Khotbah Zefanya 3:9-13: Visi Harapan dan Pemurnian Ilahi

Kitab Zefanya, seringkali disebut sebagai salah satu kitab nabi-nabi kecil, adalah sebuah seruan nubuat yang tajam tentang Hari Tuhan. Ini adalah hari penghukuman yang dahsyat atas Yehuda dan bangsa-bangsa di sekitarnya karena dosa dan pemberontakan mereka. Namun, seperti halnya banyak nubuat ilahi, setelah bayang-bayang penghukuman yang pekat, selalu ada secercah cahaya harapan, visi tentang pemulihan, penebusan, dan perjanjian baru. Zefanya 3:9-13 adalah puncak dari harapan ini, sebuah gambaran yang indah tentang apa yang akan Tuhan lakukan di masa depan bagi umat-Nya.

Pasal 3 kitab Zefanya dimulai dengan teguran keras terhadap Yerusalem yang disebut sebagai "kota yang memberontak, yang cemar, yang menindas!" (Zefanya 3:1). Ia mengekspos para pemimpin yang korup, para nabi palsu, dan para imam yang menajiskan Bait Suci. Ini adalah gambaran sebuah bangsa yang telah sepenuhnya menyimpang dari jalan Tuhan. Namun, di tengah semua keputusasaan dan kegelapan ini, muncul janji ilahi yang mengubah segalanya. Mulai dari ayat 9, Tuhan mengalihkan fokus dari penghukuman ke pemulihan yang ajaib. Ini bukan sekadar perbaikan sementara, melainkan transformasi radikal yang akan mengubah bukan hanya bangsa Israel, tetapi juga seluruh dunia.

Mari kita selami lebih dalam setiap bagian dari ayat-ayat penuh harapan ini.

Latar Belakang Kitab Zefanya dan Konteks Nubuat

Zefanya bernubuat pada masa pemerintahan Raja Yosia di Yehuda (Zefanya 1:1). Ini adalah masa yang penuh gejolak. Kekuasaan Asyur mulai merosot, dan Babel belum sepenuhnya bangkit. Ada celah politik yang memungkinkan Yosia untuk melakukan reformasi keagamaan yang signifikan, termasuk penemuan kembali Kitab Taurat. Namun, di balik reformasi itu, hati banyak orang masih keras dan menyembah berhala secara diam-diam. Zefanya diutus untuk memperingatkan bahwa reformasi lahiriah saja tidak cukup; yang dibutuhkan adalah perubahan hati yang mendalam.

Tema sentral kitab Zefanya adalah "Hari Tuhan" (Yom Adonai). Konsep ini, yang juga ditemukan dalam kitab-kitab nabi lainnya, merujuk pada waktu intervensi ilahi yang dramatis dalam sejarah manusia. Bagi Yehuda, Hari Tuhan adalah hari kegelapan, kehancuran, dan pembalasan atas dosa-dosa mereka. Zefanya tidak segan-segan menggunakan bahasa yang grafis untuk menggambarkan kengerian penghukuman ini (Zefanya 1:14-18).

Namun, dalam tradisi nubuat Israel, penghukuman ilahi tidak pernah menjadi akhir cerita. Tuhan selalu meninggalkan pintu terbuka bagi pertobatan dan pemulihan. Setelah proses pemurnian melalui penghukuman, akan ada sisa-sisa umat yang setia, sebuah "umat yang rendah hati dan lemah" (Zefanya 3:12), yang akan Dia pulihkan dan berkati. Ayat 9-13 adalah visi tentang pemulihan pasca-penghukuman ini, sebuah janji yang melampaui batas geografis dan kultural Israel kuno, menunjuk pada kedatangan Kerajaan Mesias.

1. Ayat 9: Bahasa yang Dimurnikan dan Ibadah yang Esa

"Sebab pada waktu itu Aku akan memberikan bibir bersih kepada bangsa-bangsa, supaya sekaliannya memanggil nama TUHAN, beribadah kepada-Nya dengan bahu-membahu." (Zefanya 3:9)

Ayat ini adalah titik balik yang monumental dalam nubuat Zefanya. Setelah gambaran kehancuran dan penghukuman, Tuhan mengumumkan rencana-Nya untuk melakukan sesuatu yang baru dan radikal: Dia akan memberikan "bibir bersih" kepada bangsa-bangsa. Kata Ibrani untuk "bibir bersih" (שָׂפָה בְרוּרָה, saphah berurah) mengandung arti bahasa yang murni, jernih, dan tidak tercemar. Ini adalah kontras tajam dengan "bibir najis" yang telah disebutkan sebelumnya, yang melambangkan kebohongan, penyembahan berhala, dan pemberontakan.

a. Makna "Bibir Bersih"

b. Tujuan "Bibir Bersih": Memanggil Nama TUHAN

Tujuan dari pemurnian ini sangat jelas: "supaya sekaliannya memanggil nama TUHAN." Memanggil nama Tuhan bukan sekadar mengucapkan sebuah kata, melainkan tindakan iman, penyerahan diri, dan penyembahan yang mendalam. Ini menunjukkan:

c. Hasilnya: Beribadah kepada-Nya dengan Bahu-Membahu

Frasa "beribadah kepada-Nya dengan bahu-membahu" (לַעֲבָדֹוֹ שְׁכֶם אֶחָֽד, la'avdo shekhem echad) adalah gambaran yang kuat tentang kesatuan. "Bahu-membahu" menunjukkan upaya bersama, kerja sama, dan keselarasan yang sempurna. Ini bukan lagi ibadah yang terpecah-belah oleh suku, bangsa, atau denominasi, melainkan ibadah global yang bersatu dalam satu tujuan: memuliakan Tuhan.

Ilustrasi dua orang yang saling berpegangan bahu, dengan gelembung ucapan yang menyatu di atas kepala mereka, melambangkan 'bibir bersih' dan 'beribadah bahu-membahu'.

2. Ayat 10: Dari Penjuru Bumi: Inklusivitas dan Pengembalian Umat

"Dari seberang sungai-sungai Etiopia orang-orang yang menyembah Aku, yaitu anak-anak perempuan orang-orang-Ku yang tercerai-berai, akan membawa persembahan kepada-Ku." (Zefanya 3:10)

Ayat ini memperluas cakupan visi Zefanya dari bangsa-bangsa secara umum menjadi gambaran yang lebih spesifik dan mengejutkan: penyembah-penyembah akan datang "dari seberang sungai-sungai Etiopia."

a. Signifikansi Geografis: "Dari Seberang Sungai-sungai Etiopia"

b. "Anak-anak Perempuan Orang-orang-Ku yang Terceerai-Berai"

Frasa ini memiliki dua kemungkinan interpretasi yang saling melengkapi:

c. Membawa Persembahan kepada TUHAN

Penyembah-penyembah ini tidak datang dengan tangan kosong; mereka "akan membawa persembahan kepada-Ku."

Ilustrasi peta dunia yang digambar secara abstrak dengan orang-orang yang sedang mengangkat tangan dalam penyembahan, melambangkan penyembahan global dari 'seberang sungai-sungai Etiopia'.

3. Ayat 11: Kerendahan Hati dan Penghapusan Kesombongan

"Pada hari itu engkau tidak akan mendapat malu karena segala perbuatan durhaka, dengan mana engkau telah memberontak kepada-Ku, sebab pada waktu itu Aku akan melenyapkan dari tengah-tengahmu orang-orang congkak yang bermegah-megah; engkau tidak lagi akan meninggikan diri di bukit-Ku yang kudus." (Zefanya 3:11)

Setelah pemurnian bibir dan pengumpulan umat, Tuhan menjanjikan pemulihan kehormatan dan penghapusan kesombongan, akar dari banyak dosa.

a. "Engkau Tidak Akan Mendapat Malu"

b. "Aku Akan Melenyapkan dari Tengah-tengahmu Orang-orang Congkak yang Bermegah-megah"

Tuhan akan secara aktif menghilangkan sumber kesombongan dan keangkuhan dari tengah-tengah umat-Nya. Kesombongan adalah dosa inti yang menjauhkan manusia dari Tuhan dan dari sesamanya.

c. "Engkau Tidak Lagi Akan Meninggikan Diri di Bukit-Ku yang Kudus"

4. Ayat 12: Umat yang Rendah Hati dan Percaya kepada TUHAN

"Aku akan meninggalkan di tengah-tengahmu suatu umat yang rendah hati dan lemah, dan mereka akan berlindung pada nama TUHAN." (Zefanya 3:12)

Ayat ini memberikan gambaran positif tentang sifat umat yang telah dimurnikan: mereka akan menjadi "rendah hati dan lemah," dan "berlindung pada nama TUHAN."

a. Karakteristik "Umat yang Rendah Hati dan Lemah"

Istilah Ibrani untuk "rendah hati" (עָנִי, ani) dan "lemah" (דַּל, dal) seringkali digunakan untuk menggambarkan orang miskin, tertindas, atau mereka yang tidak memiliki kekuatan atau pengaruh duniawi. Dalam konteks rohani, ini menggambarkan:

b. Tindakan Mereka: "Berlindung pada Nama TUHAN"

Frasa "berlindung pada nama TUHAN" adalah ekspresi yang kaya makna:

5. Ayat 13: Kehidupan Tanpa Dusta, Keamanan, dan Kedamaian

"Sisa Israel tidak akan berbuat kelaliman dan tidak akan mengucapkan dusta; dalam mulut mereka tidak akan terdapat lidah penipu. Ya, mereka akan makan rumput dan berbaring, dan tidak ada yang mengganggu mereka." (Zefanya 3:13)

Ayat terakhir dalam bagian ini menggambarkan hasil dari pemurnian dan kerendahan hati: kehidupan yang kudus, aman, dan damai.

a. Kehidupan Tanpa Dusta dan Kelaliman

b. Keamanan dan Kedamaian yang Sempurna

"Ya, mereka akan makan rumput dan berbaring, dan tidak ada yang mengganggu mereka." Ini adalah gambaran pastoral yang indah tentang keamanan dan kedamaian yang sempurna.

Ilustrasi domba yang sedang berbaring dengan damai di padang rumput hijau di bawah matahari yang bersinar, melambangkan 'makan rumput dan berbaring, dan tidak ada yang mengganggu mereka'.

Implikasi untuk Gereja dan Orang Percaya Hari Ini

Visi Zefanya 3:9-13 bukan hanya sekadar nubuat tentang masa lalu atau masa depan yang jauh. Ini memiliki implikasi mendalam bagi kita sebagai orang percaya dan bagi Gereja Tuhan di zaman sekarang.

1. Panggilan untuk Pemurnian Diri dan Komunitas

Janji tentang "bibir bersih" adalah panggilan bagi kita untuk memeriksa ucapan kita. Apakah lidah kita memuliakan Tuhan atau malah mencemarkan? Apakah perkataan kita membangun atau meruntuhkan? Dalam era informasi yang serba cepat ini, di mana berita palsu dan fitnah mudah menyebar, kita dipanggil untuk menjadi pembawa kebenaran dan kasih. Pemurnian bibir dimulai dari pemurnian hati. Jika hati kita dipenuhi dengan Kristus, maka dari sana akan mengalir perkataan yang memberkati.

Bagi gereja, ini berarti menjaga kekudusan dalam pengajaran dan kesaksian. Apakah kita memberitakan Injil yang murni tanpa kompromi? Apakah komunikasi kita di dalam gereja mencerminkan kasih Kristus atau malah perpecahan?

2. Visi Misi Global dan Inklusivitas

Ayat 10 mengingatkan kita tentang sifat universal dari rencana penebusan Tuhan. Injil bukan hanya untuk satu bangsa atau budaya, melainkan untuk setiap bangsa "dari seberang sungai-sungai Etiopia." Ini adalah dorongan kuat bagi kita untuk terlibat dalam misi global, untuk menjangkau mereka yang belum pernah mendengar nama Yesus, dan untuk menyambut semua orang ke dalam persekutuan iman, tanpa memandang ras, suku, atau latar belakang sosial. Gereja harus menjadi tempat di mana semua bangsa dapat datang dan membawa persembahan penyembahan mereka kepada Tuhan.

Bagaimana kita mewujudkan inklusivitas ini dalam gereja lokal kita? Apakah kita menciptakan lingkungan di mana setiap orang merasa diterima dan dihargai, tanpa memandang latar belakang mereka? Apakah kita aktif terlibat dalam upaya menjangkau dunia yang lebih luas dengan Injil?

3. Penekanan pada Kerendahan Hati dan Penolakan Kesombongan

Kesombongan adalah musuh dari hubungan kita dengan Tuhan dan sesama. Zefanya secara jelas menyatakan bahwa orang-orang congkak akan dilenyapkan, dan yang tersisa adalah "umat yang rendah hati dan lemah." Ini adalah pengingat bahwa Tuhan meninggikan mereka yang merendahkan diri dan menentang mereka yang congkak (Yakobus 4:6). Dalam gereja, kita harus secara aktif menolak segala bentuk kesombongan—baik itu kesombongan rohani, intelektual, atau material. Kita dipanggil untuk melayani dengan kerendahan hati, menyadari bahwa semua yang kita miliki dan capai berasal dari anugerah Tuhan semata.

Kerendahan hati memampukan kita untuk mengakui dosa, bertobat, dan bergantung sepenuhnya pada Tuhan. Ini juga membuka jalan bagi hubungan yang sehat dan harmonis dalam komunitas orang percaya.

4. Hidup dalam Integritas dan Ketergantungan Ilahi

Umat yang dipulihkan adalah umat yang tidak berbuat kelaliman dan tidak mengucapkan dusta. Ini adalah standar kekudusan yang tinggi bagi kita. Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk hidup dengan integritas di setiap area kehidupan kita—di rumah, di tempat kerja, di gereja, dan di hadapan publik. Kejujuran, keadilan, dan kebenaran harus menjadi ciri khas kita. Korupsi, penipuan, dan ketidakjujuran tidak boleh ada dalam kehidupan orang yang memanggil nama Tuhan.

Dan di atas semua itu, kita dipanggil untuk "berlindung pada nama TUHAN." Ini adalah undangan untuk menaruh seluruh kepercayaan kita pada-Nya, mencari perlindungan dan keamanan hanya di dalam Dia, dan hidup dalam ketaatan yang tulus. Dalam dunia yang penuh ketidakpastian, satu-satunya tempat perlindungan sejati adalah dalam hadirat Allah.

5. Mengharapkan dan Menjalani Kedamaian Ilahi

Visi tentang "makan rumput dan berbaring, dan tidak ada yang mengganggu mereka" adalah janji tentang shalom—kedamaian yang menyeluruh. Meskipun kita mungkin belum sepenuhnya mengalami kedamaian eskatologis ini di bumi yang jatuh ini, kita dipanggil untuk hidup sebagai pembawa damai. Kita harus menjadi agen perdamaian di keluarga kita, di komunitas kita, dan di dunia. Kita juga dapat mengalami kedamaian Tuhan yang melampaui segala akal (Filipi 4:7) dalam hati dan pikiran kita, bahkan di tengah badai kehidupan. Kedamaian ini datang dari ketergantungan kita pada Tuhan dan ketaatan kita pada firman-Nya.

Gereja sebagai tubuh Kristus, harus mencerminkan kedamaian ini. Konflik internal, perselisihan, dan perpecahan harus dihindari. Sebaliknya, kita harus berusaha untuk hidup dalam harmoni dan kasih, menunjukkan kepada dunia apa arti kedamaian sejati yang berasal dari Tuhan.

Kesimpulan: Sebuah Harapan yang Kokoh

Khotbah Zefanya 3:9-13 adalah sebuah oase harapan di tengah padang gurun nubuat penghukuman. Ini adalah janji Tuhan untuk menciptakan sebuah umat yang baru, dimurnikan, inklusif, rendah hati, berintegritas, dan damai. Ini adalah visi tentang sebuah dunia yang dipulihkan, di mana Tuhan diakui dan disembah oleh semua bangsa dengan satu hati.

Bagi kita hari ini, ayat-ayat ini berfungsi sebagai:

Mari kita menjalani hidup kita hari ini sebagai bagian dari umat yang sedang dipersiapkan Tuhan untuk visi yang agung ini. Dengan bibir yang bersih, hati yang rendah hati, hidup yang berintegritas, dan iman yang teguh pada nama Tuhan, kita dapat menjadi cerminan dari kemuliaan-Nya dan menjadi saksi bagi dunia akan kebaikan dan kesetiaan-Nya yang tak berkesudahan. Biarlah visi ini menginspirasi kita untuk hidup semakin dekat dengan Tuhan dan menjadi alat di tangan-Nya untuk mewujudkan Kerajaan-Nya di bumi.