Khotbah Zefanya 3:9-13: Visi Harapan dan Pemurnian Ilahi
Kitab Zefanya, seringkali disebut sebagai salah satu kitab nabi-nabi kecil, adalah sebuah seruan nubuat yang tajam tentang Hari Tuhan. Ini adalah hari penghukuman yang dahsyat atas Yehuda dan bangsa-bangsa di sekitarnya karena dosa dan pemberontakan mereka. Namun, seperti halnya banyak nubuat ilahi, setelah bayang-bayang penghukuman yang pekat, selalu ada secercah cahaya harapan, visi tentang pemulihan, penebusan, dan perjanjian baru. Zefanya 3:9-13 adalah puncak dari harapan ini, sebuah gambaran yang indah tentang apa yang akan Tuhan lakukan di masa depan bagi umat-Nya.
Pasal 3 kitab Zefanya dimulai dengan teguran keras terhadap Yerusalem yang disebut sebagai "kota yang memberontak, yang cemar, yang menindas!" (Zefanya 3:1). Ia mengekspos para pemimpin yang korup, para nabi palsu, dan para imam yang menajiskan Bait Suci. Ini adalah gambaran sebuah bangsa yang telah sepenuhnya menyimpang dari jalan Tuhan. Namun, di tengah semua keputusasaan dan kegelapan ini, muncul janji ilahi yang mengubah segalanya. Mulai dari ayat 9, Tuhan mengalihkan fokus dari penghukuman ke pemulihan yang ajaib. Ini bukan sekadar perbaikan sementara, melainkan transformasi radikal yang akan mengubah bukan hanya bangsa Israel, tetapi juga seluruh dunia.
Mari kita selami lebih dalam setiap bagian dari ayat-ayat penuh harapan ini.
Latar Belakang Kitab Zefanya dan Konteks Nubuat
Zefanya bernubuat pada masa pemerintahan Raja Yosia di Yehuda (Zefanya 1:1). Ini adalah masa yang penuh gejolak. Kekuasaan Asyur mulai merosot, dan Babel belum sepenuhnya bangkit. Ada celah politik yang memungkinkan Yosia untuk melakukan reformasi keagamaan yang signifikan, termasuk penemuan kembali Kitab Taurat. Namun, di balik reformasi itu, hati banyak orang masih keras dan menyembah berhala secara diam-diam. Zefanya diutus untuk memperingatkan bahwa reformasi lahiriah saja tidak cukup; yang dibutuhkan adalah perubahan hati yang mendalam.
Tema sentral kitab Zefanya adalah "Hari Tuhan" (Yom Adonai). Konsep ini, yang juga ditemukan dalam kitab-kitab nabi lainnya, merujuk pada waktu intervensi ilahi yang dramatis dalam sejarah manusia. Bagi Yehuda, Hari Tuhan adalah hari kegelapan, kehancuran, dan pembalasan atas dosa-dosa mereka. Zefanya tidak segan-segan menggunakan bahasa yang grafis untuk menggambarkan kengerian penghukuman ini (Zefanya 1:14-18).
Namun, dalam tradisi nubuat Israel, penghukuman ilahi tidak pernah menjadi akhir cerita. Tuhan selalu meninggalkan pintu terbuka bagi pertobatan dan pemulihan. Setelah proses pemurnian melalui penghukuman, akan ada sisa-sisa umat yang setia, sebuah "umat yang rendah hati dan lemah" (Zefanya 3:12), yang akan Dia pulihkan dan berkati. Ayat 9-13 adalah visi tentang pemulihan pasca-penghukuman ini, sebuah janji yang melampaui batas geografis dan kultural Israel kuno, menunjuk pada kedatangan Kerajaan Mesias.
1. Ayat 9: Bahasa yang Dimurnikan dan Ibadah yang Esa
"Sebab pada waktu itu Aku akan memberikan bibir bersih kepada bangsa-bangsa, supaya sekaliannya memanggil nama TUHAN, beribadah kepada-Nya dengan bahu-membahu." (Zefanya 3:9)
Ayat ini adalah titik balik yang monumental dalam nubuat Zefanya. Setelah gambaran kehancuran dan penghukuman, Tuhan mengumumkan rencana-Nya untuk melakukan sesuatu yang baru dan radikal: Dia akan memberikan "bibir bersih" kepada bangsa-bangsa. Kata Ibrani untuk "bibir bersih" (שָׂפָה בְרוּרָה, saphah berurah) mengandung arti bahasa yang murni, jernih, dan tidak tercemar. Ini adalah kontras tajam dengan "bibir najis" yang telah disebutkan sebelumnya, yang melambangkan kebohongan, penyembahan berhala, dan pemberontakan.
a. Makna "Bibir Bersih"
- Pemurnian Komunikasi: Dalam konteks dosa, bibir seringkali digunakan untuk menyumpah, berbohong, memfitnah, dan menyembah berhala. "Bibir bersih" berarti pembersihan dari segala ucapan yang najis dan tidak benar. Ini adalah karunia ilahi yang memungkinkan komunikasi yang jujur dan tulus.
- Penghapusan Hambatan Bahasa dan Dosa: Setelah menara Babel, bahasa manusia terpecah, melambangkan perpecahan dan kebingungan yang disebabkan oleh dosa. Di sini, Tuhan menjanjikan pemulihan yang melampaui perpecahan Babel, memungkinkan semua bangsa untuk berbicara "bahasa" yang sama dalam memanggil nama Tuhan. Ini bukan hanya tentang bahasa literal, tetapi juga tentang keselarasan rohani dan doktrinal.
- Penyatuan dalam Kebenaran: "Bibir bersih" juga berarti berbicara kebenaran tentang Tuhan, memanggil nama-Nya dengan pengakuan yang tulus dan murni. Ini adalah pemurnian iman, pemikiran, dan pengakuan.
b. Tujuan "Bibir Bersih": Memanggil Nama TUHAN
Tujuan dari pemurnian ini sangat jelas: "supaya sekaliannya memanggil nama TUHAN." Memanggil nama Tuhan bukan sekadar mengucapkan sebuah kata, melainkan tindakan iman, penyerahan diri, dan penyembahan yang mendalam. Ini menunjukkan:
- Pengakuan Kedaulatan Ilahi: Semua bangsa akan mengakui Yahweh sebagai satu-satunya Tuhan yang benar, meninggalkan dewa-dewa palsu mereka.
- Pertobatan Universal: Ini adalah janji tentang pertobatan global, di mana bangsa-bangsa akan berbalik dari dosa mereka dan mencari Tuhan.
- Hubungan Pribadi: Memanggil nama Tuhan juga menyiratkan hubungan yang intim dan pribadi dengan-Nya, mencari kehadiran dan berkat-Nya.
c. Hasilnya: Beribadah kepada-Nya dengan Bahu-Membahu
Frasa "beribadah kepada-Nya dengan bahu-membahu" (לַעֲבָדֹוֹ שְׁכֶם אֶחָֽד, la'avdo shekhem echad) adalah gambaran yang kuat tentang kesatuan. "Bahu-membahu" menunjukkan upaya bersama, kerja sama, dan keselarasan yang sempurna. Ini bukan lagi ibadah yang terpecah-belah oleh suku, bangsa, atau denominasi, melainkan ibadah global yang bersatu dalam satu tujuan: memuliakan Tuhan.
- Kesatuan dalam Tujuan: Semua bangsa akan memiliki satu misi, satu hati, dan satu roh dalam melayani Tuhan.
- Penghapusan Perpecahan: Konflik, persaingan, dan perpecahan yang menjadi ciri khas dunia yang jatuh akan lenyap, digantikan oleh harmoni dan kerja sama.
- Realisasi Kerajaan Allah: Visi ini secara profetis menunjuk pada penggenapan Kerajaan Allah, di mana Kristus menjadi raja atas segala sesuatu, dan umat-Nya bersatu di bawah pemerintahan-Nya.
2. Ayat 10: Dari Penjuru Bumi: Inklusivitas dan Pengembalian Umat
"Dari seberang sungai-sungai Etiopia orang-orang yang menyembah Aku, yaitu anak-anak perempuan orang-orang-Ku yang tercerai-berai, akan membawa persembahan kepada-Ku." (Zefanya 3:10)
Ayat ini memperluas cakupan visi Zefanya dari bangsa-bangsa secara umum menjadi gambaran yang lebih spesifik dan mengejutkan: penyembah-penyembah akan datang "dari seberang sungai-sungai Etiopia."
a. Signifikansi Geografis: "Dari Seberang Sungai-sungai Etiopia"
- Ujung Dunia yang Dikenal: Etiopia (atau Kush) pada zaman kuno sering dianggap sebagai salah satu batas terjauh dunia yang diketahui oleh orang Israel. Menyebut Etiopia adalah cara untuk menunjukkan inklusivitas geografis, bahwa pemulihan dan ibadah ini akan meluas hingga ke sudut-sudut bumi yang paling jauh.
- Orang Asing Ikut Serta: Ini menegaskan bahwa rencana Tuhan bukan hanya untuk Israel secara eksklusif, melainkan untuk seluruh umat manusia. Orang-orang dari bangsa-bangsa yang sebelumnya dianggap "asing" atau "tidak suci" akan diundang untuk ambil bagian dalam penyembahan Tuhan.
- Penggenapan Nubuat Universal: Ini sejalan dengan banyak nubuat lain di Perjanjian Lama yang berbicara tentang semua bangsa datang ke Sion untuk menyembah Tuhan (Yesaya 2:2-4, Yesaya 19:19-25, Mazmur 68:31).
b. "Anak-anak Perempuan Orang-orang-Ku yang Terceerai-Berai"
Frasa ini memiliki dua kemungkinan interpretasi yang saling melengkapi:
- Umat Israel yang Tersebar: Ini bisa merujuk pada keturunan Israel yang telah tercerai-berai ke berbagai bangsa karena pembuangan dan penindasan. Tuhan berjanji untuk mengumpulkan mereka kembali dari mana pun mereka tersebar.
- Orang-orang Pilihan Tuhan dari Segala Bangsa: Kata "orang-orang-Ku" bisa diperluas untuk mencakup mereka yang telah dipilih dan dipanggil oleh Tuhan dari antara segala bangsa. "Anak-anak perempuan" bisa menjadi metafora untuk umat, baik pria maupun wanita, yang adalah bagian dari umat pilihan Tuhan, yang tersebar di seluruh bumi. Ini menunjuk pada Gereja sebagai umat rohani Tuhan.
c. Membawa Persembahan kepada TUHAN
Penyembah-penyembah ini tidak datang dengan tangan kosong; mereka "akan membawa persembahan kepada-Ku."
- Ibadah yang Nyata: Persembahan melambangkan ibadah, ketaatan, dan penyerahan diri yang tulus. Ini bukan sekadar ibadah lisan, melainkan ibadah yang disertai dengan tindakan nyata dari pengabdian.
- Persembahan Diri: Dalam terang Perjanjian Baru, persembahan tertinggi adalah diri kita sendiri, tubuh kita sebagai persembahan yang hidup dan berkenan kepada Allah (Roma 12:1). Ini adalah persembahan hati yang telah dimurnikan dan hidup yang telah diubahkan.
- Aspirasi Misionaris: Ayat ini menjadi dasar yang kuat bagi misi Kristen global. Tuhan ingin setiap bangsa, setiap suku, setiap bahasa, untuk mengenal-Nya dan membawa persembahan penyembahan kepada-Nya.
3. Ayat 11: Kerendahan Hati dan Penghapusan Kesombongan
"Pada hari itu engkau tidak akan mendapat malu karena segala perbuatan durhaka, dengan mana engkau telah memberontak kepada-Ku, sebab pada waktu itu Aku akan melenyapkan dari tengah-tengahmu orang-orang congkak yang bermegah-megah; engkau tidak lagi akan meninggikan diri di bukit-Ku yang kudus." (Zefanya 3:11)
Setelah pemurnian bibir dan pengumpulan umat, Tuhan menjanjikan pemulihan kehormatan dan penghapusan kesombongan, akar dari banyak dosa.
a. "Engkau Tidak Akan Mendapat Malu"
- Penghapusan Rasa Malu Akibat Dosa: Rasa malu adalah konsekuensi alami dari dosa. Di sini, Tuhan menjanjikan penghapusan rasa malu ini, bukan dengan mengabaikan dosa, tetapi dengan menghapusnya sepenuhnya melalui penebusan dan pengampunan. Ini adalah janji tentang martabat yang dipulihkan dan identitas yang baru dalam Tuhan.
- Keberanian di Hadapan Tuhan: Umat tidak lagi harus menundukkan kepala karena dosa-dosa mereka, melainkan dapat berdiri tegak di hadapan Tuhan dengan berani, karena dosa-dosa mereka telah dibersihkan.
b. "Aku Akan Melenyapkan dari Tengah-tengahmu Orang-orang Congkak yang Bermegah-megah"
Tuhan akan secara aktif menghilangkan sumber kesombongan dan keangkuhan dari tengah-tengah umat-Nya. Kesombongan adalah dosa inti yang menjauhkan manusia dari Tuhan dan dari sesamanya.
- Identifikasi Dosa Utama: Kesombongan seringkali merupakan dosa tersembunyi yang mendasari banyak pelanggaran lainnya. Itu adalah akar dari pemberontakan. Tuhan menargetkan dosa ini secara spesifik.
- Pemurnian Komunitas: Dengan melenyapkan orang-orang congkak, Tuhan menciptakan sebuah komunitas yang murni, di mana kerendahan hati menjadi norma, bukan pengecualian.
- Pengajaran tentang Ketergantungan: Tanpa kesombongan, umat akan belajar untuk sepenuhnya bergantung pada Tuhan, bukan pada kekuatan atau pencapaian mereka sendiri.
c. "Engkau Tidak Lagi Akan Meninggikan Diri di Bukit-Ku yang Kudus"
- Penghapusan Kesombongan Rohani: "Bukit-Ku yang kudus" merujuk pada Sion, Yerusalem, pusat ibadah. Ini bisa berarti bahwa umat tidak akan lagi menyombongkan diri karena status mereka sebagai umat pilihan atau karena tempat ibadah mereka, seperti yang sering terjadi pada Israel kuno.
- Fokus pada Tuhan, Bukan Diri Sendiri: Ibadah sejati adalah tentang memuliakan Tuhan, bukan meninggikan diri. Penghapusan kesombongan berarti ibadah yang murni dan berpusat pada Tuhan.
- Kerendahan Hati sebagai Karakteristik Utama: Kerendahan hati akan menjadi ciri khas yang mendefinisikan umat yang telah dimurnikan ini.
4. Ayat 12: Umat yang Rendah Hati dan Percaya kepada TUHAN
"Aku akan meninggalkan di tengah-tengahmu suatu umat yang rendah hati dan lemah, dan mereka akan berlindung pada nama TUHAN." (Zefanya 3:12)
Ayat ini memberikan gambaran positif tentang sifat umat yang telah dimurnikan: mereka akan menjadi "rendah hati dan lemah," dan "berlindung pada nama TUHAN."
a. Karakteristik "Umat yang Rendah Hati dan Lemah"
Istilah Ibrani untuk "rendah hati" (עָנִי, ani) dan "lemah" (דַּל, dal) seringkali digunakan untuk menggambarkan orang miskin, tertindas, atau mereka yang tidak memiliki kekuatan atau pengaruh duniawi. Dalam konteks rohani, ini menggambarkan:
- Ketergantungan Total pada Tuhan: Umat ini tidak bergantung pada kekayaan, kekuatan militer, atau kebijaksanaan manusia. Mereka tahu bahwa satu-satunya harapan mereka adalah Tuhan.
- Kerendahan Hati Sejati: Ini adalah kebalikan dari orang-orang congkak yang disebutkan di ayat sebelumnya. Mereka tidak sombong, tidak mencari pujian diri, dan tidak merasa berhak.
- Vulnerable di Mata Dunia, Kuat dalam Tuhan: Meskipun "lemah" di mata dunia, mereka justru kuat karena mereka sepenuhnya bersandar pada kekuatan Tuhan. Ini adalah paradoks Injil.
b. Tindakan Mereka: "Berlindung pada Nama TUHAN"
Frasa "berlindung pada nama TUHAN" adalah ekspresi yang kaya makna:
- Iman dan Kepercayaan: Ini adalah tindakan iman yang mendalam, menaruh semua kepercayaan pada sifat, karakter, dan kuasa Tuhan yang dinyatakan dalam nama-Nya.
- Perlindungan Ilahi: Mereka mencari perlindungan dan keamanan hanya di dalam Tuhan. Dalam menghadapi kesulitan atau ancaman, mereka tidak mencari solusi pada manusia atau sistem duniawi, melainkan pada Allah yang Mahakuasa.
- Penyembahan dan Ketaatan: Berlindung pada nama Tuhan juga berarti hidup dalam ketaatan pada kehendak-Nya dan menyembah-Nya sebagai sumber keselamatan dan kekuatan.
- Konsep Sisa-sisa yang Setia: Konsep "umat yang rendah hati dan lemah" ini mirip dengan "sisa-sisa yang setia" (remnant) yang sering disebut dalam nubuat para nabi. Mereka adalah kelompok kecil yang tetap setia kepada Tuhan di tengah kemurtadan. Mereka adalah inti dari komunitas yang dipulihkan.
5. Ayat 13: Kehidupan Tanpa Dusta, Keamanan, dan Kedamaian
"Sisa Israel tidak akan berbuat kelaliman dan tidak akan mengucapkan dusta; dalam mulut mereka tidak akan terdapat lidah penipu. Ya, mereka akan makan rumput dan berbaring, dan tidak ada yang mengganggu mereka." (Zefanya 3:13)
Ayat terakhir dalam bagian ini menggambarkan hasil dari pemurnian dan kerendahan hati: kehidupan yang kudus, aman, dan damai.
a. Kehidupan Tanpa Dusta dan Kelaliman
- Integritas Penuh: "Tidak akan berbuat kelaliman" dan "tidak akan mengucapkan dusta" berarti umat ini akan hidup dalam integritas penuh. Tidak ada lagi penipuan, ketidakadilan, atau kebohongan. Ini adalah masyarakat yang berlandaskan kebenaran.
- Pemurnian Lidah dan Hati: Ini mengulang tema "bibir bersih" dari ayat 9, tetapi lebih jauh lagi menunjukkan bahwa pemurnian bibir adalah cerminan dari hati yang telah dimurnikan. Jika bibir tidak mengucapkan dusta, itu berarti hati bebas dari tipu daya.
- Kehidupan yang Jujur di Hadapan Allah dan Manusia: Umat yang dipulihkan akan menjadi teladan kebenaran dan keadilan bagi seluruh dunia.
b. Keamanan dan Kedamaian yang Sempurna
"Ya, mereka akan makan rumput dan berbaring, dan tidak ada yang mengganggu mereka." Ini adalah gambaran pastoral yang indah tentang keamanan dan kedamaian yang sempurna.
- Kiasan Gembala dan Domba: Gambaran ini sering digunakan dalam Alkitab untuk menggambarkan hubungan antara Tuhan sebagai Gembala dan umat-Nya sebagai domba. Domba yang aman dan berbaring tanpa takut adalah tanda dari gembala yang baik dan lingkungan yang damai.
- Ketenangan dan Kekuatan: "Makan rumput dan berbaring" melambangkan ketenangan, kepuasan, dan tidak adanya rasa takut. Mereka akan hidup dengan damai tanpa ancaman dari musuh internal atau eksternal.
- Penggenapan Shalom: Ini adalah penggenapan dari konsep Ibrani shalom (kedamaian), yang bukan hanya ketiadaan konflik, tetapi juga kesejahteraan, keutuhan, dan harmoni yang menyeluruh dalam setiap aspek kehidupan.
- Visi Eskatologis: Ayat ini menunjuk pada era Mesianik, atau bahkan pada kedatangan langit baru dan bumi baru, di mana keadilan dan kedamaian abadi akan memerintah. Tidak ada lagi yang perlu ditakuti, karena Tuhan sendiri adalah penjaga umat-Nya.
Implikasi untuk Gereja dan Orang Percaya Hari Ini
Visi Zefanya 3:9-13 bukan hanya sekadar nubuat tentang masa lalu atau masa depan yang jauh. Ini memiliki implikasi mendalam bagi kita sebagai orang percaya dan bagi Gereja Tuhan di zaman sekarang.
1. Panggilan untuk Pemurnian Diri dan Komunitas
Janji tentang "bibir bersih" adalah panggilan bagi kita untuk memeriksa ucapan kita. Apakah lidah kita memuliakan Tuhan atau malah mencemarkan? Apakah perkataan kita membangun atau meruntuhkan? Dalam era informasi yang serba cepat ini, di mana berita palsu dan fitnah mudah menyebar, kita dipanggil untuk menjadi pembawa kebenaran dan kasih. Pemurnian bibir dimulai dari pemurnian hati. Jika hati kita dipenuhi dengan Kristus, maka dari sana akan mengalir perkataan yang memberkati.
Bagi gereja, ini berarti menjaga kekudusan dalam pengajaran dan kesaksian. Apakah kita memberitakan Injil yang murni tanpa kompromi? Apakah komunikasi kita di dalam gereja mencerminkan kasih Kristus atau malah perpecahan?
2. Visi Misi Global dan Inklusivitas
Ayat 10 mengingatkan kita tentang sifat universal dari rencana penebusan Tuhan. Injil bukan hanya untuk satu bangsa atau budaya, melainkan untuk setiap bangsa "dari seberang sungai-sungai Etiopia." Ini adalah dorongan kuat bagi kita untuk terlibat dalam misi global, untuk menjangkau mereka yang belum pernah mendengar nama Yesus, dan untuk menyambut semua orang ke dalam persekutuan iman, tanpa memandang ras, suku, atau latar belakang sosial. Gereja harus menjadi tempat di mana semua bangsa dapat datang dan membawa persembahan penyembahan mereka kepada Tuhan.
Bagaimana kita mewujudkan inklusivitas ini dalam gereja lokal kita? Apakah kita menciptakan lingkungan di mana setiap orang merasa diterima dan dihargai, tanpa memandang latar belakang mereka? Apakah kita aktif terlibat dalam upaya menjangkau dunia yang lebih luas dengan Injil?
3. Penekanan pada Kerendahan Hati dan Penolakan Kesombongan
Kesombongan adalah musuh dari hubungan kita dengan Tuhan dan sesama. Zefanya secara jelas menyatakan bahwa orang-orang congkak akan dilenyapkan, dan yang tersisa adalah "umat yang rendah hati dan lemah." Ini adalah pengingat bahwa Tuhan meninggikan mereka yang merendahkan diri dan menentang mereka yang congkak (Yakobus 4:6). Dalam gereja, kita harus secara aktif menolak segala bentuk kesombongan—baik itu kesombongan rohani, intelektual, atau material. Kita dipanggil untuk melayani dengan kerendahan hati, menyadari bahwa semua yang kita miliki dan capai berasal dari anugerah Tuhan semata.
Kerendahan hati memampukan kita untuk mengakui dosa, bertobat, dan bergantung sepenuhnya pada Tuhan. Ini juga membuka jalan bagi hubungan yang sehat dan harmonis dalam komunitas orang percaya.
4. Hidup dalam Integritas dan Ketergantungan Ilahi
Umat yang dipulihkan adalah umat yang tidak berbuat kelaliman dan tidak mengucapkan dusta. Ini adalah standar kekudusan yang tinggi bagi kita. Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk hidup dengan integritas di setiap area kehidupan kita—di rumah, di tempat kerja, di gereja, dan di hadapan publik. Kejujuran, keadilan, dan kebenaran harus menjadi ciri khas kita. Korupsi, penipuan, dan ketidakjujuran tidak boleh ada dalam kehidupan orang yang memanggil nama Tuhan.
Dan di atas semua itu, kita dipanggil untuk "berlindung pada nama TUHAN." Ini adalah undangan untuk menaruh seluruh kepercayaan kita pada-Nya, mencari perlindungan dan keamanan hanya di dalam Dia, dan hidup dalam ketaatan yang tulus. Dalam dunia yang penuh ketidakpastian, satu-satunya tempat perlindungan sejati adalah dalam hadirat Allah.
5. Mengharapkan dan Menjalani Kedamaian Ilahi
Visi tentang "makan rumput dan berbaring, dan tidak ada yang mengganggu mereka" adalah janji tentang shalom—kedamaian yang menyeluruh. Meskipun kita mungkin belum sepenuhnya mengalami kedamaian eskatologis ini di bumi yang jatuh ini, kita dipanggil untuk hidup sebagai pembawa damai. Kita harus menjadi agen perdamaian di keluarga kita, di komunitas kita, dan di dunia. Kita juga dapat mengalami kedamaian Tuhan yang melampaui segala akal (Filipi 4:7) dalam hati dan pikiran kita, bahkan di tengah badai kehidupan. Kedamaian ini datang dari ketergantungan kita pada Tuhan dan ketaatan kita pada firman-Nya.
Gereja sebagai tubuh Kristus, harus mencerminkan kedamaian ini. Konflik internal, perselisihan, dan perpecahan harus dihindari. Sebaliknya, kita harus berusaha untuk hidup dalam harmoni dan kasih, menunjukkan kepada dunia apa arti kedamaian sejati yang berasal dari Tuhan.
Kesimpulan: Sebuah Harapan yang Kokoh
Khotbah Zefanya 3:9-13 adalah sebuah oase harapan di tengah padang gurun nubuat penghukuman. Ini adalah janji Tuhan untuk menciptakan sebuah umat yang baru, dimurnikan, inklusif, rendah hati, berintegritas, dan damai. Ini adalah visi tentang sebuah dunia yang dipulihkan, di mana Tuhan diakui dan disembah oleh semua bangsa dengan satu hati.
Bagi kita hari ini, ayat-ayat ini berfungsi sebagai:
- Pengingat akan kedaulatan Tuhan atas sejarah dan rencana-Nya yang pasti akan digenapi.
- Tantangan untuk memeriksa diri kita sendiri—hati kita, bibir kita, dan motivasi kita—agar selaras dengan kehendak ilahi.
- Dorongan untuk merangkul misi Tuhan yang bersifat global dan inklusif.
- Pengharapan akan masa depan yang mulia, di mana kebenaran, keadilan, dan kedamaian akan memerintah di bawah kekuasaan Kristus.
Mari kita menjalani hidup kita hari ini sebagai bagian dari umat yang sedang dipersiapkan Tuhan untuk visi yang agung ini. Dengan bibir yang bersih, hati yang rendah hati, hidup yang berintegritas, dan iman yang teguh pada nama Tuhan, kita dapat menjadi cerminan dari kemuliaan-Nya dan menjadi saksi bagi dunia akan kebaikan dan kesetiaan-Nya yang tak berkesudahan. Biarlah visi ini menginspirasi kita untuk hidup semakin dekat dengan Tuhan dan menjadi alat di tangan-Nya untuk mewujudkan Kerajaan-Nya di bumi.