Khotbah Mendalam tentang Iman: Fondasi Hidup Beriman

Membongkar Kekuatan, Makna, dan Aplikasi Iman dalam Kehidupan Sehari-hari

Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus, salam sejahtera bagi kita semua. Pada kesempatan yang penuh berkat ini, marilah kita bersama-sama merenungkan sebuah tema yang menjadi pilar fundamental dalam setiap aspek kehidupan orang percaya: IMAN. Iman bukanlah sekadar keyakinan buta atau sekumpulan doktrin yang dihafal. Lebih dari itu, iman adalah denyut nadi rohani yang menghidupkan, kekuatan yang menggerakkan, dan pengharapan yang memampukan kita menghadapi setiap realitas hidup ini.

Kitab Ibrani 11:1 memberikan kepada kita definisi yang paling klasik dan mendalam mengenai iman: Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Ayat ini bukan hanya sebuah kalimat indah, melainkan sebuah pernyataan teologis yang sarat makna, menggambarkan esensi sejati dari iman yang berakar dalam hati manusia yang rindu kepada Penciptanya. Mari kita selami lebih dalam setiap aspek dari definisi ini dan bagaimana penerapannya membentuk karakter, keputusan, dan takdir kita sebagai anak-anak Allah.

I. Memahami Esensi Iman: Dasar dan Bukti

A. Iman sebagai "Dasar dari Segala Sesuatu yang Kita Harapkan"

Kata "dasar" (hypostasis dalam bahasa Yunani) bisa diartikan sebagai fondasi, jaminan, atau substansi. Ini berarti iman bukanlah sesuatu yang abstrak dan tidak berwujud, melainkan memiliki bobot dan substansi yang riil. Sama seperti sebuah bangunan membutuhkan fondasi yang kokoh untuk berdiri teguh, demikian pula pengharapan kita kepada Tuhan memerlukan fondasi iman. Tanpa iman, pengharapan kita hanyalah angan-angan kosong, sebuah ilusi yang mudah runtuh diterpa badai kehidupan. Iman memberikan bentuk, isi, dan jaminan terhadap apa yang kita harapkan dari Allah.

Ketika kita mengharapkan kesembuhan, iman adalah fondasi yang menegaskan bahwa Allah adalah penyembuh. Ketika kita mengharapkan pemulihan, iman adalah jaminan bahwa Allah adalah pemulih. Ketika kita mengharapkan masa depan yang lebih baik, iman adalah substansi yang menyatakan bahwa rencana Allah adalah baik dan sempurna. Ini berarti, harapan yang didasari iman bukanlah sekadar "moga-moga terjadi," melainkan sebuah keyakinan yang aktif, yang menanti dengan kepastian, karena kita tahu siapa yang memegang kendali atas segala sesuatu.

"Iman bukan sekadar percaya bahwa Allah bisa, tetapi percaya bahwa Allah akan dan sedang bertindak sesuai kehendak-Nya yang baik."

B. Iman sebagai "Bukti dari Segala Sesuatu yang Tidak Kita Lihat"

Bagian kedua dari definisi ini semakin memperdalam pemahaman kita. Iman adalah "bukti" (elegchos dalam bahasa Yunani) dari hal-hal yang tidak terlihat oleh mata jasmani kita. Dalam konteks hukum, elegchos adalah bukti yang meyakinkan, sebuah argumen yang tidak terbantahkan. Ini sungguh paradoks, karena bagaimana mungkin sesuatu yang tidak terlihat memiliki bukti? Di sinilah letak keajaiban iman.

Iman memberikan mata rohani yang sanggup melihat realitas Ilahi yang melampaui panca indera kita. Dunia fisik hanya menampilkan sebagian kecil dari kebenaran. Di balik yang terlihat, ada realitas spiritual yang lebih besar, tempat kuasa Allah bekerja, tempat janji-janji-Nya tergenapi, dan tempat kehendak-Nya dinyatakan. Iman memungkinkan kita untuk "melihat" hal-hal ini, seolah-olah sudah ada di hadapan kita, meskipun secara fisik belum terwujud. Kita melihat kesembuhan sebelum gejala hilang, melihat kelepasan sebelum belenggu terlepas, dan melihat kemenangan sebelum peperangan usai.

Contoh yang paling jelas adalah penciptaan alam semesta. Kita tidak melihat Allah menciptakan alam semesta, namun karena iman, kita percaya bahwa dunia telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat (Ibrani 11:3). Iman adalah lensa yang mengubah yang tidak terlihat menjadi nyata dalam hati kita.

II. Tokoh-tokoh Iman: Pelajaran dari Alkitab

Kitab Ibrani pasal 11 adalah galeri iman yang luar biasa, memamerkan kehidupan orang-orang yang oleh iman mereka melakukan perkara-perkara besar dan menghadapi tantangan tak terbayangkan. Dari kisah-kisah mereka, kita bisa belajar banyak tentang hakikat iman yang sejati.

A. Abraham: Bapa Orang Beriman

Kisah Abraham adalah mahakarya iman. Dipanggil untuk meninggalkan tanah kelahirannya menuju tempat yang tidak ia ketahui, ia pergi. Dijanjikan keturunan sebanyak bintang di langit meskipun ia dan istrinya sudah tua dan mandul, ia percaya. Diperintahkan untuk mempersembahkan Ishak, putra perjanjiannya, ia taat. Dalam setiap langkahnya, Abraham menunjukkan iman yang total kepada Allah.

Iman Abraham bukanlah tanpa pertanyaan atau keraguan sesaat (ingat Sarai dan Hagar, atau tawa Abraham sendiri), namun intinya adalah: Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tuju (Ibrani 11:8). Ini adalah iman yang berjalan dalam ketidakpastian, namun teguh pada janji yang memberi kepastian.

B. Musa: Iman di Tengah Mukjizat dan Penolakan

Musa adalah contoh iman yang menghadapi tekanan politik, perbudakan, dan bahkan ketidakpercayaan dari bangsanya sendiri. Dengan iman, ia menolak disebut anak putri Firaun, memilih untuk menderita bersama umat Allah. Dengan iman, ia memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir, melewati Laut Merah, dan menyaksikan mukjizat-mukjizat yang luar biasa. Namun, iman Musa juga diuji ketika ia harus berhadapan dengan hati yang keras dari bangsanya dan bahkan kesulitannya sendiri dalam memimpin.

Iman Musa mengajarkan kita bahwa bahkan di tengah kekuasaan dunia yang menekan, Allah dapat memakai seseorang yang beriman untuk membebaskan umat-Nya. Iman bukan berarti ketiadaan masalah, melainkan keyakinan teguh bahwa Allah kita lebih besar dari setiap masalah yang kita hadapi.

C. Rahab: Iman yang Melampaui Batas Sosial

Rahab adalah seorang pelacur dari Yerikho, seorang non-Israel, dan berada di luar lingkaran sosial yang dianggap "layak" untuk iman. Namun, Alkitab mencatat namanya dalam daftar pahlawan iman karena ia percaya kepada Allah Israel ketika ia menyembunyikan mata-mata Israel. Karena iman Rahab, perempuan sundal itu, tidak turut binasa bersama-sama dengan orang-orang durhaka, karena ia telah menyambut pengintai-pengintai itu dengan baik (Ibrani 11:31).

Kisah Rahab mengajarkan kita bahwa iman tidak mengenal latar belakang sosial, status, atau masa lalu. Allah dapat menanamkan iman di hati siapa saja yang mau merespons kebenaran-Nya. Iman membuka jalan keselamatan dan pemulihan, bahkan bagi mereka yang dianggap paling tidak layak oleh standar dunia.

III. Dimensi Iman: Iman yang Mendengar, Melakukan, dan Bertahan

Iman bukanlah konsep pasif. Ia memiliki beberapa dimensi yang aktif dan dinamis dalam kehidupan orang percaya.

A. Iman yang Mendengar (Roma 10:17)

Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus. Ini adalah titik awal dari setiap iman yang sejati. Iman dimulai ketika kita mendengar Firman Allah. Firman itu adalah benih yang ditaburkan di hati kita, dan jika ditanggapi dengan benar, akan bertumbuh menjadi iman yang kuat. Mendengar di sini tidak hanya berarti menerima informasi secara pasif, tetapi juga mendengarkan dengan hati yang terbuka, merenungkan, dan membiarkan Firman itu berakar dalam jiwa.

Seringkali kita mencari "bukti" lain sebelum percaya. Namun, Allah berulang kali menyatakan bahwa Firman-Nya sendirilah yang menjadi dasar iman kita. Jika kita ingin iman kita bertumbuh, kita harus terus-menerus membenamkan diri dalam Firman Tuhan, entah melalui pembacaan Alkitab, khotbah, atau pengajaran.

B. Iman yang Melakukan (Yakobus 2:17)

Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati. Ini adalah pernyataan yang sangat penting. Iman sejati tidak hanya ada di pikiran atau hati, tetapi termanifestasi dalam tindakan. Iman yang hidup akan selalu mendorong kita untuk bertindak sesuai dengan apa yang kita percayai. Jika kita percaya Allah adalah penyedia, kita tidak akan khawatir berlebihan dan akan memberi dengan murah hati. Jika kita percaya Allah mengasihi orang lain, kita akan mengasihi dan melayani sesama.

Yakobus tidak bertentangan dengan Paulus, yang menekankan keselamatan oleh iman dan bukan oleh perbuatan. Paulus berbicara tentang perbuatan Taurat sebagai sarana keselamatan, sedangkan Yakobus berbicara tentang perbuatan sebagai buah dari iman yang sudah menyelamatkan. Perbuatan kita adalah bukti nyata bahwa iman kita hidup dan berfungsi. Iman tanpa perbuatan seperti tubuh tanpa roh – mati.

C. Iman yang Bertahan (Ibrani 10:36-39)

Iman juga adalah ketahanan dan ketekunan. Hidup ini penuh dengan cobaan dan rintangan yang dapat menggoyahkan iman kita. Ada saat-saat penantian panjang, penderitaan yang tak kunjung usai, dan janji-janji yang seolah-olah tertunda. Dalam situasi seperti inilah iman kita diuji dan dimurnikan.

Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu. (Ibrani 10:36). Iman yang sejati akan bertahan melewati badai, tidak menyerah pada keputusasaan, dan terus berharap meskipun segala sesuatunya tampak gelap. Ini adalah iman yang memandang jauh melampaui kondisi saat ini, menatap kepada janji-janji Allah yang kekal. Ketahanan iman adalah salah satu bukti paling kuat bahwa kita sungguh-sungguh percaya.

IV. Ujian dan Pertumbuhan Iman

Tidak ada iman yang statis; iman selalu dalam proses pertumbuhan. Dan seringkali, pertumbuhan itu datang melalui ujian. Ujian adalah katalisator yang mempercepat kematangan iman kita.

A. Ujian Memurnikan Iman

Petrus menulis, Sekalipun sekarang ini kamu seketika harus menanggung berbagai-bagai pencobaan, sehingga kualitas imanmu teruji oleh api, dan ternyata lebih mulia daripada emas yang fana yang diuji dengan api. Dengan demikian imanmu itu akan mendatangkan puji-pujian, kemuliaan, dan hormat pada waktu Yesus Kristus menyatakan diri-Nya (1 Petrus 1:6-7, parafrasa). Ujian dalam hidup bukan untuk menghancurkan kita, tetapi untuk memurnikan iman kita, membuang kotoran keraguan dan ketakutan, sehingga iman kita menjadi semakin murni dan berharga.

Ketika kita menghadapi kesulitan, entah itu sakit penyakit, kehilangan pekerjaan, masalah keluarga, atau krisis pribadi, iman kita dihadapkan pada pilihan: menyerah pada keputusasaan atau berpegang teguh pada janji Allah. Setiap kali kita memilih untuk berpegang, iman kita tumbuh lebih kuat, lebih dalam, dan lebih tangguh.

B. Iman Bertumbuh Melalui Penyerahan

Iman yang bertumbuh adalah iman yang belajar untuk menyerah sepenuhnya kepada kehendak Allah, bahkan ketika kehendak itu tidak sesuai dengan keinginan kita. Ini adalah titik paling sulit, namun juga paling esensial dalam perjalanan iman. Abraham menyerahkan Ishak. Yesus menyerahkan diri-Nya di Getsemani: Bukan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mu yang terjadi.

Penyerahan bukan tanda kelemahan, melainkan kekuatan iman yang meyakini bahwa Allah jauh lebih bijaksana dan baik daripada kita. Dengan menyerah, kita membuka diri bagi karya Allah yang melampaui pemahaman kita, dan di situlah mukjizat seringkali terjadi.

V. Buah-buah dan Dampak Iman

Iman bukanlah tujuan akhir, melainkan sarana yang kuat untuk mengalami kehidupan berkelimpahan yang dijanjikan Kristus. Iman menghasilkan buah-buah yang manis dan dampak yang transformatif, baik bagi individu maupun komunitas.

A. Keselamatan dan Pembenaran

Ini adalah buah iman yang paling fundamental dan paling agung. Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah (Efesus 2:8). Tanpa iman kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, tidak ada keselamatan. Imanlah yang menghubungkan kita dengan anugerah Allah, membenarkan kita di hadapan-Nya, dan menjadikan kita ahli waris Kerajaan Surga.

Kita tidak bisa memperoleh keselamatan melalui perbuatan baik, usaha keras, atau ritual keagamaan. Hanya melalui iman kepada pengorbanan Kristus di kayu salib, kita diselamatkan dan menerima hidup kekal. Ini adalah janji yang pasti dan tidak dapat dibatalkan bagi setiap orang yang percaya.

B. Kedamaian dan Sukacita

Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus (Roma 5:1). Iman membawa kedamaian yang melampaui segala pengertian. Ketika kita tahu bahwa Allah mengasihi kita, memegang kendali, dan bekerja dalam segala sesuatu untuk kebaikan kita, kekhawatiran dan kecemasan akan sirna, digantikan oleh damai sejahtera Ilahi.

Demikian pula, iman menghasilkan sukacita. Sukacita Kristen bukanlah sukacita yang tergantung pada keadaan eksternal, melainkan sukacita yang berakar dalam kepastian janji-janji Allah dan kehadiran Roh Kudus. Bahkan di tengah penderitaan, orang yang beriman dapat bersukacita karena mengetahui bahwa Kristus telah menang dan kemenangan-Nya adalah kemenangan kita juga.

C. Kuasa untuk Mengalahkan Dunia

Sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita (1 Yohanes 5:4). Dunia ini penuh dengan godaan, tekanan, sistem nilai yang bertentangan dengan firman Allah, dan kuasa kegelapan. Namun, bagi orang yang beriman, ada kuasa untuk mengalahkan semuanya itu.

Iman memberikan kita perspektif surgawi, memampukan kita melihat melampaui daya tarik dosa dan tekanan duniawi. Dengan iman, kita tidak lagi terikat pada ketakutan, keserakahan, atau ambisi yang kosong. Sebaliknya, kita hidup untuk kemuliaan Allah, dan di dalam Dia, kita adalah lebih dari para pemenang. Iman adalah perisai yang memadamkan panah api si jahat (Efesus 6:16).

D. Mukjizat dan Jawaban Doa

Sepanjang Alkitab, iman selalu dikaitkan dengan mukjizat. Yesus seringkali berkata, Imanmu telah menyelamatkanmu atau Terjadilah kepadamu sesuai dengan imanmu. Tidak ada batas bagi apa yang dapat Allah lakukan melalui iman. Tidak ada yang mustahil bagi Allah (Lukas 1:37), dan tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya (Markus 9:23).

Iman membuka pintu bagi Allah untuk menyatakan kuasa-Nya yang luar biasa dalam hidup kita. Ini bukan berarti iman adalah alat untuk memanipulasi Allah agar melakukan kehendak kita, melainkan iman adalah sikap hati yang percaya penuh bahwa Allah sanggup dan mau melakukan lebih dari yang kita minta atau pikirkan, sesuai dengan kehendak-Nya yang sempurna. Doa yang dinaikkan dengan iman adalah doa yang berkuasa.

VI. Membangun dan Memelihara Iman yang Kuat

Membangun iman bukanlah peristiwa sekali seumur hidup, melainkan proses berkelanjutan. Ada beberapa praktik rohani yang esensial untuk memelihara dan memperkuat iman kita.

A. Membenamkan Diri dalam Firman Tuhan

Seperti yang telah kita bahas, iman timbul dari pendengaran akan Firman Tuhan. Oleh karena itu, langkah pertama dan terpenting adalah secara teratur membaca, merenungkan, dan mempelajari Alkitab. Firman Tuhan adalah makanan rohani kita, sumber kebenaran, janji, dan arahan yang akan memperkuat keyakinan kita.

B. Disiplin Berdoa

Doa adalah napas kehidupan iman. Melalui doa, kita berkomunikasi dengan Allah, mengungkapkan hati kita, memohon pertolongan, dan mendengarkan suara-Nya. Doa yang disertai iman adalah doa yang berkuasa. Ketika kita berdoa, kita mengakui ketergantungan kita pada Allah dan mengundang Dia untuk bertindak dalam situasi kita.

Jangan batasi doa hanya untuk saat-saat kita membutuhkan sesuatu. Jadikan doa sebagai gaya hidup, percakapan yang berkelanjutan dengan Bapa surgawi kita.

C. Persekutuan dengan Orang Percaya Lain

Iman kita tidak dimaksudkan untuk dihidupi dalam isolasi. Kita membutuhkan dukungan, dorongan, dan akuntabilitas dari sesama orang percaya. Saling menasihati setiap hari, selama masih disebut "hari ini," supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya dosa (Ibrani 3:13).

Bergabunglah dengan gereja lokal, kelompok kecil, atau komunitas doa. Di sanalah kita dapat saling menguatkan, berbagi kesaksian iman, dan bersama-sama bertumbuh dalam pengenalan akan Kristus.

D. Menghidupi Iman dalam Tindakan

Ingatlah kembali ajaran Yakobus. Iman yang hidup adalah iman yang berbuah dalam perbuatan. Ketika kita menerapkan apa yang kita percayai dalam kehidupan sehari-hari – melalui kasih, pelayanan, pengampunan, kejujuran, dan ketaatan – iman kita tidak hanya diperkuat, tetapi juga menjadi saksi bagi dunia di sekitar kita.

Setiap langkah ketaatan, setiap tindakan kasih yang kita lakukan karena iman, adalah latihan yang memperkuat otot-otot rohani kita. Jangan takut untuk melangkah keluar dalam iman, bahkan jika itu terasa menakutkan atau di luar zona nyaman Anda.

E. Mengingat Kesetiaan Tuhan di Masa Lalu

Ketika keraguan datang atau tantangan terasa terlalu berat, ingatlah bagaimana Tuhan telah setia di masa lalu. Ingatlah mukjizat yang pernah Dia lakukan, janji-janji yang telah Dia genapi, dan cara-cara Dia telah menopang Anda. Mengingat kesetiaan-Nya akan membangun keyakinan bahwa Dia akan tetap setia di masa kini dan masa depan.

"Kesaksian akan kesetiaan Allah di masa lalu adalah jangkar bagi iman kita di tengah badai kehidupan saat ini."

VII. Tantangan terhadap Iman dan Cara Mengatasinya

Perjalanan iman tidak selalu mulus. Ada banyak tantangan yang dapat menggoyahkan bahkan iman yang paling kuat sekalipun.

A. Keraguan

Keraguan adalah musuh umum iman. Kadang-kadang keraguan muncul dari pertanyaan intelektual yang belum terjawab, kadang dari pengalaman pahit, atau dari bisikan iblis. Penting untuk diingat bahwa keraguan bukanlah dosa, tetapi titik awal untuk mencari kebenaran yang lebih dalam. Yesus tidak pernah menghina orang yang ragu, tetapi mengundang mereka untuk melihat dan percaya (Yohanes 20:27).

Cara Mengatasi: Hadapi keraguan dengan doa dan studi Firman. Carilah jawaban dari mentor rohani atau pemimpin gereja. Jujurlah dengan Allah tentang keraguan Anda dan minta Dia untuk menyingkapkan kebenaran-Nya.

B. Penundaan Janji

Banyak janji Allah tidak segera tergenapi. Kadang-kadang kita harus menunggu bertahun-tahun, bahkan seumur hidup, untuk melihat janji-Nya terwujud. Penundaan bisa mengikis semangat dan membuat kita bertanya-tanya apakah Allah telah melupakan kita. Namun, penundaan bukanlah penolakan.

Cara Mengatasi: Belajarlah dari Abraham dan Sara, yang harus menunggu lama untuk Ishak. Kembangkan kesabaran dan ketekunan. Ingatlah bahwa waktu Allah berbeda dengan waktu kita, dan rencana-Nya selalu sempurna. Tetaplah berharap dan berpegang pada janji-Nya.

C. Penderitaan dan Kesusahan

Tidak ada yang menguji iman sekeras penderitaan. Ketika kita mengalami sakit, kehilangan, atau tragedi, seringkali kita tergoda untuk menyalahkan Allah atau mempertanyakan kebaikan-Nya. Mengapa Allah yang baik membiarkan hal-hal buruk terjadi?

Cara Mengatasi: Pahami bahwa penderitaan adalah bagian dari dunia yang jatuh ini, dan Allah seringkali memakai penderitaan untuk membentuk karakter kita, mendekatkan kita kepada-Nya, dan memuliakan nama-Nya. Lihatlah teladan Ayub, yang di tengah segala penderitaannya masih berkata, Sekalipun Ia membunuh aku, aku akan berharap kepada-Nya (Ayub 13:15). Bersandar sepenuhnya pada kasih karunia Allah yang memampukan kita melewati lembah kekelaman.

D. Kemudahan dan Kenyamanan

Paradoksnya, kemudahan dan kenyamanan juga bisa menjadi tantangan bagi iman. Ketika hidup kita terlalu nyaman, kita cenderung menjadi mandiri, melupakan kebutuhan kita akan Allah, dan iman kita bisa menjadi suam-suam kuku. Kita berhenti mencari Dia dengan sungguh-sungguh.

Cara Mengatasi: Pertahankan disiplin rohani bahkan di masa-masa tenang. Ingatlah untuk selalu bersyukur dan mengakui bahwa segala kebaikan datang dari Allah. Carilah cara untuk melayani orang lain dan tetap rendah hati, sadar bahwa setiap berkat adalah anugerah.

VIII. Hidup oleh Iman: Panggilan dan Tanggung Jawab

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk tidak hanya memiliki iman, tetapi juga untuk hidup oleh iman. Ini adalah sebuah perjalanan seumur hidup yang melibatkan setiap bagian dari keberadaan kita.

A. Iman dalam Pengambilan Keputusan

Setiap hari, kita dihadapkan pada berbagai keputusan, besar maupun kecil. Hidup oleh iman berarti membawa setiap keputusan di hadapan Tuhan, mencari hikmat-Nya, dan melangkah sesuai dengan pimpinan Roh Kudus, bahkan ketika jalan itu tidak jelas di mata kita. Ini mungkin berarti mengambil risiko yang diilhami Allah, atau bersabar menunggu waktu-Nya, atau mengatakan "tidak" pada peluang yang tampak menguntungkan tetapi tidak sejalan dengan kehendak-Nya.

B. Iman dalam Hubungan

Iman juga memengaruhi cara kita berhubungan dengan orang lain. Ini berarti mengasihi musuh, mengampuni yang bersalah, melayani yang membutuhkan, dan berbicara kebenaran dalam kasih. Iman memungkinkan kita untuk melihat orang lain melalui mata Allah, melihat potensi dan nilai mereka, terlepas dari kesalahan atau kekurangan mereka. Kita dipanggil untuk menjadi pembawa damai dan agen rekonsiliasi karena iman kita kepada Kristus yang mendamaikan.

C. Iman dalam Mengelola Sumber Daya

Iman yang sejati juga termanifestasi dalam cara kita mengelola uang, waktu, talenta, dan sumber daya lainnya. Kita percaya bahwa Allah adalah pemilik segala sesuatu dan kita hanyalah pengelola. Hidup oleh iman berarti setia dalam persepuluhan dan persembahan, menggunakan waktu kita dengan bijak untuk kemuliaan Allah, dan mengembangkan talenta kita untuk melayani kerajaan-Nya. Ini adalah iman yang percaya bahwa Allah akan mencukupi segala kebutuhan kita jika kita mengutamakan Dia dan kerajaan-Nya.

D. Iman dalam Menghadapi Masa Depan

Masa depan seringkali penuh dengan ketidakpastian. Ada kekhawatiran tentang ekonomi, kesehatan, keluarga, dan dunia secara keseluruhan. Namun, bagi orang yang beriman, masa depan bukanlah sesuatu yang harus ditakuti. Kita tahu bahwa Allah memegang masa depan kita di tangan-Nya, dan rencana-Nya adalah untuk mendatangkan harapan dan hari esok yang baik (Yeremia 29:11).

Hidup oleh iman berarti berjalan maju dengan keyakinan, tidak peduli apa yang mungkin terjadi. Ini berarti menaruh pengharapan kita pada Kristus yang telah mengalahkan maut dan menjamin kemenangan kekal bagi kita.

Kesimpulan: Panggilan untuk Hidup Penuh Iman

Saudara-saudari terkasih, iman adalah anugerah terbesar yang diberikan Allah kepada kita. Ini adalah fondasi hidup kita, lensa yang dengannya kita melihat dunia, kekuatan yang dengannya kita menghadapi tantangan, dan jaminan dari janji-janji Allah yang tak tergoyahkan. Dari Abraham hingga Rahab, dari Musa hingga Petrus, Alkitab bersaksi tentang dampak transformatif dari iman yang sejati. Iman bukan hanya untuk masa-masa sulit, melainkan untuk setiap saat dalam hidup kita.

Mari kita periksa iman kita hari ini. Apakah iman kita hanya di bibir, ataukah ia sudah menjadi dasar yang kokoh dan bukti yang nyata dalam hidup kita? Apakah iman kita masih pasif, ataukah ia aktif bertindak dalam ketaatan dan kasih? Apakah iman kita goyah di tengah badai, ataukah ia bertahan dan bertumbuh melalui setiap ujian?

Panggilan kita hari ini adalah untuk memperbarui komitmen kita untuk hidup sepenuhnya oleh iman. Mari kita benamkan diri kita lebih dalam dalam Firman Tuhan, tekun dalam doa, saling menguatkan dalam persekutuan, dan tunjukkan iman kita melalui tindakan nyata setiap hari. Ingatlah, dengan iman, tidak ada yang mustahil. Dengan iman, kita dapat mengalahkan dunia. Dengan iman, kita akan melihat kemuliaan Allah dinyatakan dalam hidup kita dan di sekitar kita.

Biarlah setiap langkah yang kita ambil, setiap keputusan yang kita buat, dan setiap kata yang kita ucapkan, menjadi cerminan dari iman kita yang teguh kepada Allah yang hidup, yang setia, dan yang berkuasa. Amin.