Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus,
Pernahkah kita merenungkan makna sejati dari "memberi yang terbaik"? Frasa ini sering kita dengar, baik dalam konteks pekerjaan, hubungan, maupun dalam kehidupan rohani kita. Namun, apakah kita benar-benar memahami implikasi mendalam dari panggilan ini, dan bagaimana kita dapat mengaplikasikannya dalam setiap aspek keberadaan kita? Khotbah hari ini akan membawa kita pada sebuah perjalanan refleksi, menelusuri fondasi Alkitabiah, tantangan, dan berkat yang menyertai komitmen untuk senantiasa memberi yang terbaik kepada Tuhan, sesama, dan pada setiap tugas yang dipercayakan kepada kita.
Memberi yang terbaik bukanlah sekadar melakukan segala sesuatu dengan standar minimal. Ia adalah sebuah filosofi hidup, sebuah ekspresi iman, dan sebuah tindakan penyembahan. Ini adalah panggilan untuk melampaui ekspektasi, untuk memberikan diri kita sepenuhnya, tidak hanya sebagian. Ini berbicara tentang kualitas hati, motivasi, dan dedikasi yang tak tergoyahkan. Mari kita gali lebih dalam makna mulia ini.
I. Fondasi Alkitabiah: Mengapa Kita Harus Memberi yang Terbaik?
Alkitab secara konsisten menantang umat percaya untuk memberikan yang terbaik. Ini bukan hanya sebuah saran, melainkan sebuah prinsip inti yang tertanam dalam karakter Allah dan relasi-Nya dengan umat manusia.
A. Allah Sendiri Memberi yang Terbaik
Sumber utama inspirasi kita untuk memberi yang terbaik adalah Allah Bapa sendiri. Dia tidak memberi sebagian, atau sisa-sisa. Dia memberi yang paling berharga, yaitu Anak-Nya yang tunggal, Yesus Kristus, untuk menebus dosa-dosa kita. Yohanes 3:16 dengan jelas menyatakan, "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." Pemberian terbaik Allah adalah ekspresi kasih-Nya yang sempurna dan tanpa batas. Jika Allah yang Maha Kuasa rela memberikan yang terbaik, bagaimana mungkin kita yang adalah ciptaan-Nya, tidak melakukan hal yang sama?
Pengorbanan Yesus di kayu salib adalah puncak dari pemberian yang terbaik. Dia menyerahkan hidup-Nya, menanggung dosa-dosa dunia, dan membuka jalan bagi kita menuju keselamatan dan hidup yang kekal. Tidak ada pemberian yang lebih besar, tidak ada kualitas yang lebih murni, dan tidak ada motivasi yang lebih agung daripada kasih Kristus yang rela mengosongkan diri-Nya. Ini adalah standar yang harus selalu kita ingat ketika kita berbicara tentang memberi yang terbaik.
B. Kita Adalah Ciptaan yang Terbaik dari Allah
Dalam Kejadian 1:26-27, kita membaca bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Kita adalah mahakarya-Nya, puncak dari seluruh ciptaan-Nya. Ini berarti kita memiliki kapasitas untuk merefleksikan karakter Allah, termasuk kemampuan untuk memberi yang terbaik. Jika kita adalah ciptaan yang terbaik dari Allah, maka respons kita kepada-Nya seharusnya juga yang terbaik. Kita dipanggil untuk hidup sesuai dengan martabat yang telah diberikan Allah kepada kita, yaitu sebagai pembawa gambar-Nya di dunia ini.
Panggilan untuk memberi yang terbaik adalah pengakuan bahwa kita adalah makhluk yang berharga di mata Tuhan, yang dikaruniai talenta, waktu, dan sumber daya. Kita bukan sekadar kebetulan, melainkan hasil karya ilahi yang istimewa. Oleh karena itu, kita memiliki tanggung jawab moral dan spiritual untuk mengelola apa yang telah dipercayakan kepada kita dengan cara yang menghormati Sang Pencipta.
C. Ini Adalah Bentuk Penyembahan dan Ketaatan
Memberi yang terbaik adalah salah satu bentuk penyembahan yang paling murni kepada Allah. Ketika kita menyerahkan yang paling berharga dari milik kita, baik itu waktu, talenta, harta, atau upaya, kita sedang menyatakan bahwa Allah adalah prioritas utama dalam hidup kita. Ini adalah pengakuan bahwa segala sesuatu yang kita miliki berasal dari-Nya, dan karena itu layak untuk dikembalikan kepada-Nya dalam kualitas yang paling tinggi.
Kisah Kain dan Habel dalam Kejadian 4 adalah contoh klasik. Habel membawa anak sulung dari kambing dombanya, yaitu yang gemuk-gemuk, sedangkan Kain membawa sebagian dari hasil tanahnya. Tuhan memandang Habel dan persembahannya dengan senang hati, tetapi tidak dengan Kain. Mengapa? Bukan karena jenis persembahannya, melainkan karena kualitas hati dan motivasi di balik pemberian itu. Habel memberi yang terbaik dengan iman dan hati yang tulus, sementara Kain mungkin memberi hanya sekadar kewajiban. Ini mengajarkan kita bahwa Allah tidak hanya melihat apa yang kita berikan, tetapi juga bagaimana kita memberikannya.
Penyembahan yang sejati melibatkan penyerahan total, bukan hanya sisa-sisa. Ketika kita memberi yang terbaik, kita sedang mengatakan, "Engkau layak, ya Tuhan, menerima yang paling berharga dariku." Ini adalah tindakan ketaatan yang tulus, mengakui kedaulatan Allah atas hidup kita.
II. Dimensi-Dimensi Memberi yang Terbaik
Memberi yang terbaik tidak terbatas pada satu area kehidupan saja. Ia meresap ke dalam setiap aspek keberadaan kita sebagai manusia yang diciptakan menurut gambar Allah.
A. Memberi yang Terbaik dalam Waktu Kita
Waktu adalah salah satu aset kita yang paling berharga, dan juga yang paling sering kita sia-siakan atau berikan dalam kualitas yang rendah. Memberi waktu yang terbaik berarti memprioritaskan hal-hal yang benar-benar penting, meluangkan waktu untuk Tuhan, keluarga, pelayanan, dan pengembangan diri, bukan hanya sisa-sisa setelah semua kesibukan kita. Ini berarti hadir sepenuhnya saat kita bersama orang lain, mendengarkan dengan penuh perhatian, dan menginvestasikan diri kita dalam relasi yang bermakna.
Bagaimana kita bisa memberi waktu yang terbaik?
- Untuk Tuhan: Meluangkan waktu khusus untuk doa, membaca firman, dan merenungkan hadirat-Nya, bukan hanya ketika ada masalah atau di sela-sela aktivitas padat.
- Untuk Keluarga: Memberikan perhatian penuh kepada pasangan dan anak-anak, mendengarkan cerita mereka, bermain bersama, dan menciptakan momen-momen berkualitas tanpa gangguan gadget atau pekerjaan.
- Untuk Sesama: Rela mengorbankan waktu pribadi untuk melayani, mengunjungi yang sakit, membantu yang membutuhkan, atau sekadar menjadi pendengar yang baik bagi teman yang sedang berbeban.
- Dalam Pekerjaan/Tugas: Menyelesaikan setiap tugas dengan fokus dan dedikasi, tidak menunda-nunda, dan berusaha mencapai hasil yang optimal.
Waktu yang kita berikan dengan kualitas terbaik adalah investasi kekal yang akan menghasilkan buah rohani dan relasional yang berlimpah.
B. Memberi yang Terbaik dalam Talenta dan Kemampuan Kita
Setiap dari kita diberkati dengan talenta dan kemampuan yang unik. Baik itu berbicara, bernyanyi, menulis, mengajar, mengelola, mendesain, atau melayani dalam bentuk apa pun, semua itu adalah anugerah dari Allah. Memberi yang terbaik dalam talenta kita berarti tidak menyembunyikan atau menyia-nyiakannya, melainkan mengembangkannya dan menggunakannya secara maksimal untuk kemuliaan Tuhan dan kebaikan sesama.
Perumpamaan tentang talenta dalam Matius 25:14-30 sangat relevan di sini. Hamba yang menerima lima talenta dan dua talenta menggunakannya untuk berlipat ganda, sedangkan hamba yang menerima satu talenta menyembunyikannya karena takut. Tuan itu memuji dua hamba pertama dan menghukum yang terakhir. Ini bukan tentang berapa banyak talenta yang kita miliki, tetapi tentang apa yang kita lakukan dengan talenta yang telah dipercayakan kepada kita. Apakah kita menggunakannya dengan sepenuh hati, berusaha menghasilkan buah yang terbaik?
Memberi yang terbaik dengan talenta kita meliputi:
- Pengembangan Diri: Terus belajar, berlatih, dan mengasah kemampuan kita agar semakin mahir dalam melayani.
- Dedikasi: Mengerjakan setiap tugas pelayanan atau pekerjaan dengan semangat dan fokus, seolah-olah kita mengerjakannya untuk Tuhan, bukan untuk manusia (Kolose 3:23).
- Kerendahan Hati: Menggunakan talenta kita bukan untuk mencari pujian pribadi, melainkan untuk mengangkat nama Tuhan dan memberkati orang lain.
- Kreativitas: Mencari cara-cara inovatif untuk menggunakan talenta kita agar pelayanan kita semakin efektif dan relevan.
C. Memberi yang Terbaik dalam Harta dan Sumber Daya Kita
Topik tentang memberi harta seringkali sensitif, tetapi Alkitab jelas mengajarkan prinsip memberi yang terbaik dalam hal ini. Ini bukan hanya tentang memberikan perpuluhan, melainkan tentang sikap hati yang murah hati dan kerelaan untuk mendukung pekerjaan Tuhan dan membantu mereka yang membutuhkan dengan porsi yang signifikan, bukan hanya sisa-sisa.
Kisah janda miskin di Markus 12:41-44 adalah contoh yang sangat kuat. Ia hanya melemparkan dua peser ke dalam kotak persembahan bait Allah, jumlah yang sangat kecil dibandingkan dengan persembahan orang kaya. Namun, Yesus berkata bahwa ia telah memberi lebih banyak dari mereka semua, karena "mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya." Janda ini memberi yang terbaik baginya, semua yang ia miliki, dengan hati yang tulus. Ini adalah inti dari memberi yang terbaik dalam harta: bukan jumlahnya, tetapi pengorbanan dan hati yang menyertai pemberian itu.
Bagaimana kita memberi harta yang terbaik?
- Prioritaskan: Jadikan memberi sebagai bagian pertama dari pendapatan kita, bukan yang terakhir setelah semua pengeluaran.
- Murah Hati: Miliki hati yang rela berbagi dan tidak terikat pada kekayaan duniawi.
- Bijaksana: Kelola keuangan dengan baik agar kita memiliki lebih banyak untuk dibagikan dan tidak menjadi beban bagi orang lain.
- Dengan Iman: Percaya bahwa Tuhan akan mencukupi kebutuhan kita ketika kita mendahulukan kerajaan-Nya.
D. Memberi yang Terbaik dalam Sikap dan Motivasi Kita
Ini mungkin aspek yang paling fundamental. Kita bisa melakukan hal-hal besar, memberi banyak uang, atau melayani dengan penuh semangat, tetapi jika motivasi kita salah — misalnya untuk mencari pujian, keuntungan pribadi, atau karena terpaksa — maka pemberian kita tidaklah "terbaik" di mata Tuhan. Allah melihat hati. Mazmur 51:17 berkata, "Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang patah; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah."
Memberi yang terbaik berarti memberi dengan:
- Kasih: Segala sesuatu yang kita lakukan harus didorong oleh kasih kepada Allah dan sesama (1 Korintus 13:1-3).
- Kerelaan: Bukan karena terpaksa, tetapi dengan hati yang gembira (2 Korintus 9:7).
- Kesungguhan: Fokus dan perhatian penuh, tidak setengah-setengah.
- Rendah Hati: Tidak membanggakan diri atau mencari pengakuan.
- Kejujuran dan Integritas: Melakukan segala sesuatu dengan tulus dan tanpa kemunafikan.
Kualitas hati kita jauh lebih berharga di mata Tuhan daripada kuantitas atau kemegahan tindakan kita.
III. Tantangan dalam Memberi yang Terbaik dan Cara Mengatasinya
Panggilan untuk memberi yang terbaik bukanlah tanpa tantangan. Ada banyak hal yang dapat menghalangi kita untuk mencapai standar ini. Namun, dengan anugerah Tuhan, kita dapat mengatasi setiap hambatan.
A. Egoisme dan Keegoisan
Dosa asal seringkali membuat kita cenderung fokus pada diri sendiri dan kepentingan pribadi. Kita ingin menyimpan waktu, talenta, dan harta kita untuk kesenangan dan keuntungan kita sendiri, daripada memberikannya kepada Tuhan dan sesama. Mengatasi egoisme membutuhkan pertobatan yang terus-menerus dan penyerahan diri kepada Roh Kudus agar Ia mengubah hati kita.
Cara Mengatasi:
- Renungkan Kasih Kristus: Semakin kita merenungkan pengorbanan Kristus yang tanpa pamrih, semakin hati kita tergerak untuk memberi.
- Praktikkan Disiplin Rohani: Doa, puasa, dan membaca firman membantu kita mengalahkan keinginan daging.
- Fokus pada Kebutuhan Orang Lain: Sengaja mencari peluang untuk melayani dan memberi, bahkan ketika tidak ada yang meminta.
B. Rasa Takut dan Kekhawatiran
Takut kekurangan, takut gagal, atau takut tidak dihargai seringkali mencegah kita memberi yang terbaik. Kita mungkin menahan talenta kita karena takut tidak cukup baik, atau menahan harta karena khawatir akan masa depan yang tidak pasti. Kekhawatiran adalah musuh iman dan musuh dari pemberian yang tulus.
Cara Mengatasi:
- Percayalah pada Pemeliharaan Tuhan: Ingatlah janji-janji Tuhan bahwa Ia akan mencukupi kebutuhan kita (Filipi 4:19).
- Mulai dari yang Kecil: Jangan menunggu sampai sempurna. Mulailah memberi yang terbaik dalam hal-hal kecil, dan biarkan Tuhan memperbesar kapasitas Anda.
- Fokus pada Ketaatan, Bukan Hasil: Tugas kita adalah taat; hasilnya adalah urusan Tuhan.
C. Kemalasan dan Sikap Acuh Tak Acuh
Dalam dunia yang serba cepat ini, mudah sekali bagi kita untuk terjebak dalam zona nyaman dan menjadi malas atau acuh tak acuh terhadap panggilan untuk memberi yang terbaik. Kita berpikir, "Ah, segini saja sudah cukup," atau "Orang lain juga tidak melakukan yang lebih baik." Sikap ini merampas sukacita dan berkat dari pemberian yang tulus.
Cara Mengatasi:
- Milikilah Visi: Ingatlah mengapa kita melayani dan untuk siapa kita bekerja. Sebuah visi yang jelas akan memicu semangat.
- Milikilah Akuntabilitas: Minta teman atau mentor rohani untuk menegur dan menyemangati Anda.
- Ingatlah Upah di Surga: Berusahalah untuk menyenangkan Tuhan, bukan manusia, karena upah kita ada di surga.
D. Standar Duniawi dan Perbandingan
Dunia seringkali mengukur nilai seseorang dari apa yang ia miliki atau seberapa sukses ia di mata manusia. Kita mungkin tergoda untuk memberi yang terbaik hanya jika ada imbalan yang terlihat, atau membandingkan diri kita dengan orang lain yang "kelihatannya" memberi lebih banyak atau lebih sedikit. Perbandingan adalah pencuri sukacita.
Cara Mengatasi:
- Fokus pada Standar Ilahi: Ingatlah bahwa Tuhan melihat hati dan kualitas, bukan hanya kuantitas atau penilaian manusia.
- Berlari dalam Perlombaan Kita Sendiri: Setiap orang memiliki perjalanan dan panggilan yang unik. Jangan bandingkan diri Anda dengan orang lain.
- Carilah Kemuliaan Tuhan: Jadikan kemuliaan Tuhan sebagai satu-satunya tujuan dari setiap pemberian kita.
IV. Berkat dan Transformasi dari Memberi yang Terbaik
Memberi yang terbaik bukan hanya sebuah kewajiban, melainkan sebuah jalan menuju berkat yang melimpah dan transformasi pribadi yang mendalam. Tuhan tidak pernah berhutang kepada siapa pun. Setiap benih yang kita taburkan dengan hati yang tulus akan menghasilkan tuaian yang jauh lebih besar.
A. Pertumbuhan Rohani yang Mendalam
Ketika kita berkomitmen untuk memberi yang terbaik, kita dipaksa untuk keluar dari zona nyaman kita, mengandalkan Tuhan lebih sepenuhnya, dan mengembangkan karakter Kristus dalam diri kita. Ini adalah proses penyucian di mana kita belajar mengorbankan diri, melepaskan keterikatan pada hal-hal duniawi, dan menumbuhkan kasih, kesabaran, serta kerendahan hati. Setiap tindakan memberi yang terbaik adalah langkah kecil menuju keserupaan dengan Kristus.
Ini seperti seorang atlet yang berlatih keras untuk menjadi yang terbaik. Latihan itu menyakitkan, membutuhkan disiplin, tetapi pada akhirnya menghasilkan kekuatan dan keunggulan. Demikian pula, memberi yang terbaik mungkin membutuhkan pengorbanan, tetapi itu akan membangun otot-otot rohani kita, menjadikan kita pribadi yang lebih kuat dan berkarakter mulia.
B. Damai Sejahtera dan Sukacita yang Sejati
Paradoksnya, ketika kita memberi yang terbaik, kita menemukan damai sejahtera dan sukacita yang tidak dapat diberikan oleh dunia. Yesus berkata, "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima" (Kisah Para Rasul 20:35). Ada kepuasan mendalam yang datang dari mengetahui bahwa kita telah melakukan yang terbaik dengan apa yang Tuhan berikan kepada kita, dan bahwa hidup kita telah digunakan untuk tujuan yang lebih tinggi.
Sukacita ini bukanlah sukacita yang dangkal atau sementara yang bergantung pada keadaan. Ini adalah sukacita ilahi yang mengalir dari hati yang taat dan murah hati. Ketika kita memberi yang terbaik, kita melepaskan diri dari beban ekspektasi duniawi dan menemukan kebebasan dalam melayani Tuhan. Damai sejahtera ini adalah buah dari Roh Kudus yang bekerja di dalam kita.
C. Menjadi Saluran Berkat bagi Orang Lain
Ketika kita memberi yang terbaik, kita bukan hanya memberkati diri sendiri, tetapi kita juga menjadi saluran berkat bagi banyak orang lain. Talenta kita yang digunakan dengan maksimal memberkati komunitas, pekerjaan, dan gereja. Harta kita yang dibagikan menolong yang membutuhkan dan memajukan Injil. Waktu dan perhatian kita membawa penghiburan dan kekuatan bagi mereka yang berbeban.
Kita adalah tangan dan kaki Kristus di dunia ini. Ketika kita memberi yang terbaik, kita sedang merepresentasikan kasih Allah kepada dunia yang membutuhkan. Kita menjadi terang dan garam yang sesungguhnya, membawa dampak positif yang melampaui apa yang bisa kita bayangkan. Dampak domino dari satu tindakan pemberian yang terbaik bisa sangat luas, menyentuh kehidupan yang tidak pernah kita duga.
D. Mendatangkan Kemuliaan bagi Tuhan
Pada akhirnya, tujuan utama dari memberi yang terbaik adalah untuk mendatangkan kemuliaan bagi nama Tuhan. Ketika dunia melihat umat percaya yang melakukan segala sesuatu dengan keunggulan, dedikasi, dan kasih yang tulus, mereka akan bertanya tentang sumber kekuatan dan motivasi kita. Melalui hidup kita yang memberi yang terbaik, nama Tuhan dipermuliakan dan Injil diberitakan secara tidak langsung.
Matius 5:16 berkata, "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." Setiap tindakan pemberian yang terbaik adalah kesaksian bisu namun kuat tentang kebesaran dan kebaikan Allah. Ini adalah cara kita menyatakan kepada dunia bahwa Allah kita adalah Allah yang layak menerima segala kemuliaan dan kehormatan.
"Jangan pernah puas dengan standar minimal, ketika Allah yang kita layani adalah Allah yang maksimal dalam kasih dan kesempurnaan-Nya."
V. Bagaimana Memulai Perjalanan Memberi yang Terbaik?
Mungkin ada di antara kita yang merasa terintimidasi dengan panggilan ini, atau merasa belum mampu. Jangan khawatir! Perjalanan seribu mil dimulai dengan satu langkah.
A. Periksa Hati Anda di Hadapan Tuhan
Langkah pertama adalah instrospeksi. Mintalah Roh Kudus untuk menunjukkan area-area dalam hidup Anda di mana Anda mungkin menahan diri, atau memberi hanya sisa-sisa. Akui kelemahan dan kecenderungan egois Anda kepada Tuhan. Pertobatan adalah pintu gerbang menuju perubahan sejati.
Mulailah dengan doa yang tulus, "Tuhan, ubahlah hatiku. Ajari aku untuk memberi yang terbaik, seperti Engkau telah memberi yang terbaik bagiku." Hati yang rela untuk diubah adalah hal yang paling penting.
B. Mulailah dengan Komitmen Kecil dan Konsisten
Tidak harus langsung melakukan hal-hal besar. Anda bisa memulai dengan komitmen kecil:
- Setiap pagi, luangkan 15 menit ekstra untuk doa dan firman.
- Selesaikan satu tugas di kantor atau di rumah dengan fokus penuh dan kualitas terbaik, tanpa penundaan.
- Berikan senyuman tulus dan sapaan ramah kepada setiap orang yang Anda temui.
- Sisihkan sejumlah kecil uang secara konsisten untuk persembahan atau membantu sesama.
- Berhenti mengeluh tentang satu hal, dan gantilah dengan ucapan syukur.
Konsistensi dalam hal-hal kecil akan membangun kebiasaan memberi yang terbaik dalam hal-hal yang lebih besar.
C. Cari Peluang untuk Melayani dan Memberi
Secara aktif carilah kesempatan untuk mengaplikasikan prinsip ini. Apakah ada kebutuhan di gereja? Di komunitas Anda? Di antara teman dan keluarga? Jangan menunggu diminta. Tawarkan diri Anda, waktu Anda, talenta Anda, dan sumber daya Anda.
Terkadang, memberi yang terbaik berarti melihat kebutuhan yang tidak terlihat dan melangkah maju untuk memenuhinya, bahkan tanpa pengakuan. Ini bisa berupa tindakan kecil yang bermakna, seperti membantu tetangga yang kesulitan, memberikan kata-kata semangat kepada rekan kerja, atau meluangkan waktu untuk mendengarkan seorang anak.
D. Bergantung Sepenuhnya pada Roh Kudus
Kita tidak dapat melakukan ini dengan kekuatan kita sendiri. Daging kita akan selalu cenderung pada kemalasan dan keegoisan. Oleh karena itu, kita harus bergantung sepenuhnya pada Roh Kudus untuk memberi kita kekuatan, hikmat, dan motivasi untuk memberi yang terbaik.
Mintalah Roh Kudus untuk memimpin Anda setiap hari, untuk mengingatkan Anda tentang panggilan ini, dan untuk memberdayakan Anda untuk melangkah melampaui batasan diri Anda. Dengan Roh Kudus di dalam kita, tidak ada yang mustahil. Dia akan memampukan kita untuk hidup dalam standar keunggulan yang memuliakan Tuhan.
VI. Eksemplar dalam Sejarah Iman yang Memberi yang Terbaik
Sepanjang sejarah, kita melihat banyak tokoh iman yang dengan gigih berusaha memberi yang terbaik dalam segala hal yang mereka lakukan. Kisah-kisah mereka menjadi inspirasi bagi kita untuk mengikuti jejak mereka.
A. Maria Mengurapi Yesus
Dalam Injil Yohanes 12:1-8, kita membaca kisah Maria yang mengurapi kaki Yesus dengan minyak narwastu murni yang sangat mahal, senilai tiga ratus dinar, yang setara dengan upah setahun seorang pekerja. Tindakan ini dikecam oleh Yudas Iskariot yang menyebutnya pemborosan. Namun, Yesus membelanya, mengatakan bahwa Maria telah melakukan perbuatan yang baik dan menyiapkan-Nya untuk penguburan. Maria tidak menghitung-hitung biaya atau memikirkan manfaat pribadi. Ia memberi yang paling berharga yang ia miliki sebagai bentuk kasih dan penghormatan yang mendalam kepada Gurunya. Ini adalah contoh puncak dari memberi yang terbaik, bukan hanya dari harta, tetapi dari hati yang tulus dan mengasihi.
B. Rasul Paulus
Rasul Paulus adalah teladan yang luar biasa dalam memberi yang terbaik. Ia mendedikasikan seluruh hidupnya untuk pelayanan Injil, bahkan ketika harus menghadapi penderitaan, penganiayaan, dan penolakan. Ia berkata dalam Filipi 3:14, "Aku berlari-lari menuju tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan surgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." Paulus tidak pernah puas dengan standar minimal. Ia selalu berusaha mencapai yang terbaik, melayani dengan sepenuh hati, dan memberitakan Injil dengan kekuatan penuh. Ia menganggap segala sesuatu rugi dibandingkan dengan pengenalan akan Kristus (Filipi 3:8). Hidupnya adalah bukti nyata dari memberi yang terbaik, tanpa kompromi, hingga akhir hayatnya.
C. Para Misionaris dan Pelayan Tuhan
Lihatlah para misionaris yang meninggalkan kenyamanan hidup mereka untuk melayani di tempat-tempat terpencil, menghadapi tantangan bahasa, budaya, dan bahkan ancaman fisik. Lihatlah para pelayan Tuhan di berbagai bidang — penginjil, guru sekolah minggu, pendoa syafaat, pemusik gereja, pekerja sosial — yang dengan setia memberikan waktu, talenta, dan energi mereka tanpa mencari imbalan duniawi. Mereka adalah contoh nyata dari orang-orang yang memahami bahwa memberi yang terbaik adalah respons yang paling tepat terhadap kasih karunia Allah yang tak terbatas. Kisah-kisah ini, yang mungkin tidak banyak dipublikasikan, adalah permata-permata berharga yang menunjukkan kekuatan dari komitmen memberi yang terbaik.
Setiap orang yang memilih untuk hidup dengan prinsip "memberi yang terbaik" adalah bagian dari warisan iman ini. Mereka mungkin tidak selalu mendapatkan pengakuan manusia, tetapi mereka pasti mendapatkan senyum persetujuan dari Tuhan.
VII. Panggilan untuk Refleksi dan Tindakan
Saudara-saudari yang terkasih, di akhir khotbah ini, saya ingin mengajak kita semua untuk merenungkan beberapa pertanyaan kunci:
- Apakah kita sudah benar-benar memberi yang terbaik dalam hidup kita saat ini?
- Di area mana kita mungkin masih memberi sisa-sisa atau sekadar memenuhi kewajiban?
- Apa satu langkah konkret yang bisa kita ambil mulai hari ini untuk mulai memberi yang terbaik dalam hidup kita?
Panggilan untuk memberi yang terbaik bukanlah beban, melainkan sebuah undangan untuk hidup yang lebih bermakna, lebih memuaskan, dan lebih memuliakan Tuhan. Ini adalah jalan menuju pertumbuhan pribadi, damai sejahtera, dan sukacita yang sejati. Ini adalah cara kita menyatakan kepada dunia bahwa Allah yang kita layani adalah Allah yang layak menerima segala sesuatu dari kita.
Ingatlah, Tuhan tidak membutuhkan yang terbaik dari kita karena Dia kekurangan. Dia adalah Allah yang Mahakuasa dan Maha Kaya. Dia memanggil kita untuk memberi yang terbaik karena Dia tahu bahwa melalui tindakan ini, kita akan diubahkan, diberkati, dan semakin serupa dengan Anak-Nya yang tunggal, Yesus Kristus, Sang Pemberi Terbaik.
Mari kita pulang hari ini dengan tekad yang baru. Mari kita berkomitmen untuk tidak lagi hidup dalam standar minimal, tetapi untuk senantiasa mencari kesempurnaan dan keunggulan dalam segala hal yang kita lakukan, baik besar maupun kecil. Biarlah hidup kita menjadi sebuah persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Tuhan. Karena sesungguhnya, hanya ketika kita memberi yang terbaik, kita menemukan hidup yang sejati.
Amin.
Kiranya Tuhan memberkati kita semua.