Pengantar: Detik-detik Terakhir Seorang Pemimpin Besar
Kisah Yosua merupakan salah satu narasi paling inspiratif dalam Perjanjian Lama. Setelah Musa, Yosua diutus untuk memimpin bangsa Israel menyeberangi Sungai Yordan dan merebut tanah perjanjian, Kanaan. Ia adalah seorang pemimpin militer yang ulung, seorang pelayan yang setia, dan seorang pribadi yang memiliki iman yang teguh. Namun, seperti semua manusia, waktunya pun tiba untuk menyelesaikan perjalanan hidupnya. Di penghujung karier dan hidupnya yang panjang dan penuh pengabdian, Yosua memanggil seluruh suku Israel di Sikhem untuk menyampaikan pesan terakhir yang sangat penting. Peristiwa ini bukan hanya sekadar pertemuan perpisahan; ini adalah momen pembaharuan perjanjian, sebuah panggilan untuk introspeksi mendalam, dan sebuah tantangan untuk memilih jalan hidup.
Konteks Sikhem sendiri sangat signifikan. Sikhem adalah tempat di mana Abraham pertama kali membangun mezbah bagi Tuhan setelah tiba di Kanaan (Kejadian 12:6-7). Itu adalah tempat di mana Yakub menguburkan berhala-berhala keluarganya (Kejadian 35:2-4). Dan sekarang, Yosua membawa kembali bangsa Israel ke tempat bersejarah ini untuk sebuah keputusan krusial. Ini bukan kebetulan; Sikhem adalah tempat yang sarat makna, mengingatkan mereka akan awal perjalanan iman leluhur mereka dan panggilan untuk pemurnian dari segala bentuk penyembahan berhala.
Dalam Yosua pasal 23, Yosua sudah memberikan serangkaian nasihat dan peringatan. Ia mengingatkan mereka tentang berkat-berkat Tuhan, bahaya pencampuran diri dengan bangsa-bangsa kafir, dan konsekuensi jika mereka menyimpang dari perjanjian. Namun, dalam pasal 24, ia membawa pesan ini ke tingkat yang lebih personal dan mendesak. Ia tidak hanya berbicara tentang bangsa secara kolektif, tetapi juga menantang setiap individu untuk membuat pilihan yang jelas. Setelah merekapitulasi sejarah penyelamatan Tuhan dari mulai Abraham hingga penaklukan Kanaan, Yosua tiba pada inti pesannya, yang terangkum dalam ayat 14 dan 15.
Yosua 24:14-15 (TB):
14Oleh sebab itu, takutlah akan TUHAN dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan setia. Jauhkanlah allah-allah yang kepadanya nenek moyangmu telah beribadah di seberang sungai Efrat dan di Mesir, dan beribadahlah kepada TUHAN.
15Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!
Ayat-ayat ini bukan hanya sekadar nasihat kuno; ini adalah seruan yang relevan untuk setiap generasi, termasuk kita saat ini. Pesan Yosua menembus lintas zaman, menantang kita untuk menghadapi pilihan fundamental dalam hidup: kepada siapa kita akan memberikan kesetiaan tertinggi kita? Apakah kepada Tuhan yang hidup dan benar, ataukah kepada 'allah-allah' lain yang menawarkan janji-janji kosong?
Mari kita selami lebih dalam pesan Yosua ini, membedah setiap frasa dan implikasinya, sehingga kita dapat memahami panggilan ilahi yang sama untuk kita pada hari ini.
I. Panggilan untuk Ketulusan dan Kesetiaan (Ayat 14)
Yosua memulai seruannya dengan sebuah mandat yang tegas dan jelas:
14Oleh sebab itu, takutlah akan TUHAN dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan setia. Jauhkanlah allah-allah yang kepadanya nenek moyangmu telah beribadah di seberang sungai Efrat dan di Mesir, dan beribadahlah kepada TUHAN.
A. Takutlah akan TUHAN
Frasa "takutlah akan TUHAN" sering kali disalahpahami sebagai ketakutan yang melumpuhkan, seperti ketakutan seorang budak terhadap tuannya yang kejam. Namun, dalam konteks Alkitab, "takut akan TUHAN" memiliki makna yang jauh lebih dalam dan positif. Ini adalah kombinasi dari beberapa hal:
- Penghormatan yang Mendalam (Reverence): Ini adalah pengakuan akan kebesaran, kekudusan, kedaulatan, dan kuasa Tuhan yang tak terbatas. Ini adalah rasa kagum dan hormat yang menggerakkan kita untuk memuliakan-Nya.
- Ketaatan yang Tulus: Ketakutan ini memotivasi kita untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya, bukan karena paksaan, melainkan karena kesadaran akan siapa Dia. Ini adalah takut untuk mengecewakan Dia yang begitu mengasihi kita.
- Menjauhi Kejahatan: Amsal 8:13 mengatakan, "Takut akan TUHAN adalah membenci kejahatan." Ketika kita benar-benar menghormati Tuhan, kita secara alami akan menjauhi hal-hal yang tidak sesuai dengan karakter-Nya.
- Sumber Hikmat: Amsal 9:10 menyatakan, "Takut akan TUHAN adalah permulaan hikmat, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian." Ketakutan ini adalah pintu gerbang menuju pemahaman yang benar tentang hidup dan tujuan kita.
Bagi bangsa Israel, ketakutan akan TUHAN berarti mengakui bahwa Dia adalah satu-satunya Allah yang sejati, yang telah membebaskan mereka dari perbudakan Mesir, menuntun mereka di padang gurun, dan memberikan mereka tanah perjanjian. Ketakutan ini harus menjadi dasar dari setiap tindakan dan keputusan mereka.
B. Beribadahlah kepada-Nya dengan Tulus Ikhlas dan Setia
Setelah "takutlah akan TUHAN", Yosua menyerukan "beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan setia." Ini adalah panggilan untuk ibadah yang autentik dan total:
- Tulus Ikhlas (Sincerity/Integrity): Kata Ibrani untuk "tulus ikhlas" adalah tamim, yang berarti "sempurna," "utuh," "tidak bercacat," atau "sepenuh hati." Ini menuntut ibadah yang tidak munafik, tanpa motif tersembunyi, dan bukan sekadar ritual kosong. Hati mereka harus sepenuhnya terpaut pada Tuhan, tanpa dibagi.
- Setia (Faithfulness/Truth): Kata Ibrani emet berarti "kebenaran," "kesetiaan," atau "keteguhan." Ini menuntut konsistensi dan dedikasi yang tak tergoyahkan. Ibadah yang setia berarti tetap teguh dalam komitmen kepada Tuhan, bahkan di tengah godaan atau kesulitan. Ini bukan ibadah musiman, melainkan gaya hidup yang terus-menerus mengarahkan diri kepada-Nya.
Panggilan ini sangat kontras dengan ibadah berhala yang seringkali oportunistis, berdasarkan apa yang bisa diperoleh dari dewa-dewi tertentu pada waktu tertentu. Tuhan Israel menuntut kesetiaan yang tak terbagi dari seluruh keberadaan mereka.
C. Jauhkanlah Allah-allah Lain
Bagian ketiga dari ayat 14 ini sangat spesifik dan menunjukkan realitas keras yang dihadapi bangsa Israel:
Jauhkanlah allah-allah yang kepadanya nenek moyangmu telah beribadah di seberang sungai Efrat dan di Mesir, dan beribadahlah kepada TUHAN.
Ada dua kategori "allah-allah" yang disebutkan di sini:
- Allah-allah di Seberang Sungai Efrat: Ini merujuk pada berhala-berhala yang disembah oleh nenek moyang Abraham di Ur Kasdim (Mesopotamia), sebelum Tuhan memanggil Abraham keluar. Ini menunjukkan bahwa bahkan dalam sejarah keluarga mereka sendiri, ada warisan penyembahan berhala yang perlu ditinggalkan. Ini adalah godaan nostalgia, daya tarik akar lama yang menyimpang.
- Allah-allah di Mesir: Ini adalah dewa-dewi yang disembah oleh orang Mesir, di mana bangsa Israel menghabiskan 400 tahun dalam perbudakan. Meskipun mereka dibebaskan secara ajaib, mentalitas dan praktik penyembahan berhala Mesir mungkin masih melekat pada sebagian dari mereka, bahkan setelah sekian lama di padang gurun. Ini adalah godaan terhadap kebiasaan yang terbentuk dari lingkungan yang menindas.
Panggilan untuk "menjauhkan" (membuang, menghapus) adalah tindakan radikal. Ini bukan hanya berhenti menyembah mereka, tetapi secara aktif menyingkirkan semua simbol dan ingatan akan berhala-berhala itu dari hidup mereka. Ini adalah pemutusan total dengan masa lalu penyembahan berhala, sebuah pembersihan spiritual yang menyeluruh.
Yosua tidak hanya meminta mereka untuk menambahkan Tuhan ke daftar dewa-dewi mereka. Dia menuntut eksklusivitas. Tuhan adalah Allah yang cemburu, yang tidak akan berbagi kemuliaan-Nya dengan yang lain. Oleh karena itu, ibadah yang tulus ikhlas dan setia hanya mungkin jika semua allah lain disingkirkan sepenuhnya.
Ilustrasi pilihan krusial di hadapan kita.
II. Tantangan untuk Memilih: Hari Ini Kamu Harus Memilih (Ayat 15a)
Setelah memberikan mandat yang jelas, Yosua tidak berhenti di situ. Ia mengetahui sifat dasar manusia yang cenderung ragu-ragu dan berkompromi. Oleh karena itu, ia melontarkan sebuah tantangan yang sangat langsung dan mendesak:
15Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini.
A. "Tetapi Jika Kamu Anggap Tidak Baik untuk Beribadah kepada TUHAN"
Frasa ini menunjukkan bahwa Tuhan memberikan kebebasan memilih. Dia tidak memaksa manusia untuk beribadah kepada-Nya. Yosua mengakui bahwa mungkin ada orang-orang di antara bangsa Israel yang "menganggap tidak baik" untuk melayani Tuhan. Mengapa seseorang bisa menganggap melayani Tuhan itu "tidak baik"?
- Karena Tuntutan Komitmen: Melayani Tuhan yang benar menuntut totalitas, pengorbanan, dan penolakan terhadap godaan dunia. Bagi sebagian orang, tuntutan ini terasa terlalu berat, terlalu membatasi kebebasan mereka.
- Karena Daya Tarik Idola: Allah-allah lain seringkali menawarkan janji-janji instan: kekayaan, kekuasaan, kesuburan, kesenangan, atau keamanan semu, tanpa tuntutan moral yang tinggi. Mereka mungkin tampak lebih "praktis" atau "mudah" untuk dilayani.
- Karena Kurangnya Iman: Ada yang tidak sungguh-sungguh percaya akan keberadaan atau kuasa Tuhan, atau meragukan kasih dan keadilan-Nya.
- Karena Ketidaknyamanan: Mengikuti Tuhan seringkali berarti menempuh jalan yang sempit, menghadapi penolakan, atau berenang melawan arus budaya. Bagi mereka yang mencari kenyamanan, ini bisa dianggap "tidak baik."
Yosua tidak meremehkan pilihan ini. Dia mengakui bahwa itu adalah sebuah kemungkinan. Namun, pengakuan ini justru mempertegas betapa pentingnya keputusan yang harus mereka ambil.
B. "Pilihlah pada Hari Ini"
Inilah inti dari tantangan Yosua: urgensi sebuah keputusan. Kata "hari ini" menekankan bahwa keputusan ini tidak bisa ditunda. Tidak ada ruang untuk abu-abu, tidak ada waktu untuk menunda-nunda. Yosua tahu bahwa penundaan seringkali berarti tidak akan pernah membuat keputusan yang benar. Iman bukanlah sesuatu yang bisa disimpan untuk nanti; ia menuntut respons segera.
Pilihan ini juga bersifat eksklusif. Yosua tidak memberikan opsi untuk melayani Tuhan DAN allah-allah lain. Ini adalah pilihan antara "A" atau "B," bukan "A" dan "B." Ini adalah prinsip yang diajarkan oleh Tuhan dari awal: "Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku" (Keluaran 20:3). Kita tidak bisa melayani dua tuan (Matius 6:24).
C. Opsi Pilihan: Allah Nenek Moyang atau Allah Amori
Yosua kembali menghadirkan dua kategori allah-allah lain, kali ini sebagai alternatif yang harus dipilih jika mereka menolak Tuhan:
- Allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat: Sama seperti yang disebutkan di ayat 14, ini adalah godaan nostalgia terhadap akar-akar paganisme keluarga mereka. Ini adalah daya tarik tradisi yang salah, kenyamanan masa lalu yang tidak sesuai dengan kebenaran.
- Allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini: Ini adalah godaan budaya dan lingkungan sekitar. Setelah menaklukkan Kanaan, bangsa Israel hidup berdampingan dengan sisa-sisa bangsa Amori (dan bangsa Kanaan lainnya) yang menyembah berbagai dewa kesuburan, kekuasaan, dan ritual keji seperti Baal, Asyera, dan Molekh. Ini adalah godaan untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar, untuk "ikut-ikutan" agar diterima secara sosial, atau untuk mencari keuntungan materiil yang dijanjikan oleh dewa-dewi lokal tersebut.
Kedua pilihan ini, baik dari masa lalu maupun masa kini, sama-sama berbahaya. Keduanya mengarah pada penyimpangan dari Tuhan yang benar. Yosua memperjelas bahwa tidak ada jalan tengah. Hidup itu penuh dengan pilihan, dan pilihan terpenting adalah tentang kesetiaan spiritual kita. Pilihan ini akan menentukan identitas, moralitas, dan takdir abadi seseorang dan suatu bangsa.
Pesan ini memiliki gema yang kuat bagi kita hari ini. Kita mungkin tidak menyembah patung Baal atau Asyera, tetapi kita dihadapkan pada "allah-allah" modern yang bersaing untuk mendapatkan kesetiaan kita. Ini bisa berupa:
- Materialisme: Mengejar kekayaan dan harta benda sebagai tujuan hidup utama.
- Hedonisme: Mencari kesenangan dan kepuasan diri sebagai standar moral.
- Kekuasaan dan Ambisi: Menjadikan karier atau status sosial sebagai berhala.
- Individualisme dan Ego: Menempatkan diri sendiri di pusat alam semesta, menolak otoritas ilahi.
- Teknologi dan Informasi: Mengandalkan sepenuhnya pada gadget, media sosial, atau internet sebagai sumber kebenaran dan kebahagiaan.
- Ideologi Politik: Mengangkat ideologi tertentu sebagai kebenaran mutlak yang di atas segala-galanya.
Setiap kali kita memberikan prioritas tertinggi kita kepada hal-hal selain Tuhan, kita pada dasarnya telah memilih untuk melayani "allah-allah" lain. Tantangan Yosua adalah untuk memeriksa hati kita dan bertanya: Siapa yang sungguh-sungguh kita layani?
III. Deklarasi Seorang Pemimpin: Aku dan Seisi Rumahku (Ayat 15b)
Setelah memberikan mandat dan tantangan, Yosua menyajikan responsnya sendiri, sebuah deklarasi pribadi yang kuat yang berfungsi sebagai teladan dan dorongan:
Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!
A. Kepemimpinan Melalui Teladan
Dalam budaya Timur Dekat kuno, seorang pemimpin tidak hanya memberi perintah, tetapi juga memimpin dengan teladan. Deklarasi Yosua bukan hanya kata-kata kosong; itu adalah refleksi dari kehidupannya yang konsisten. Ia telah melihat tangan Tuhan yang kuat dalam hidupnya dan hidup bangsa Israel. Ia telah membuktikan kesetiaannya berulang kali.
Dengan mengatakan "Tetapi aku...", Yosua menunjukkan bahwa meskipun orang lain mungkin memilih jalan yang berbeda, ia secara pribadi telah membuat keputusan yang teguh. Ini adalah keberanian moral, berdiri teguh di tengah arus mayoritas atau tekanan. Seorang pemimpin yang efektif tidak hanya menunjukkan jalan, tetapi juga berjalan di jalan itu terlebih dahulu.
Deklarasi ini juga menunjukkan kejujuran. Yosua tidak berpura-pura bahwa pilihannya itu mudah atau tanpa godaan. Dia mengakui adanya pilihan, tetapi dengan tegas menyatakan kesetiaannya. Ini adalah integritas yang sejati.
B. Komitmen Pribadi dan Keluarga
Yang membuat deklarasi ini semakin kuat adalah cakupannya: "Aku dan seisi rumahku." Ini adalah pengakuan bahwa iman bukanlah urusan individu semata, melainkan juga memiliki dimensi keluarga yang penting.
- Komitmen Pribadi adalah Fondasi: Yosua tidak mengatakan, "Keluargaku akan melayani Tuhan, jadi aku akan ikut." Dia memulai dengan "Aku," menegaskan bahwa pilihannya adalah yang utama dan personal. Tanpa komitmen pribadi seorang pemimpin rumah tangga, fondasi iman keluarga akan rapuh.
- Keluarga sebagai Unit Iman: Dalam budaya Israel, rumah tangga adalah unit sosial dan spiritual yang fundamental. Yosua memahami bahwa untuk menjaga perjanjian dengan Tuhan, iman harus diturunkan dan dipraktikkan dalam keluarga. Ini melibatkan:
- Pendidikan Iman: Mengajarkan anak-anak tentang Tuhan, firman-Nya, dan jalan-jalan-Nya.
- Teladan Hidup: Orang tua dan anggota keluarga yang lebih tua menjadi contoh hidup dalam ketaatan dan kesalehan.
- Praktik Rohani Bersama: Berdoa, membaca Alkitab, dan beribadah bersama sebagai keluarga.
- Menciptakan Lingkungan Iman: Membangun atmosfer di rumah yang menghormati Tuhan dan nilai-nilai-Nya.
Yosua tidak bisa memaksa anggota keluarganya untuk percaya, tetapi dia bisa memimpin mereka, menciptakan lingkungan di mana pilihan untuk melayani Tuhan menjadi prioritas. Dia bertanggung jawab atas pengaruhnya dalam rumah tangganya, dan dia dengan berani mengatakannya. Ini adalah pengakuan akan peran sentral keluarga dalam memelihara dan meneruskan iman dari satu generasi ke generasi berikutnya.
C. Beribadah kepada TUHAN!
Penegasan kembali "kami akan beribadah kepada TUHAN!" merupakan klimaks dari deklarasi ini. Ini adalah pernyataan tentang arah hidup, identitas, dan tujuan tertinggi. Melayani Tuhan berarti:
- Mengakui Kedaulatan-Nya: Menundukkan diri kepada kehendak-Nya dalam segala hal.
- Mengasihi-Nya dengan Segenap Hati: Memberikan prioritas utama kepada-Nya di atas segalanya.
- Melakukan Perintah-Nya: Hidup sesuai dengan standar moral dan etika yang Dia tetapkan.
- Menyembah-Nya dalam Roh dan Kebenaran: Ibadah yang sejati bukan hanya ritual, tetapi hubungan yang hidup.
- Melayani Orang Lain demi Kemuliaan-Nya: Menyalurkan kasih-Nya kepada sesama.
Deklarasi Yosua adalah sebuah janji, sebuah ikrar kesetiaan yang tak tergoyahkan. Itu adalah pernyataan yang mengundang orang lain untuk mengikuti teladannya. Dan memang, setelah deklarasi ini, bangsa Israel menjawab, "Jauhlah dari kami meninggalkan TUHAN untuk beribadah kepada allah lain! Sebab TUHAN, Allah kita, Dialah yang telah menuntun kita dan nenek moyang kita dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan..." (Yosua 24:16-17a). Deklarasi Yosua memicu respons positif dari bangsa itu, menunjukkan kekuatan dari kepemimpinan yang berani dan berintegritas.
IV. Relevansi Kontemporer: Pilihan Kita Hari Ini
Meskipun disampaikan ribuan tahun yang lalu, pesan Yosua 24:14-15 tetap sangat relevan bagi kita saat ini. Kita hidup di dunia yang kompleks, penuh dengan godaan dan pilihan yang membingungkan. Seperti bangsa Israel kuno, kita juga dihadapkan pada "allah-allah" yang bersaing untuk mendapatkan kesetiaan kita.
A. Mengidentifikasi "Allah-allah" Modern Kita
Dunia modern mungkin tidak memiliki patung Baal atau Asyera yang jelas, tetapi ia memiliki berhala-berhala yang lebih halus, seringkali tersembunyi dalam bentuk nilai-nilai, ideologi, dan gaya hidup yang kita agungkan. Yosua menyerukan untuk "menjauhkan" mereka. Pertanyaannya adalah, apa yang perlu kita jauhkan dari hidup kita?
- Materialisme dan Konsumerisme: Ketika kebahagiaan dan keamanan diukur dari seberapa banyak yang kita miliki atau seberapa besar kita dapat mengonsumsi, harta benda menjadi berhala. Kita mengejar kekayaan, status, dan barang-barang duniawi dengan mengorbankan waktu, energi, dan prioritas rohani kita. Ini seringkali membuat kita merasa tidak pernah cukup dan terus-menerus haus akan lebih banyak lagi.
- Pengejaran Diri dan Individualisme Ekstrem: Ketika "aku" menjadi pusat alam semesta, di mana setiap keputusan didasarkan pada keuntungan pribadi, kepuasan diri, dan pemenuhan keinginan tanpa memedulikan Tuhan atau sesama. Budaya yang terlalu fokus pada diri sendiri dapat membuat kita buta terhadap kebutuhan orang lain dan panggilan untuk pelayanan.
- Kekuasaan, Prestasi, dan Ambisi: Ketika kesuksesan karier, pencapaian akademis, atau posisi kekuasaan menjadi tujuan tertinggi, melampaui segala sesuatu yang lain. Kita bekerja tanpa henti, mengorbankan keluarga, kesehatan, dan spiritualitas demi "naik tangga" kehidupan, seolah-olah pengakuan manusia adalah pengesahan terakhir.
- Media Sosial dan Validasi Online: Di era digital, popularitas, jumlah 'like', dan validasi dari orang asing di media sosial bisa menjadi berhala yang kuat. Kita menghabiskan waktu berjam-jam untuk membangun citra, mencari persetujuan, dan membandingkan diri dengan orang lain, yang seringkali berujung pada kecemasan dan ketidakpuasan.
- Kenyamanan dan Hiburan: Ketika hidup diatur oleh pencarian kenyamanan maksimal dan hiburan tanpa henti, kita dapat menjadi pasif terhadap panggilan Tuhan untuk pertumbuhan, pengorbanan, dan pelayanan. Jalan yang mudah seringkali menjadi jalan yang menjauhkan kita dari disiplin rohani yang penting.
- Ilmu Pengetahuan atau Ideologi Tanpa Tuhan: Meskipun ilmu pengetahuan itu berharga, ketika ia diangkat sebagai satu-satunya sumber kebenaran dan menggantikan peran Tuhan sebagai Pencipta dan Pemberi Makna, maka ia menjadi berhala. Demikian pula dengan berbagai ideologi politik atau filsafat hidup yang menolak kebenaran ilahi.
Panggilan Yosua untuk "menjauhkan" berhala-berhala ini adalah sebuah proses terus-menerus. Kita perlu secara kritis memeriksa hidup kita, hati kita, dan prioritas kita untuk melihat apakah ada sesuatu yang telah mengambil tempat Tuhan.
B. Panggilan untuk Memilih dengan Tegas "Hari Ini"
Pesan "pilihlah pada hari ini" sangat mendesak. Iman Kristen bukanlah sebuah warisan pasif yang dapat kita klaim hanya karena orang tua kita beragama Kristen. Ini adalah pilihan pribadi yang harus diperbaharui setiap hari.
- Keputusan yang Sadar: Kita harus secara sadar dan sengaja memilih untuk beribadah kepada Tuhan. Ini bukan hasil dari kebetulan, tekanan sosial, atau kemalasan.
- Urgensi yang Tidak Tertunda: Hidup ini singkat dan tidak pasti. Kita tidak memiliki jaminan hari esok. Oleh karena itu, pilihan untuk melayani Tuhan harus dibuat sekarang, tanpa penundaan.
- Konsekuensi yang Kekal: Pilihan kita memiliki implikasi kekal. Melayani Tuhan membawa kehidupan, damai sejahtera, dan tujuan; melayani allah lain membawa kekosongan dan kehancuran.
- Pilihan yang Membentuk Identitas: Pilihan ini membentuk siapa kita, nilai-nilai kita, dan bagaimana kita menjalani hidup. Ini menentukan identitas kita di hadapan Tuhan dan di hadapan dunia.
Bagaimana kita bisa membuat pilihan ini menjadi nyata dalam hidup kita sehari-hari? Itu dimulai dengan komitmen hati, diikuti oleh tindakan nyata: membaca firman Tuhan, berdoa, beribadah bersama komunitas orang percaya, melayani sesama, dan menaati perintah-Nya.
C. Meniru Deklarasi Yosua: "Aku dan Seisi Rumahku"
Deklarasi Yosua adalah model yang kuat untuk setiap individu dan setiap keluarga.
- Komitmen Pribadi yang Tak Tergoyahkan: Seperti Yosua, kita harus memulai dengan diri kita sendiri. Sebelum kita dapat mempengaruhi orang lain, kita harus memiliki keyakinan dan komitmen pribadi yang teguh kepada Tuhan. Kita harus bisa berkata, "Aku, sebagai individu, telah memilih untuk melayani TUHAN." Ini memerlukan disiplin rohani, refleksi diri, dan keberanian untuk berdiri sendiri jika perlu.
- Kepemimpinan dalam Keluarga: Bagi mereka yang memiliki keluarga, panggilan Yosua untuk "seisi rumahku" adalah sebuah tantangan dan tanggung jawab yang besar. Ini berarti secara aktif memimpin keluarga dalam iman. Ini tidak berarti memaksakan kepercayaan, tetapi membimbing, mengajar, memberi teladan, dan menciptakan lingkungan di mana setiap anggota keluarga didorong untuk mengenal dan mengasihi Tuhan. Ini adalah tentang:
- Waktu Kualitas: Meluangkan waktu khusus untuk beribadah, membaca Alkitab, dan berdoa bersama keluarga.
- Percakapan Iman: Berdiskusi tentang hal-hal rohani, pertanyaan, dan perjuangan dalam terang firman Tuhan.
- Teladan Hidup: Orang tua harus menjadi contoh nyata dari apa artinya mengikuti Kristus dalam kehidupan sehari-hari, dalam kasih, kesabaran, integritas, dan pengampunan.
- Prioritas yang Jelas: Menunjukkan melalui tindakan bahwa Tuhan adalah prioritas utama dalam keluarga, bahkan di tengah jadwal yang padat dan tuntutan duniawi.
Dalam masyarakat modern yang semakin terfragmentasi, peran keluarga dalam menanamkan iman semakin vital. Ketika keluarga memilih untuk melayani Tuhan, mereka menjadi mercusuar harapan dan kebenaran bagi dunia yang gelap.
- Dampak pada Komunitas: Ketika individu dan keluarga membuat pilihan ini, dampaknya meluas ke komunitas yang lebih besar. Sebuah gereja yang terdiri dari individu dan keluarga yang berkomitmen secara pribadi akan menjadi gereja yang hidup dan berkuasa. Sebuah masyarakat yang dipengaruhi oleh nilai-nilai ilahi akan menjadi masyarakat yang lebih adil dan berbelas kasih.
Oleh karena itu, mari kita mengambil tempat kita di hadapan Tuhan hari ini, sebagaimana Yosua dan Israel di Sikhem. Mari kita dengarkan panggilan ini, bukan sebagai cerita kuno, tetapi sebagai seruan langsung kepada hati kita. Pilihan ada di tangan kita, dan Yosua telah menunjukkan jalannya.
Kesimpulan: Memperbaharui Perjanjian di Hati Kita
Yosua 24:14-15 adalah salah satu perikop terpenting dalam Perjanjian Lama. Ini adalah puncak dari seluruh narasi penuntun Tuhan atas Israel, dan sebuah titik balik di mana bangsa itu harus menegaskan kembali komitmen mereka kepada Tuhan yang telah begitu setia kepada mereka. Pesan Yosua adalah tentang pentingnya pilihan, komitmen yang tak terbagi, dan kepemimpinan yang berani.
Kita telah melihat bahwa panggilan Yosua meliputi tiga aspek utama:
- Panggilan untuk Kesetiaan Total (Ayat 14): Takut akan Tuhan, ibadah yang tulus ikhlas dan setia, serta menjauhkan segala bentuk penyembahan berhala. Ini adalah panggilan untuk hati yang utuh, tanpa dibagi.
- Tantangan untuk Memilih Sekarang (Ayat 15a): Pengakuan akan kebebasan manusia untuk memilih, tetapi juga desakan untuk membuat keputusan yang jelas dan mendesak antara Tuhan yang benar dan "allah-allah" duniawi, baik dari masa lalu maupun masa kini.
- Deklarasi Teladan (Ayat 15b): Komitmen pribadi Yosua, yang diperluas ke seluruh rumah tangganya, sebagai model kepemimpinan dalam iman dan pengakuan akan pentingnya keluarga sebagai unit spiritual.
Di dunia yang terus berubah, di mana nilai-nilai dipertanyakan dan godaan berlimpah, seruan Yosua ini adalah mercusuar yang jelas. Ini mengingatkan kita bahwa ada satu hal yang tidak boleh berubah: kesetiaan kita kepada Tuhan yang telah menciptakan kita, menebus kita, dan memanggil kita ke dalam hubungan dengan-Nya.
Kita tidak dapat melayani Tuhan dan "allah-allah" lain secara bersamaan. Kita tidak dapat mengharapkan berkat-Nya jika hati kita terbagi. Pilihan untuk melayani Tuhan menuntut kita untuk melepaskan segala sesuatu yang bersaing untuk mendapatkan kasih dan prioritas utama kita. Ini mungkin sulit, mungkin menuntut pengorbanan, tetapi ini adalah satu-satunya jalan menuju kehidupan yang penuh, bermakna, dan abadi.
Mari kita meniru Yosua. Mari kita jadikan pilihan itu hari ini, bukan hanya di bibir, tetapi dalam tindakan nyata dan gaya hidup kita. Mari kita berkomitmen, baik secara pribadi maupun sebagai keluarga, untuk berkata dengan keberanian dan keyakinan: "Aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!" Biarlah itu menjadi deklarasi hidup kita, fondasi rumah kita, dan kesaksian kita bagi dunia.
Semoga Tuhan memberkati kita semua dalam perjalanan iman dan kesetiaan kita kepada-Nya.