Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus, damai sejahtera menyertai kita semua. Hari ini, marilah kita merenungkan sebuah topik yang fundamental namun seringkali disalahpahami dalam perjalanan iman kita: hubungan antara iman dan perbuatan. Sepanjang sejarah Kekristenan, perdebatan tentang bagaimana keduanya berinteraksi telah menjadi sumber diskusi dan bahkan perpecahan. Apakah kita diselamatkan oleh iman saja? Atau apakah perbuatan baik kita juga berperan? Bagaimana seorang Kristen seharusnya hidup dengan iman yang sejati yang termanifestasi dalam tindakan nyata?
Pertanyaan-pertanyaan ini bukanlah hal baru. Rasul Paulus dan Rasul Yakobus, dua pilar gereja mula-mula, seringkali tampak memiliki pandangan yang berbeda mengenai hal ini. Paulus menekankan keselamatan oleh kasih karunia melalui iman, bukan perbuatan. Sementara Yakobus dengan tegas menyatakan bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati. Apakah ada kontradiksi di sini? Ataukah ada harmoni yang lebih dalam yang perlu kita pahami? Marilah kita selami firman Tuhan dengan hati yang terbuka dan pikiran yang jernih, agar kita dapat menggenggam kebenaran yang membebaskan dan memampukan kita untuk hidup seturut kehendak-Nya.
I. Memahami Iman: Anugerah dan Kepercayaan Total
Ketika kita berbicara tentang iman dalam konteks Kekristenan, kita tidak sedang berbicara tentang sekadar keyakinan intelektual atau penerimaan suatu set doktrin. Iman yang menyelamatkan adalah jauh lebih dari itu. Ini adalah kepercayaan yang mendalam, total, dan sepenuh hati kepada pribadi Yesus Kristus, kepada apa yang telah Ia lakukan di kayu salib untuk penebusan dosa kita, dan kepada kebangkitan-Nya yang mengalahkan maut. Ini adalah penyerahan diri secara total kepada-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat.
A. Iman Menurut Paulus: Keselamatan oleh Kasih Karunia
Rasul Paulus, dalam surat-suratnya, dengan gigih menekankan bahwa keselamatan adalah anugerah Allah semata, yang diterima melalui iman. Ia berusaha keras untuk melawan legalisme dan gagasan bahwa manusia dapat "mendapatkan" keselamatan melalui ketaatan sempurna pada Hukum Taurat atau perbuatan baik mereka sendiri.
"Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu, supaya jangan ada orang yang memegahkan diri."
— Efesus 2:8-9
Ayat ini adalah salah satu landasan teologi Paulus. Ia secara eksplisit menyatakan bahwa keselamatan bukanlah hasil dari usaha manusia atau perbuatan baik kita. Jika keselamatan dapat diperoleh dengan usaha kita, maka itu akan menjadi sesuatu yang bisa kita banggakan, sebuah pencapaian yang dapat kita klaim. Namun, Paulus ingin menegaskan bahwa tidak ada tempat bagi kebanggaan manusia dalam rencana keselamatan Allah. Ini adalah pemberian Allah. Kita tidak layak mendapatkannya, namun Dia memberikannya karena kasih karunia-Nya yang tak terbatas.
Paulus melihat perbuatan baik yang dilakukan *sebelum* iman sebagai upaya sia-sia untuk membenarkan diri di hadapan Allah. Ia menyoroti kegagalan manusia untuk menaati hukum sepenuhnya, dan bagaimana hukum justru menunjukkan dosa kita (Roma 3:20). Oleh karena itu, satu-satunya jalan menuju pembenaran adalah melalui iman kepada Kristus, yang telah memenuhi semua tuntutan hukum dan menanggung hukuman dosa kita.
Lebih lanjut, dalam Roma 3:28, Paulus menyatakan, "Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, di luar perbuatan-perbuatan hukum Taurat." Di sini, Paulus dengan jelas membedakan antara iman dan "perbuatan-perbuatan hukum Taurat" (works of the law). Ini adalah perbuatan yang dilakukan dengan motivasi untuk mendapatkan pembenaran atau status benar di hadapan Allah. Paulus menegaskan bahwa upaya semacam itu adalah sia-sia. Pembenaran datang murni dari iman kepada Kristus, bukan dari kepatuhan pada aturan atau ritual.
Implikasi dari ajaran Paulus ini sangatlah mendalam. Ini membebaskan kita dari beban berat untuk mencoba meraih kesempurnaan yang mustahil. Ini menegaskan bahwa Allah-lah yang bertindak, dan kita menerima tindakan itu dengan iman. Keselamatan adalah sebuah relasi, bukan sebuah transaksi. Kita diundang untuk masuk ke dalam hubungan dengan Allah bukan karena kita pantas, tetapi karena kasih karunia-Nya yang memanggil kita.
B. Hakikat Iman yang Menyelamatkan
Iman yang menyelamatkan tidak pasif. Meskipun tidak dihasilkan oleh perbuatan, iman itu sendiri adalah respons aktif dari hati yang percaya. Ini mencakup:
- Pengetahuan (Notitia): Mengetahui kebenaran-kebenaran dasar tentang Allah, Yesus Kristus, dan rencana keselamatan-Nya.
- Persetujuan (Assensus): Menerima kebenaran-kebenaran itu sebagai fakta yang benar. Setan pun tahu dan percaya bahwa Allah itu ada (Yakobus 2:19), tetapi pengetahuan dan persetujuan mereka tidak menyelamatkan.
- Kepercayaan/Penyerahan Diri (Fiducia): Ini adalah inti dari iman yang menyelamatkan. Bukan hanya tahu dan setuju, tetapi menaruh seluruh kepercayaan, ketergantungan, dan penyerahan diri kepada Kristus secara pribadi sebagai satu-satunya harapan untuk keselamatan. Ini adalah tindakan menyerahkan hidup kita kepada-Nya.
Tanpa aspek penyerahan diri ini, iman hanyalah sebuah latihan intelektual. Iman yang sejati membawa perubahan hati dan arah hidup. Iman adalah pintu gerbang menuju hidup yang baru dalam Kristus.
II. Memahami Perbuatan: Manifestasi dari Iman yang Hidup
Jika iman adalah kunci keselamatan, lantas apa peran perbuatan? Apakah perbuatan tidak penting sama sekali? Di sinilah kita beralih ke ajaran Rasul Yakobus, yang memberikan perspektif yang saling melengkapi dan sangat penting.
A. Iman Tanpa Perbuatan Adalah Mati
Kitab Yakobus ditulis untuk jemaat yang mungkin telah jatuh ke dalam pemahaman yang salah tentang iman, berpikir bahwa pengakuan iman secara lisan saja sudah cukup, tanpa perlu perubahan perilaku. Yakobus dengan tegas menentang pandangan ini.
"Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati."
— Yakobus 2:17
Yakobus tidak sedang mengatakan bahwa kita diselamatkan *oleh* perbuatan. Ia sedang mengatakan bahwa iman yang sejati, iman yang menyelamatkan, akan selalu menghasilkan perbuatan. Perbuatan adalah bukti eksternal dari iman internal yang hidup. Seperti pohon yang hidup pasti menghasilkan buah, demikian pula iman yang hidup pasti menghasilkan perbuatan yang sesuai dengan karakter Kristus.
Ia bahkan melangkah lebih jauh, membandingkan iman yang kosong ini dengan iman iblis. "Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setan pun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar." (Yakobus 2:19). Ayat ini adalah peringatan keras bahwa sekadar persetujuan intelektual terhadap keberadaan Allah tidaklah cukup. Iblis pun memiliki pengetahuan dan persetujuan, tetapi itu tidak menyelamatkan mereka. Iman yang menyelamatkan haruslah iman yang bertindak, iman yang menghasilkan buah.
B. Teladan Iman yang Bertindak
Untuk mengilustrasikan poinnya, Yakobus memberikan beberapa contoh yang kuat:
- Abraham: "Bukankah Abraham, bapa kita, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas mezbah?" (Yakobus 2:21). Yakobus merujuk pada kesediaan Abraham untuk mempersembahkan Ishak sebagai bukti imannya. Perbuatan ini tidak *membuat* Abraham benar, tetapi *menunjukkan* bahwa ia sudah benar di hadapan Allah karena imannya. Imannya "bekerja sama dengan perbuatan-perbuatan" dan "oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna" (Yakobus 2:22). Artinya, iman Abraham mencapai puncaknya, termanifestasi sepenuhnya, dalam ketaatannya yang radikal.
- Rahab: "Demikian juga Rahab, pelacur itu, bukankah ia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia menyembunyikan utusan-utusan itu dan menolong mereka melarikan diri melalui jalan lain?" (Yakobus 2:25). Rahab adalah seorang wanita non-Yahudi dengan reputasi buruk, namun imannya kepada Allah Israel mendorongnya untuk mengambil risiko besar dengan menyembunyikan mata-mata. Perbuatannya adalah bukti nyata dari perubahan hatinya dan kepercayaannya kepada Allah Israel.
Kedua contoh ini memperjelas bahwa perbuatan bukanlah sarana untuk mendapatkan keselamatan, melainkan konfirmasi dan ekspresi alami dari iman yang sudah ada. Mereka adalah buah, bukan akar.
III. Harmoni yang Ilahi: Iman dan Perbuatan Bagaikan Dua Sisi Mata Uang
Jadi, apakah Paulus dan Yakobus saling bertentangan? Sama sekali tidak. Mereka adalah dua sisi dari kebenaran yang sama. Paulus berbicara tentang bagaimana kita diselamatkan (oleh iman, bukan perbuatan), sedangkan Yakobus berbicara tentang bagaimana kita menunjukkan bahwa kita telah diselamatkan (melalui perbuatan yang berasal dari iman). Mereka tidak berdebat tentang *bagaimana* keselamatan diperoleh, tetapi tentang *validitas* iman yang mengaku menyelamatkan.
A. Iman Adalah Akar, Perbuatan Adalah Buah
Kita dapat membayangkan iman sebagai akar yang tak terlihat dari sebatang pohon. Akar ini menyerap nutrisi dan menopang seluruh pohon. Tanpa akar, pohon tidak dapat hidup. Perbuatan, di sisi lain, adalah buah yang terlihat dan dapat dipetik. Buah ini adalah tanda yang jelas bahwa pohon itu hidup dan sehat. Kita tidak menanam pohon untuk mendapatkan buah, tetapi karena pohon itu hidup, ia akan berbuah.
Demikian pula, kita tidak melakukan perbuatan baik untuk mendapatkan iman atau keselamatan. Sebaliknya, karena kita memiliki iman yang hidup (akar), kita secara alami akan menghasilkan perbuatan baik (buah). Buah tidak menyebabkan akar, melainkan akar menyebabkan buah. Iman yang sejati tidak dapat tinggal diam; ia harus bermanifestasi dalam kehidupan yang diubah dan tindakan kasih.
B. Iman yang Sempurna melalui Perbuatan
Ketika Yakobus mengatakan "oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna" (Yakobus 2:22), ia tidak berarti bahwa perbuatan menambahkan sesuatu yang kurang pada iman agar menjadi lengkap untuk keselamatan. Sebaliknya, ia berarti bahwa perbuatan adalah bukti yang melengkapi iman. Iman adalah lengkap dalam arti bahwa ia membawa keselamatan, tetapi ia "disempurnakan" atau "ditunjukkan kelengkapannya" melalui perbuatan. Perbuatan adalah cara Allah menyatakan iman yang tak terlihat itu kepada dunia dan kepada diri kita sendiri.
Pemahaman ini mengharmoniskan kedua rasul. Paulus ingin umat percaya tahu bahwa mereka tidak bisa *berbangga* atas keselamatan mereka, karena itu adalah anugerah murni. Yakobus ingin umat percaya tahu bahwa mereka tidak bisa *bersembunyi* di balik pengakuan iman kosong, karena iman sejati akan selalu terlihat dalam tindakan.
IV. Implikasi Praktis: Hidup Dengan Iman yang Berbuah
Jika iman dan perbuatan memang saling terkait, bagaimana seharusnya kita hidup sebagai orang percaya? Implikasi praktisnya sangat luas, menyentuh setiap aspek kehidupan kita.
A. Transformasi Pribadi
Iman yang sejati pertama-tama akan membawa transformasi ke dalam diri kita. Ini bukan sekadar perubahan perilaku eksternal, tetapi perubahan hati yang mendalam. Perbuatan baik kita dimulai dari dalam, dari roh yang diperbarui oleh Roh Kudus.
- Pertobatan Sejati: Iman menghasilkan pertobatan—berbalik dari dosa dan berbalik kepada Allah. Ini adalah perubahan arah hidup. Tanpa pertobatan, pengakuan iman hanyalah kata-kata kosong.
- Mengasihi Allah dan Sesama: Perintah terbesar adalah mengasihi Allah dan sesama. Iman yang hidup memampukan kita untuk melakukan ini. Kasih adalah motivasi utama di balik setiap perbuatan baik yang dilakukan dalam nama Kristus. Ini berarti mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan kita, serta mengasihi sesama seperti diri sendiri. Perbuatan kasih ini adalah manifestasi langsung dari iman kita yang aktif.
- Mengatasi Dosa: Iman yang sejati memberikan kekuatan untuk melawan godaan dan hidup dalam kekudusan. Meskipun kita tidak akan pernah sempurna di dunia ini, Roh Kudus yang tinggal dalam kita akan memampukan kita untuk bertumbuh dalam kekudusan dan semakin menyerupai Kristus. Ini berarti secara aktif berjuang melawan dosa-dosa yang merenggut kemuliaan Allah dalam hidup kita, baik dosa yang tersembunyi dalam pikiran maupun yang termanifestasi dalam tindakan.
- Disiplin Rohani: Iman yang hidup mendorong kita untuk berdisiplin dalam doa, membaca Firman Tuhan, bersekutu dengan orang percaya lainnya, dan melayani. Ini adalah perbuatan-perbuatan yang memupuk iman kita dan memperkuat hubungan kita dengan Allah. Tanpa disiplin ini, iman kita dapat layu.
B. Pelayanan dalam Komunitas Gereja
Iman tidak dimaksudkan untuk dijalani secara soliter. Ia bertumbuh dan bermanifestasi dalam komunitas tubuh Kristus, yaitu gereja.
- Berpartisipasi Aktif: Iman yang hidup mendorong kita untuk tidak hanya menjadi penerima berkat, tetapi juga pemberi. Kita didorong untuk menggunakan karunia rohani kita untuk membangun tubuh Kristus. Ini bisa berarti menjadi pengajar, pemimpin pujian, pelayan anak-anak, pendoa, atau sekadar menjadi anggota yang mendukung dan membesarkan hati. Setiap peran adalah penting.
- Saling Menopang: Gereja adalah keluarga rohani. Iman kita diwujudkan dalam tindakan saling menopang, menghibur, menegur dalam kasih, dan mendoakan satu sama lain. Ketika seorang saudara atau saudari bergumul, iman kita memanggil kita untuk hadir dan memberikan dukungan nyata, bukan hanya kata-kata.
- Memberi dengan Sukacita: Memberi perpuluhan dan persembahan adalah perbuatan iman yang mengakui kedaulatan Allah atas segala sesuatu dan mempercayai pemeliharaan-Nya. Ini juga merupakan ekspresi kasih kita kepada gereja dan misi-Nya.
- Bersekutu dengan Kristus dan Sesama: Persekutuan yang sejati melampaui pertemuan hari Minggu. Ini adalah kehidupan yang dibagikan, di mana kita saling mengenal, peduli, dan hidup dalam kebersamaan yang tulus, mencerminkan kasih Kristus. Ini juga adalah perwujudan dari doa Yesus agar kita semua menjadi satu.
C. Dampak dalam Masyarakat Luas
Iman yang sejati tidak hanya mengubah individu dan komunitas gereja, tetapi juga memiliki dampak yang signifikan pada masyarakat di sekitar kita.
- Menjadi Garam dan Terang Dunia: Yesus memanggil kita untuk menjadi garam dan terang. Garam memberikan rasa dan mencegah kebusukan; terang menghilangkan kegelapan. Melalui perbuatan baik kita, kita membawa pengaruh Kristus ke dalam dunia yang rusak dan gelap. Ini berarti hidup dengan integritas, kejujuran, dan kasih di tempat kerja, sekolah, dan lingkungan sosial kita.
- Keadilan Sosial: Iman yang hidup peduli pada keadilan. Kita dipanggil untuk membela yang lemah, yang miskin, yang tertindas, dan yang tidak bersuara. Ini termasuk melawan ketidakadilan, memperjuangkan kesetaraan, dan bekerja untuk perubahan sosial yang mencerminkan nilai-nilai Kerajaan Allah. Perbuatan ini tidak hanya tentang memberikan sedekah, tetapi juga tentang menangani akar masalah kemiskinan dan ketidakadilan.
- Menjadi Saksi Kristus: Perbuatan baik kita menjadi kesaksian yang kuat tentang iman kita kepada dunia. Ketika orang melihat kasih dan pelayanan kita, mereka akan bertanya tentang pengharapan yang ada dalam kita (1 Petrus 3:15). Melalui perbuatan, kita membuka pintu bagi pekabaran Injil secara lisan. Sebuah kehidupan yang konsisten dengan iman kita jauh lebih meyakinkan daripada seribu kata tanpa tindakan.
- Etika Kerja dan Tanggung Jawab: Iman kita seharusnya memengaruhi cara kita bekerja dan menjalankan tanggung jawab kita. Kita dipanggil untuk bekerja dengan rajin, jujur, dan berintegritas, seolah-olah kita bekerja untuk Tuhan sendiri (Kolose 3:23). Ini berarti tidak korupsi, tidak menipu, tidak malas, tetapi memberikan yang terbaik dalam setiap pekerjaan, memuliakan Allah melalui profesionalisme kita.
- Peduli Lingkungan: Sebagai pengelola ciptaan Allah, iman kita seharusnya mendorong kita untuk merawat lingkungan. Perbuatan kita yang menjaga bumi, mengurangi sampah, dan menggunakan sumber daya secara bijak adalah ekspresi iman akan Allah sebagai Pencipta dan Pemelihara.
V. Menghindari Kesalahpahaman dan Perangkap
Meskipun penting untuk memahami hubungan yang harmonis antara iman dan perbuatan, kita juga harus waspada terhadap kesalahpahaman yang dapat menjerumuskan kita ke dalam perangkap rohani.
A. Menghindari Legalisme
Legalisme adalah keyakinan bahwa kita dapat mendapatkan atau mempertahankan keselamatan kita melalui ketaatan yang ketat pada aturan atau perbuatan baik. Ini adalah perangkap yang sangat berbahaya karena merampas sukacita kasih karunia dan menempatkan beban yang tidak dapat kita tanggung di pundak kita. Paulus berjuang melawan ini dengan keras. Ingat, perbuatan kita tidak menyelamatkan kita; mereka adalah bukti keselamatan kita.
Seorang legalis fokus pada daftar "boleh" dan "tidak boleh," seringkali melupakan hati yang benar di balik tindakan. Mereka mungkin terlihat saleh di luar, tetapi hati mereka mungkin jauh dari Allah atau penuh dengan kebanggaan diri. Legalisme seringkali mengarah pada penghakiman terhadap orang lain dan kelelahan rohani karena terus-menerus mencoba memenuhi standar yang mustahil dengan kekuatan sendiri. Ini adalah penolakan implisit terhadap karya penebusan Kristus yang sempurna.
B. Menghindari Antinomianisme
Antinomianisme adalah pandangan yang keliru bahwa karena kita diselamatkan oleh kasih karunia melalui iman, maka perbuatan baik atau ketaatan pada hukum Allah tidak lagi relevan atau penting. Pandangan ini dapat mengarah pada gaya hidup yang tidak bermoral, di mana seseorang berdalih "sudah diselamatkan" untuk membenarkan dosa-dosa mereka. Yakobus dengan tegas menentang pandangan ini, menyatakan bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati.
Jika kita benar-benar telah diselamatkan dan hati kita telah diubahkan oleh Roh Kudus, maka keinginan kita untuk hidup kudus dan melakukan kehendak Allah akan secara alami meningkat. Iman yang sejati tidak memberikan lisensi untuk berbuat dosa, tetapi membebaskan kita dari perbudakan dosa. Kasih karunia yang kita terima seharusnya memotivasi kita untuk hidup lebih kudus, bukan sebaliknya (Roma 6:1-2).
C. Motvasi yang Benar di Balik Perbuatan
Penting sekali untuk memeriksa motivasi di balik perbuatan baik kita. Apakah kita melakukan perbuatan baik untuk:
- Mendapatkan pujian dari manusia?
- Merasa lebih rohani atau superior dari orang lain?
- Mencoba mendapatkan "poin" di hadapan Allah?
Jika demikian, perbuatan kita mungkin tidak berbuah dalam pandangan Allah. Yesus mengkritik orang Farisi yang melakukan perbuatan baik mereka di depan umum agar dilihat orang (Matius 6:1-6). Perbuatan yang sejati, yang berakar pada iman, didorong oleh kasih kepada Allah, rasa syukur atas keselamatan, dan keinginan untuk memuliakan-Nya.
Ketika kita melakukan perbuatan baik dengan motivasi yang murni, kita tidak melakukannya sebagai syarat untuk keselamatan, tetapi sebagai respons alami terhadap keselamatan yang telah kita terima. Kita melakukannya karena kita mengasihi Dia yang pertama kali mengasihi kita. Kita melakukan perbuatan baik bukan untuk dilihat manusia, tetapi untuk kemuliaan Allah, dan Dia, yang melihat di tempat tersembunyi, akan membalasnya.
VI. Peran Roh Kudus dalam Iman dan Perbuatan
Tidak mungkin kita membahas iman dan perbuatan tanpa membahas peran penting Roh Kudus. Roh Kudus adalah agen yang membuat iman kita hidup dan yang memampukan kita untuk menghasilkan perbuatan baik.
A. Roh Kudus Memberi Iman
Iman itu sendiri adalah karunia dari Allah, yang diberikan oleh Roh Kudus. Kita tidak dapat menghasilkan iman sejati dengan kekuatan kita sendiri. Roma 12:3 mengatakan bahwa Allah telah membagikan ukuran iman kepada setiap orang. Roh Kudus-lah yang membuka mata rohani kita untuk melihat kebenaran Injil, yang menarik kita kepada Kristus, dan yang menanamkan iman dalam hati kita. Tanpa pekerjaan Roh Kudus, kita akan tetap mati dalam dosa-dosa dan pelanggaran kita.
Ketika kita mendengar Injil, Roh Kudus meyakinkan kita akan dosa, kebenaran, dan penghakiman (Yohanes 16:8). Dialah yang memungkinkan kita untuk merespons Injil dengan pertobatan dan iman. Iman bukanlah usaha kita sendiri untuk mencapai Allah, melainkan respons kita terhadap inisiatif Allah yang datang kepada kita melalui Roh-Nya.
B. Roh Kudus Memampukan Perbuatan Baik
Setelah kita percaya, Roh Kudus terus bekerja dalam diri kita. Dialah yang memampukan kita untuk hidup kudus dan menghasilkan buah-buah Roh, yang merupakan perbuatan baik yang sejati. Galatia 5:22-23 menyebutkan buah-buah Roh: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri. Ini bukanlah hal-hal yang dapat kita hasilkan dengan kekuatan daging kita; ini adalah hasil dari hidup yang dipimpin oleh Roh.
Roh Kudus memberikan kita kekuatan dan dorongan untuk menaati Firman Tuhan, untuk mengasihi sesama, untuk melayani dengan tulus, dan untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah. Ketika kita menyerahkan hidup kita kepada-Nya dan berjalan dalam Roh, Dia akan memimpin kita untuk melakukan perbuatan baik yang telah dipersiapkan Allah sebelumnya bagi kita (Efesus 2:10). Ini adalah sebuah proses penyucian (sanctification) yang seumur hidup, di mana kita secara bertahap semakin serupa dengan Kristus.
Jadi, perbuatan baik kita bukanlah hasil dari upaya keras yang membuahkan kelelahan, melainkan hasil dari penyerahan diri yang membuahkan kekuatan ilahi. Ini adalah hasil dari hidup dalam ketergantungan pada Roh Kudus, yang bekerja di dalam kita "baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya" (Filipi 2:13).
Kesimpulan: Hidup yang Memuliakan Tuhan
Saudara-saudari terkasih, marilah kita menggenggam kebenaran ini dengan teguh: iman dan perbuatan bukanlah dua entitas yang bersaing, melainkan dua aspek yang tidak terpisahkan dari kehidupan Kristen yang sejati. Iman adalah dasar, akar, sumber yang tak terlihat dari mana semua kehidupan rohani kita mengalir. Perbuatan adalah buah yang terlihat, manifestasi alami, dan bukti tak terbantahkan dari iman yang hidup itu. Paulus dan Yakobus, meskipun dari sudut pandang yang berbeda, pada akhirnya menyampaikan pesan yang sama: keselamatan adalah anugerah Allah melalui iman, dan iman yang sejati akan selalu termanifestasi dalam kehidupan yang diubahkan dan berbuah dalam perbuatan baik.
Kita diselamatkan oleh iman saja, tetapi iman yang menyelamatkan itu tidak pernah sendirian. Ia selalu ditemani oleh perbuatan yang sesuai. Perbuatan baik kita tidak *mendapatkan* keselamatan, tetapi *menunjukkan* bahwa kita sudah diselamatkan. Perbuatan baik adalah bukti cinta kita kepada Allah dan sesama, adalah respons syukur kita atas kasih karunia-Nya yang luar biasa.
Maka, mari kita hidup dengan iman yang berani, yang percaya sepenuhnya pada janji-janji Allah. Dan biarlah iman itu tidak tinggal diam dalam hati kita saja, melainkan mengalir keluar menjadi sungai-sungai air hidup, menghasilkan perbuatan-perbuatan kasih, keadilan, dan belas kasihan. Biarlah hidup kita menjadi surat terbuka yang dibaca oleh semua orang, yang menyatakan Injil Yesus Kristus bukan hanya dengan kata-kata, tetapi dengan tindakan nyata yang memuliakan nama-Nya.
Saya mengajak kita semua untuk secara introspektif memeriksa iman kita. Apakah iman kita adalah iman yang hidup, yang aktif, yang berbuah? Ataukah iman kita hanyalah pengakuan lisan yang kosong, tanpa dampak yang signifikan dalam cara kita hidup, berbicara, dan berinteraksi dengan dunia? Jika kita menemukan bahwa iman kita lesu, marilah kita kembali kepada sumbernya: berdoa, merenungkan Firman, mencari persekutuan yang menguatkan, dan memohon Roh Kudus untuk membangkitkan dan memperkuat iman kita.
Ingatlah Firman Tuhan dalam Matius 5:16, "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." Marilah kita menjadi terang itu, melalui iman yang kokoh dan perbuatan yang berbuah, agar dunia melihat Kristus di dalam kita dan Bapa di surga dimuliakan. Amin.