengendalikan kita, tetapi kita yang mengendalikan teknologi. Hal ini juga berarti belajar mengatakan "tidak" kepada hal-hal yang tidak penting, agar kita bisa mengatakan "ya" kepada hal-hal yang esensial. Ingatlah, waktu Anda adalah milik Anda, jangan biarkan orang lain atau teknologi mendiktekannya sepenuhnya.
D. Keseimbangan Hidup: Bekerja, Beristirahat, dan Bersekutu
Pengelolaan waktu yang bijaksana bukan berarti mengisi setiap detik dengan aktivitas yang padat. Sebaliknya, ini adalah tentang menemukan keseimbangan yang sehat antara bekerja, beristirahat, dan bersekutu. Tubuh, jiwa, dan roh kita membutuhkan istirahat dan pemulihan. Tuhan sendiri menetapkan hari Sabat sebagai prinsip istirahat. Mengabaikan istirahat dapat menyebabkan kelelahan, stres, dan bahkan kesehatan yang buruk. Istirahat bukanlah pemborosan waktu, melainkan investasi untuk produktivitas yang berkelanjutan.
Demikian juga, waktu untuk bersekutu dengan sesama orang percaya dan waktu untuk memupuk hubungan pribadi yang sehat sangat penting. Kita adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dan dukungan. Jangan biarkan pekerjaan menguasai seluruh waktu Anda hingga Anda mengorbankan hubungan penting. Keseimbangan adalah kunci menuju kehidupan yang utuh dan sehat, di mana setiap aspek kehidupan mendapatkan porsi waktu yang layak.
III. Kesempatan: Pintu Berkat dan Tanggung Jawab
Selain waktu, Tuhan juga menganugerahkan kita kesempatan. Kesempatan adalah peluang, momen yang tepat, atau keadaan yang menguntungkan yang memungkinkan kita untuk mencapai sesuatu, melakukan kebaikan, atau mengalami pertumbuhan. Kesempatan bisa datang dalam berbagai bentuk: undangan untuk melayani, ide bisnis baru, pertemuan dengan orang penting, atau bahkan tantangan yang mendorong kita keluar dari zona nyaman.
Ilustrasi pintu terbuka dengan cahaya di baliknya, melambangkan sebuah kesempatan baru yang menunggu untuk dimasuki.
A. Mengenali Kesempatan: Mata yang Peka dan Hati yang Peka
Tidak setiap orang mampu mengenali kesempatan ketika ia datang. Seringkali, kesempatan menyamar dalam bentuk tantangan, pekerjaan sulit, atau bahkan situasi yang tidak nyaman. Diperlukan mata yang peka dan hati yang peka untuk melihat potensi di balik keadaan-keadaan tersebut. Nabi Ester menghadapi sebuah kesempatan besar untuk menyelamatkan bangsanya, tetapi itu datang dalam bentuk panggilan yang menakutkan untuk mendekati raja tanpa dipanggil. Pamannya, Mordekhai, menantangnya dengan perkataan yang terkenal: "Siapa tahu, mungkin justru untuk saat yang seperti inilah engkau menjadi ratu" (Ester 4:14).
Mengenali kesempatan juga berarti memiliki visi yang melampaui keadaan saat ini. Ini berarti melihat bukan hanya apa yang ada, tetapi apa yang bisa terjadi. Itu membutuhkan kepekaan terhadap dorongan Roh Kudus yang seringkali membimbing kita pada jalur-jalur yang tidak terduga. Semakin kita melatih diri untuk peka terhadap suara Tuhan dan tanda-tanda di sekitar kita, semakin kita akan mampu menangkap kesempatan yang Ia sediakan.
B. Merebut Kesempatan: Keberanian dan Tindakan
Mengenali kesempatan saja tidak cukup; kita harus berani merebutnya. Merebut kesempatan seringkali melibatkan melangkah keluar dari zona nyaman, mengambil risiko yang diperhitungkan, dan bertindak meskipun ada rasa takut atau keraguan. Banyak kesempatan hilang bukan karena kita tidak melihatnya, tetapi karena kita takut bertindak, atau menundanya terlalu lama.
Perumpamaan tentang talenta dalam Matius 25:14-30 adalah ilustrasi yang kuat tentang pentingnya merebut kesempatan. Hamba yang menerima lima talenta dan dua talenta tidak hanya mengenali kesempatan untuk berinvestasi, tetapi ia juga bertindak dengan berani. Sebaliknya, hamba yang menerima satu talenta, karena takut, menyembunyikan talentanya dan melewatkan kesempatan untuk melipatgandakannya. Tuhan tidak hanya menghargai talenta yang Ia berikan, tetapi juga tindakan kita dalam memanfaatkan talenta dan kesempatan tersebut.
Keberanian untuk bertindak muncul dari iman dan kepercayaan kepada Tuhan. Ketika kita percaya bahwa Tuhan adalah yang membuka pintu kesempatan, maka kita akan memiliki keberanian untuk melangkah melewatinya. Jangan biarkan keraguan diri, kritik orang lain, atau ketakutan akan kegagalan merampas kesempatan yang Tuhan berikan kepada Anda.
C. Kesempatan untuk Melayani dan Memberi
Tidak semua kesempatan datang dalam bentuk keuntungan pribadi atau kemajuan karir. Banyak kesempatan terbesar dalam hidup adalah kesempatan untuk melayani orang lain dan memberi diri kita. Kesempatan untuk menjadi berkat bagi sesama, untuk menghibur yang berduka, untuk memberi makan yang lapar, untuk mengajar yang haus pengetahuan, atau untuk membagikan Injil kepada yang belum mengenal Kristus. Ini adalah jenis kesempatan yang memiliki nilai kekal yang tak tertandingi.
Yesus sendiri adalah teladan utama dalam merebut setiap kesempatan untuk melayani. Ia tidak pernah melewatkan kesempatan untuk menyembuhkan, mengajar, atau menunjukkan kasih. Sebagai pengikut-Nya, kita juga dipanggil untuk memiliki hati yang terbuka terhadap setiap kesempatan untuk menjadi agen kasih dan anugerah-Nya di dunia ini. Seringkali, kesempatan ini tidak datang dengan plakat besar, melainkan dalam bentuk kecil: senyum, perkataan penyemangat, atau uluran tangan yang sederhana.
D. Kesempatan yang Hilang: Penyesalan dan Pembelajaran
Realitas pahit dari kesempatan adalah bahwa mereka seringkali hanya datang sekali. Ketika sebuah kesempatan terlewatkan, ia mungkin tidak akan pernah kembali dalam bentuk yang sama. Rasa penyesalan atas kesempatan yang hilang bisa menjadi beban yang berat. Namun, daripada membiarkan penyesalan melumpuhkan kita, mari kita gunakan itu sebagai pelajaran berharga. Apa yang bisa kita pelajari dari kesempatan yang kita lewatkan? Apa yang bisa kita lakukan secara berbeda di masa depan?
Belajar dari kesalahan dan kegagalan adalah bagian dari proses pertumbuhan. Jangan biarkan kesempatan yang hilang membuat Anda putus asa, melainkan biarkan itu memicu Anda untuk lebih peka dan lebih berani dalam menghadapi kesempatan-kesempatan berikutnya. Ingatlah, Tuhan adalah Allah kesempatan kedua, ketiga, bahkan tak terbatas. Yang penting adalah respons kita saat ini dan di masa depan.
IV. Konsekuensi Jangka Panjang: Kekekalan dalam Perspektif Waktu dan Kesempatan
Pemilihan kita dalam mengelola waktu dan merebut kesempatan memiliki dampak yang jauh melampaui kehidupan kita di dunia ini. Ada dimensi kekal dalam setiap keputusan kita. Kehidupan ini adalah persiapan untuk kekekalan, dan waktu yang kita miliki di sini adalah periode pengujian dan penanaman benih untuk panen di masa depan.
A. Menabur dan Menuai: Hukum Ilahi
Prinsip menabur dan menuai adalah hukum ilahi yang berlaku sepanjang waktu. Galatia 6:7 berkata, "Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya." Jika kita menaburkan waktu kita untuk hal-hal yang sia-sia, kita akan menuai kehampaan. Jika kita menaburkan waktu kita dalam pelayanan, kasih, dan pertumbuhan rohani, kita akan menuai berkat, sukacita, dan pahala kekal.
Setiap jam yang kita investasikan dalam mempelajari firman Tuhan, setiap menit yang kita habiskan dalam doa, setiap tindakan kasih yang kita lakukan, setiap kesempatan untuk melayani yang kita rebut – semuanya adalah benih-benih yang kita taburkan. Benih-benih ini tidak akan sia-sia. Mereka akan menghasilkan buah, baik di kehidupan ini maupun di kekekalan. Oleh karena itu, mari kita dengan sengaja menabur benih-benih yang baik dan bermakna.
B. Pertanggungjawaban di Hadapan Tuhan
Pada akhirnya, kita semua akan berdiri di hadapan Tuhan untuk mempertanggungjawabkan hidup kita. Kita akan ditanyai tentang bagaimana kita menggunakan talenta yang diberikan-Nya, termasuk waktu dan kesempatan. Perumpamaan tentang talenta (Matius 25) sekali lagi mengingatkan kita tentang hal ini. Tuhan tidak mengharapkan kita menghasilkan lebih dari kemampuan kita, tetapi Ia mengharapkan kita menggunakan apa yang Ia berikan dengan setia dan bijaksana. Kita bertanggung jawab atas setiap detik dan setiap kesempatan yang telah Ia percayakan kepada kita.
Pertanggungjawaban ini bukanlah untuk menakut-nakuti kita, melainkan untuk memotivasi kita. Itu mengingatkan kita bahwa hidup ini bukan milik kita sepenuhnya, melainkan pinjaman dari Tuhan. Ia adalah pemilik waktu, dan kita adalah pengelolanya. Oleh karena itu, kita harus hidup dengan kesadaran bahwa suatu hari nanti, kita akan memberikan laporan atas pengelolaan kita.
C. Warisan dan Dampak Abadi
Bagaimana kita menggunakan waktu dan kesempatan kita juga akan membentuk warisan yang kita tinggalkan. Warisan ini bukan hanya tentang harta benda atau ketenaran, tetapi tentang dampak yang kita berikan pada orang lain, nilai-nilai yang kita tanamkan, dan perubahan positif yang kita bawa ke dunia. Orang-orang yang menggunakan waktu dan kesempatan mereka dengan bijaksana adalah mereka yang meninggalkan jejak abadi kebaikan, iman, dan inspirasi.
Setiap tindakan kecil yang dilakukan dengan setia, setiap kata-kata yang diucapkan dengan kasih, setiap dorongan yang diberikan – semua itu membangun sebuah warisan. Jangan pernah meremehkan kekuatan tindakan kecil yang konsisten dalam waktu. Mereka dapat tumbuh menjadi sesuatu yang besar dan memiliki dampak yang melampaui rentang hidup kita sendiri.
V. Panggilan untuk Bertindak: Hidup dengan Tujuan dan Ketekunan
Setelah kita merenungkan semua ini, pertanyaan pentingnya adalah: Apa yang akan kita lakukan sekarang? Bagaimana kita merespons kebenaran ini dalam kehidupan sehari-hari kita? Khotbah tentang waktu dan kesempatan tidak akan bermakna tanpa panggilan untuk bertindak, tanpa keputusan untuk mengubah cara kita hidup.
Ilustrasi tangan menulis di buku, melambangkan perencanaan dan tindakan nyata dalam mengelola waktu dan kesempatan.
A. Berdoa untuk Hikmat
Langkah pertama adalah berdoa. Mohon kepada Tuhan untuk hikmat dalam mengelola waktu Anda dan kepekaan untuk mengenali setiap kesempatan yang Ia tempatkan di jalan Anda. Seperti Pemazmur yang berdoa, "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana," demikian pula kita harus berdoa. Hanya dengan bimbingan Roh Kudus, kita dapat melihat waktu dan kesempatan dari perspektif ilahi dan mengambil keputusan yang benar.
B. Meninjau dan Merencanakan
Luangkan waktu secara berkala untuk meninjau bagaimana Anda menghabiskan waktu Anda. Apakah ada area yang bisa ditingkatkan? Apakah ada prioritas yang terabaikan? Kemudian, buatlah rencana yang jelas. Tuliskan tujuan Anda, prioritas Anda, dan langkah-langkah yang akan Anda ambil. Rencana yang baik adalah peta jalan yang akan membantu Anda tetap fokus dan termotivasi.
C. Berlatih Disiplin Setiap Hari
Jangan menunggu momen besar untuk memulai. Mulailah dengan tindakan kecil yang disiplin setiap hari. Bangun lebih awal untuk berdoa, luangkan waktu untuk membaca firman, kerjakan tugas yang paling penting terlebih dahulu, atau gunakan waktu luang Anda untuk melayani orang lain. Setiap tindakan kecil membangun kebiasaan dan memperkuat disiplin diri Anda.
D. Bersedia Mengambil Risiko Iman
Ketika kesempatan datang, terutama yang membutuhkan iman dan keberanian, janganlah ragu. Doakan itu, cari bimbingan Tuhan, dan jika itu selaras dengan kehendak-Nya, melangkahlah. Ingatlah bahwa Tuhan tidak pernah memanggil kita untuk melakukan sesuatu tanpa juga memberikan kita kemampuan untuk melakukannya. Jangan biarkan ketakutan merampas berkat yang Tuhan telah siapkan untuk Anda.
E. Belajar dari Kesalahan dan Bergerak Maju
Tidak ada yang sempurna dalam mengelola waktu atau merebut setiap kesempatan. Akan ada saat-saat ketika kita gagal, ketika kita menyia-nyiakan waktu, atau ketika kita melewatkan kesempatan emas. Tetapi jangan biarkan kegagalan itu mendefinisikan Anda. Belajarlah dari setiap kesalahan, bertobatlah jika perlu, dan bergeraklah maju dengan tekad yang baru. Anugerah Tuhan selalu tersedia untuk kita setiap hari.
VI. Penutup: Hidup Bermakna dalam Setiap Momen
Saudara-saudari terkasih, waktu terus berjalan, dan kesempatan terus berlalu. Kita tidak memiliki jaminan atas hari esok, tetapi kita memiliki hari ini, momen ini. Mari kita hidupkan setiap hari dengan kesadaran penuh akan karunia waktu dan kesempatan yang telah Tuhan berikan. Mari kita kelola waktu kita dengan bijak, menetapkan prioritas yang berakar pada nilai-nilai kekal, dan dengan berani merebut setiap kesempatan untuk melayani Tuhan dan sesama.
Hidup yang bermakna bukanlah tentang berapa lama kita hidup, melainkan tentang bagaimana kita mengisi waktu hidup kita. Ini tentang kualitas, bukan kuantitas. Ini tentang dampak, bukan durasi. Ini tentang kesetiaan, bukan kesempurnaan. Marilah kita menjadi orang-orang yang, ketika waktu kita di bumi ini berakhir, dapat melihat ke belakang dengan sukacita, mengetahui bahwa kita telah menggunakan setiap waktu dan setiap kesempatan yang Tuhan berikan untuk kemuliaan-Nya.
Semoga Tuhan memberkati kita semua dengan hikmat dan keberanian untuk mengelola waktu dan kesempatan kita dengan cara yang menyenangkan hati-Nya. Amin.