Khotbah Zakheus: Perjumpaan yang Mengubah Hidup

Zakheus di Pohon Ara Ilustrasi sederhana Zakheus yang pendek di atas pohon ara, melihat ke bawah ke arah Yesus yang sedang lewat. Yesus
Ilustrasi Zakheus di atas pohon ara menantikan Yesus.

Saudara-saudari yang terkasih dalam Tuhan, puji syukur kita panjatkan kepada Allah atas kesempatan berharga ini, untuk merenungkan bersama salah satu kisah paling menawan dan penuh makna dalam Alkitab. Sebuah kisah yang bukan hanya sekadar catatan sejarah, melainkan cermin kehidupan, tantangan iman, dan keajaiban kasih karunia yang tak terbatas. Kisah itu adalah tentang Zakheus, seorang kepala pemungut cukai di kota Yerikho, yang pertemuannya dengan Yesus Kristus telah mengubah arah hidupnya secara radikal dan total. Kisah Zakheus (Lukas 19:1-10) adalah narasi yang begitu kaya akan pelajaran, yang relevan bagi kita semua, di setiap zaman dan di setiap kondisi kehidupan.

Dalam khotbah ini, kita akan menyelami lebih dalam setiap detail kecil dari narasi Zakheus, mengungkap makna tersembunyi, menyingkapkan kebenaran ilahi, dan menarik aplikasi praktis yang dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kita akan melihat bagaimana rasa ingin tahu seorang pria yang tidak populer berubah menjadi kerinduan yang membakar, bagaimana inisiatif ilahi menjangkau yang terbuang, dan bagaimana pertobatan sejati menghasilkan buah yang manis, tidak hanya bagi individu tetapi juga bagi seluruh komunitas.

Mari kita buka hati dan pikiran kita, meminta tuntunan Roh Kudus, agar firman Tuhan ini tidak hanya sekadar kita dengar atau kita baca, melainkan sungguh-sungguh meresap ke dalam jiwa kita, menransformasi cara pandang kita, dan menggerakkan kita untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya.

1. Latar Belakang Zakheus: Profil Seorang yang Dibenci

1.1. Siapa Zakheus?

Zakheus diperkenalkan kepada kita sebagai seorang "kepala pemungut cukai" dan "orang kaya" (Lukas 19:2). Dua identitas ini, pada zaman Yesus, adalah sebuah kombinasi yang hampir pasti menjamin kebencian dan penolakan sosial. Mari kita bedah lebih lanjut arti dari statusnya ini:

Dengan demikian, Zakheus adalah lambang pengkhianatan di mata bangsanya. Dia adalah seorang kolaborator, seorang penipu, dan seorang yang merampas hak orang miskin. Dia dikucilkan secara sosial dan agama, dianggap sebagai "orang berdosa" bersama dengan para pelacur dan penjahat lainnya. Namanya mungkin disebutkan dengan desis kebencian, dihindari dalam setiap pertemuan publik, dan dianggap tidak layak untuk berinteraksi dengan orang-orang saleh.

Bayangkan beban emosional dan spiritual yang ditanggung Zakheus. Meskipun kaya secara materi, ia miskin secara relasional dan mungkin juga secara batin. Hidupnya pasti dipenuhi dengan kecurigaan, isolasi, dan mungkin juga rasa bersalah yang terpendam.

1.2. Kota Yerikho: Latar Belakang Kesusahan

Kisah ini terjadi di Yerikho, sebuah kota yang strategis dan makmur, dikenal sebagai "kota pohon kurma." Sebagai jalur perdagangan penting, Yerikho menjadi pusat ekonomi yang menarik, sehingga menjadikannya tempat yang subur bagi pekerjaan pemungut cukai. Banyak orang kaya tinggal di sana, dan tentu saja, banyak juga orang miskin yang menderita akibat sistem pajak yang kejam.

Kehadiran Yesus di Yerikho, kota yang diwarnai dengan ketimpangan sosial dan keberadaan orang-orang seperti Zakheus, semakin menyoroti tujuan misi-Nya: menjangkau yang terhilang, yang tersingkir, dan yang dianggap tidak layak.

2. Rasa Ingin Tahu Zakheus: Dorongan Menuju Perjumpaan

2.1. Keinginan untuk Melihat Yesus

Meskipun Zakheus adalah seorang yang dibenci, ada sesuatu yang menarik dalam dirinya: ia ingin "melihat siapa Yesus itu" (Lukas 19:3). Mengapa seorang pemungut cukai yang kaya dan berkuasa tertarik pada seorang rabi pengembara dari Galilea? Ada beberapa kemungkinan:

2.2. Hambatan yang Dihadapi Zakheus

Keinginan Zakheus tidak mudah diwujudkan. Ia menghadapi dua hambatan utama:

  1. Orang Banyak: Jalanan dipenuhi oleh kerumunan besar yang ingin melihat Yesus. Sebagai pemungut cukai yang dibenci, Zakheus mungkin akan kesulitan untuk mendekat atau bahkan dihalangi oleh orang banyak yang tidak suka kepadanya.
  2. Perawakannya: Alkitab secara spesifik mencatat bahwa Zakheus "pendek" (mikros tō hēlikia). Ini bukan hanya detail fisik, melainkan metafora untuk posisinya yang "kecil" atau tidak berdaya dalam kerumunan, baik secara fisik maupun sosial.

2.3. Solusi Kreatif dan Kerendahan Hati: Memanjat Pohon Ara

Zakheus tidak menyerah. Keinginannya untuk melihat Yesus jauh lebih besar daripada rasa malu atau harga diri yang mungkin ia miliki sebagai seorang kepala. Ia melakukan sesuatu yang tidak lazim, bahkan mungkin memalukan bagi seseorang dengan status sosialnya: ia lari mendahului orang banyak dan memanjat pohon ara (Lukas 19:4). Pohon ara (sycamore fig) adalah pohon yang rendah, lebar, dan mudah dipanjat, sering tumbuh di tepi jalan.

Tindakan ini mengungkapkan beberapa hal penting tentang Zakheus:

Ini adalah pelajaran pertama bagi kita: seringkali, untuk bisa melihat Yesus dengan jelas, kita harus bersedia melakukan hal-hal yang tidak nyaman, yang mungkin terlihat konyol atau memalukan di mata dunia. Kita harus bersedia meninggalkan "harga diri" kita, merendahkan hati, dan mencari-Nya dengan tekad yang membara.

3. Inisiatif Ilahi: Panggilan Yesus yang Tak Terduga

3.1. Yesus Melihat dan Mengenal Zakheus

Ketika Yesus tiba di tempat pohon itu, "Ia menengadah ke atas dan berkata kepadanya: Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu" (Lukas 19:5). Ayat ini adalah puncak dramatis dari kisah ini, dan mengungkap beberapa kebenaran ilahi yang mendalam:

3.2. "Aku Harus Menumpang di Rumahmu"

Permintaan Yesus untuk menumpang di rumah Zakheus adalah tindakan yang revolusioner. Pada masa itu, makan bersama seseorang adalah tanda penerimaan, persahabatan, dan persekutuan. Bagi seorang rabi yang saleh untuk makan dengan pemungut cukai yang dibenci adalah skandal besar. Ini adalah pernyataan publik bahwa Yesus tidak terikat oleh batasan sosial dan agama yang dibuat manusia.

Bayangkan kejutan, kegembiraan, dan mungkin juga ketakutan yang dirasakan Zakheus saat mendengar kata-kata itu. Dari sekadar ingin melihat, ia diundang ke dalam persekutuan yang intim dengan Guru Agung. Ini adalah perjumpaan yang melebihi segala harapannya.

4. Reaksi Orang Banyak: Penghakiman dan Gerutuan

Sementara Zakheus menyambut Yesus dengan sukacita, reaksi kerumunan sangat berbeda. "Semua orang yang melihat hal itu bersungut-sungut, katanya: Ia menumpang pada orang berdosa" (Lukas 19:7). Reaksi ini, meskipun tidak mengejutkan, mengajarkan kita banyak hal:

Sikap orang banyak ini adalah cermin bagi kita. Seberapa sering kita menghakimi orang lain berdasarkan masa lalu, pekerjaan, atau reputasi mereka? Seberapa sering kita gagal melihat potensi ilahi dalam diri seseorang karena kita terlalu fokus pada kegagalan atau dosa mereka? Tuhan tidak melihat seperti manusia melihat; manusia melihat apa yang di hadapan mata, tetapi Tuhan melihat hati (1 Samuel 16:7).

5. Pertobatan Sejati Zakheus: Buah dari Perjumpaan

Perjumpaan dengan Yesus di rumahnya adalah titik balik yang menentukan bagi Zakheus. Apa yang terjadi selanjutnya adalah demonstrasi nyata dari pertobatan sejati. Zakheus berdiri dan berkata kepada Tuhan, "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat" (Lukas 19:8).

5.1. Transformasi Hati yang Radikal

Pernyataan Zakheus ini bukan hanya sekadar janji lisan; ini adalah bukti nyata dari perubahan hati yang mendalam. Mari kita perhatikan elemen-elemen kunci dari pertobatannya:

  1. Kemurahan Hati yang Luar Biasa: "Setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin." Ini adalah tindakan kemurahan hati yang ekstrem dan radikal. Sebagai orang kaya, memberikan setengah dari kekayaannya berarti ia rela melepaskan sumber daya yang besar untuk membantu orang yang membutuhkan. Ini menunjukkan bahwa ia telah bergeser dari egoisme dan keserakahan menuju kasih dan kepedulian. Ini adalah kebalikan dari pemungut cukai yang dikenal rakus.
  2. Restitusi yang Melampaui Hukum: "Sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat." Hukum Taurat hanya mewajibkan pengembalian jumlah yang dicuri ditambah seperlima (20%) sebagai denda (Imamat 6:5; Bilangan 5:7), atau dua kali lipat dalam kasus pencurian tertentu (Keluaran 22:4, 7). Mengembalikan empat kali lipat adalah tindakan yang melampaui tuntutan hukum, yang hanya diperlukan dalam kasus pencurian domba yang kemudian disembelih atau dijual (Keluaran 22:1). Tindakan ini menunjukkan kedalaman penyesalan Zakheus dan kesediaannya untuk memperbaiki kesalahannya secara total, bahkan dengan harga yang sangat mahal. Ini bukan sekadar memenuhi kewajiban, melainkan ekspresi dari hati yang telah diubahkan, yang rindu untuk menebus kesalahannya dan mengembalikan keadilan.
  3. Prioritas yang Berubah: Sebelumnya, kekayaan adalah fokus hidupnya. Sekarang, prioritasnya adalah keadilan, kemurahan hati, dan hubungan yang benar dengan Tuhan dan sesama. Kekayaannya, yang dulunya adalah sumber dosa, kini menjadi sarana untuk berkat.
  4. Bukan Tawar-menawar: Penting untuk dicatat bahwa Zakheus menyatakan pertobatannya *setelah* Yesus memutuskan untuk datang ke rumahnya, bukan sebagai syarat atau tawar-menawar untuk mendapatkan keselamatan. Ini adalah respons spontan dari hati yang tersentuh oleh kasih karunia Tuhan, bukan upaya untuk mendapatkan kasih karunia itu.

5.2. Buah Pertobatan Sejati

Kisah Zakheus mengajarkan kita bahwa pertobatan sejati adalah lebih dari sekadar emosi atau pengakuan lisan. Itu harus menghasilkan buah yang nyata dalam tindakan dan gaya hidup. Seperti yang dikatakan Yohanes Pembaptis, "Hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan" (Lukas 3:8). Pertobatan Zakheus adalah model yang sempurna untuk hal ini:

Pertobatan sejati selalu bersifat radikal. Itu mengguncang fondasi kehidupan lama kita, menggeser prioritas, dan mendorong kita untuk hidup dalam ketaatan yang baru. Pertobatan Zakheus tidak parsial; ia menyerahkan semua, termasuk sumber kekayaannya, untuk dikoreksi dan digunakan demi kemuliaan Tuhan.

6. Pernyataan Yesus: Hakikat Keselamatan

Setelah Zakheus menyatakan pertobatannya, Yesus mengucapkan kata-kata yang mendefinisikan seluruh peristiwa ini: "Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang ini pun anak Abraham. Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang" (Lukas 19:9-10).

6.1. Keselamatan bagi Rumah Tangga Zakheus

"Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini." Keselamatan bukan hanya janji di masa depan, melainkan realitas yang terjadi "hari ini." Ini adalah deklarasi bahwa melalui iman dan pertobatan Zakheus, seluruh rumah tangganya menerima berkat keselamatan. Dalam budaya Yahudi, keputusan seorang kepala keluarga seringkali membawa konsekuensi bagi seluruh keluarganya. Perubahan Zakheus akan memengaruhi istri, anak-anak, dan bahkan para pelayannya. Ini mengingatkan kita pada janji kepada kepala penjara Filipi: "Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu" (Kisah Para Rasul 16:31).

Pernyataan "karena orang ini pun anak Abraham" adalah penegasan kembali identitas sejati Zakheus. Meskipun ia dikucilkan oleh sesama Yahudi dan dianggap "orang berdosa," Yesus menegaskan bahwa ia adalah keturunan Abraham yang sejati, bukan hanya secara fisik tetapi juga secara rohani, melalui imannya dan pertobatannya. Ini adalah pengingat bahwa warisan iman Abraham adalah tentang iman yang bertindak, bukan hanya silsilah biologis.

6.2. Misi Anak Manusia: Mencari dan Menyelamatkan yang Hilang

Ayat 10 adalah inti dari seluruh narasi Zakheus, dan sekaligus ringkasan misi Yesus Kristus di bumi: "Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang."

Kisah Zakheus adalah sebuah ilustrasi hidup dari tujuan Yesus datang ke dunia. Ia datang bukan untuk orang benar yang merasa tidak membutuhkan-Nya, melainkan untuk orang sakit yang membutuhkan tabib, untuk orang berdosa yang membutuhkan Juruselamat. Ini adalah kabar baik bagi kita semua, karena kita semua, pada satu titik atau lainnya, pernah menjadi "yang hilang" yang dicari dan diselamatkan oleh anugerah-Nya.

7. Pelajaran dan Aplikasi bagi Kehidupan Kita

Kisah Zakheus bukan hanya catatan sejarah, melainkan firman yang hidup dan berkuasa, yang memiliki banyak aplikasi praktis bagi kita hari ini. Mari kita merenungkan beberapa di antaranya:

7.1. Kerinduan untuk Melihat Yesus

Apakah kita memiliki kerinduan seperti Zakheus untuk melihat Yesus? Dalam dunia yang penuh dengan gangguan dan kebisingan, mudah sekali bagi kita untuk kehilangan fokus pada hal yang paling penting. Apakah kita bersedia melampaui kerumunan, bahkan memanjat "pohon ara" kerendahan hati atau pengorbanan, untuk mendapatkan perjumpaan yang intim dengan-Nya? Kerinduan ini adalah langkah pertama menuju transformasi.

7.2. Kesediaan untuk Merendahkan Diri

Zakheus yang kaya dan berkuasa rela merendahkan diri dan memanjat pohon. Apa yang membuat kita enggan merendahkan diri di hadapan Tuhan atau sesama? Apakah harga diri, posisi, atau opini orang lain lebih penting daripada perjumpaan kita dengan Kristus? Tuhan menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati (Yakobus 4:6).

7.3. Inisiatif Ilahi dan Panggilan Pribadi

Seringkali, kita merasa tidak layak atau terlalu berdosa untuk didekati Tuhan. Namun, kisah Zakheus mengingatkan kita bahwa Tuhanlah yang berinisiatif. Ia memanggil kita dengan nama kita, Ia tahu keadaan kita, dan Ia rindu untuk menumpang di "rumah" hati kita. Jangan pernah merasa terlalu jauh atau terlalu kotor bagi kasih karunia-Nya. Setiap dari kita adalah "yang hilang" yang Ia cari.

7.4. Pertobatan Sejati Membuahkan Perubahan Nyata

Pertobatan bukan sekadar merasa sedih atas dosa, melainkan berpaling dari dosa dan melakukan tindakan yang sesuai dengan perubahan hati itu. Apakah ada hal-hal dalam hidup kita yang perlu kita "kembalikan empat kali lipat"? Apakah ada kebiasaan buruk yang harus kita tinggalkan, hubungan yang harus kita pulihkan, atau sumber daya yang harus kita gunakan untuk kemuliaan Tuhan dan berkat sesama? Pertobatan sejati mengubah prioritas dan tindakan kita, bukan hanya kata-kata. Ini adalah demonstrasi bahwa kita tidak lagi dikendalikan oleh egoisme, tetapi oleh kasih dan keadilan ilahi.

7.5. Jangan Menghakimi Orang Lain

Sikap orang banyak yang bersungut-sungut menjadi peringatan bagi kita. Kita seringkali terlalu cepat menghakimi orang lain berdasarkan penampilan luar, masa lalu, atau reputasi mereka. Kita cenderung melabeli orang sebagai "orang berdosa" yang tidak layak. Namun, Tuhan melihat hati dan potensi. Kita dipanggil untuk mengasihi, bukan menghakimi, dan untuk mencari yang hilang, bukan menyingkirkan mereka. Kasih dan belas kasihan Yesus melampaui semua batasan sosial dan agama yang kita buat.

7.6. Keselamatan adalah untuk Semua

Pernyataan Yesus bahwa Ia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang adalah kabar baik universal. Tidak peduli seberapa "hilang" atau "berdosa" kita merasa, ada harapan dalam Kristus. Keselamatan tersedia bagi setiap orang yang percaya dan bertobat. Ini adalah jaminan bahwa tidak ada dosa yang terlalu besar, tidak ada kegelapan yang terlalu pekat, yang tidak dapat dijangkau oleh terang kasih dan pengampunan Yesus.

Zakheus, dari seorang yang dibenci dan terkucil, menjadi bukti hidup dari kuasa transformasi Injil. Ia menjadi "anak Abraham" sejati, bukan karena perbuatan baiknya di masa lalu, melainkan karena kasih karunia yang ia terima dan respons imannya yang tulus.

8. Kedalaman Teologis Kisah Zakheus

Di luar narasi permukaan, kisah Zakheus menyimpan kedalaman teologis yang kaya, yang menggarisbawahi beberapa doktrin inti kekristenan.

8.1. Soteriologi: Anugerah Mendahului Perbuatan

Kisah ini dengan jelas menggambarkan prinsip anugerah (kasih karunia) dalam soteriologi (doktrin keselamatan). Yesus mendatangi Zakheus, memanggilnya, dan mengumumkan bahwa Ia akan menumpang di rumahnya *sebelum* Zakheus menyatakan niat pertobatannya. Ini menunjukkan bahwa anugerah Allah mendahului respons manusia. Kita diselamatkan bukan karena perbuatan baik kita, melainkan oleh anugerah-Nya, dan perbuatan baik kita adalah buah dari anugerah tersebut (Efesus 2:8-10).

Perbuatan baik Zakheus (memberi kepada orang miskin dan restitusi) bukanlah syarat untuk keselamatan, melainkan indikasi dan bukti nyata bahwa keselamatan telah terjadi di dalam hatinya. Ini adalah transformasi dari dalam ke luar, yang disebabkan oleh perjumpaan dengan Yesus Kristus.

8.2. Kedaulatan Allah dan Kehendak Bebas Manusia

Dalam kisah ini, kita melihat interaksi antara kedaulatan Allah dan kehendak bebas manusia. Yesus, dalam kedaulatan-Nya, tahu Zakheus ada di pohon dan memanggilnya. Ini adalah inisiatif ilahi. Namun, Zakheus juga secara bebas memilih untuk turun, menyambut Yesus dengan sukacita, dan menyatakan pertobatannya. Kedaulatan Allah tidak meniadakan tanggung jawab manusia, melainkan bekerja sama dengan itu. Allah yang menarik, dan manusia yang merespons.

8.3. Inkarnasi dan Misi Kristus

Ayat terakhir, "Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang," adalah ringkasan sempurna dari misi inkarnasi Yesus. Ia datang bukan sebagai penakluk politik, melainkan sebagai Juruselamat yang mencari dan memulihkan hubungan yang rusak antara Allah dan manusia. Gelar "Anak Manusia" yang sering Yesus gunakan untuk diri-Nya menekankan kemanusiaan-Nya sekaligus otoritas ilahi-Nya sebagai Mesias yang dinubuatkan (Daniel 7:13-14).

Misi-Nya ini menantang pandangan masyarakat Yahudi pada waktu itu yang menganggap keselamatan hanya untuk "orang benar" atau orang-orang yang taat pada hukum. Yesus menunjukkan bahwa keselamatan-Nya melampaui batasan-batasan ini, menjangkau yang paling terbuang sekalipun.

8.4. Makna "Anak Abraham"

Ketika Yesus menyatakan, "orang ini pun anak Abraham," Ia bukan hanya merujuk pada silsilah Zakheus, tetapi pada status spiritualnya. Menjadi "anak Abraham" secara sejati berarti memiliki iman seperti Abraham, yang percaya kepada Allah dan menaati-Nya. Zakheus, melalui imannya yang berbuah dalam pertobatan dan tindakan, membuktikan dirinya sebagai pewaris rohani janji-janji Abraham, yang mana janji itu akan menjadi berkat bagi bangsa-bangsa.

Ini adalah pengingat bahwa identitas rohani kita di dalam Kristus jauh lebih penting daripada identitas etnis atau sosial kita. Di dalam Kristus, tidak ada lagi perbedaan, melainkan semua adalah satu (Galatia 3:28-29).

8.5. Keadilan Sosial dan Kerajaan Allah

Pertobatan Zakheus juga memiliki implikasi keadilan sosial. Tindakan restitusi dan memberi kepada orang miskin menunjukkan bahwa kerajaan Allah tidak hanya mengubah individu secara internal, tetapi juga berdampak pada struktur sosial dan ekonomi. Seorang pengumpul pajak yang dulunya menindas kini menjadi agen keadilan dan kemurahan hati. Ini adalah visi transformatif Kerajaan Allah: bukan hanya keselamatan jiwa, tetapi juga pemulihan keadilan dan kebaikan di tengah masyarakat.

Gereja dan orang percaya dipanggil untuk meneladani Zakheus dalam mempraktikkan keadilan dan kemurahan hati, serta berani mengambil langkah-langkah konkret untuk memperbaiki ketidakadilan di sekitar kita, sebagai bukti dari iman kita yang sejati.

9. Menjadi Seperti Zakheus dan Menjadi Seperti Yesus

Pada akhirnya, kisah Zakheus menantang kita untuk bertanya: Di manakah posisi kita dalam cerita ini?

9.1. Apakah Kita Zakheus?

Apakah kita, dalam kehidupan kita, memiliki "pohon ara" yang harus kita panjat untuk melihat Yesus? Apakah ada "kerumunan" kesibukan, kekhawatiran, atau kesombongan yang menghalangi kita? Apakah kita, seperti Zakheus, mencari sesuatu yang lebih, sesuatu yang hanya dapat ditemukan dalam perjumpaan dengan Kristus?

Mungkin kita, seperti Zakheus, punya "dosa rahasia" atau "dosa publik" yang menyebabkan kita terasing dari Tuhan dan sesama. Apakah kita bersedia merendahkan diri, mengakui dosa kita, dan berbalik dari jalan yang salah? Apakah kita bersedia melakukan restitusi, memperbaiki kesalahan, dan mempraktikkan kemurahan hati sebagai bukti pertobatan kita?

9.2. Apakah Kita Orang Banyak?

Atau apakah kita, seperti orang banyak, cenderung menghakimi, bersungut-sungut, dan membatasi anugerah Allah hanya untuk orang-orang tertentu yang kita anggap "layak"? Apakah kita menolak untuk bergaul dengan mereka yang dianggap "berdosa" atau "tidak pantas" di mata masyarakat? Apakah kita melihat manusia berdasarkan label dan masa lalu mereka, daripada melihat potensi yang dapat diubahkan oleh kasih karunia Allah?

Kisah ini memanggil kita untuk menyingkirkan sikap menghakimi, untuk membuka hati kita kepada semua orang, dan untuk menjadi alat belas kasihan Allah di dunia yang terluka.

9.3. Dipanggil untuk Menjadi Seperti Yesus

Panggilan tertinggi bagi kita adalah untuk menjadi seperti Yesus dalam cerita ini. Kita dipanggil untuk "mencari dan menyelamatkan yang hilang." Ini berarti kita harus aktif menjangkau, bukan menunggu. Kita harus memiliki mata yang melihat melampaui penampilan, hati yang penuh belas kasihan, dan kesediaan untuk merangkul mereka yang dikucilkan.

Menjadi seperti Yesus berarti bersedia masuk ke dalam "rumah" orang-orang yang mungkin dibenci atau dihindari oleh orang lain. Itu berarti mewujudkan kasih karunia yang radikal, yang tidak menghakimi, tetapi menawarkan harapan dan pemulihan.

Apakah kita bersedia menjadi perpanjangan tangan Yesus untuk mencari mereka yang terhilang di sekitar kita? Apakah kita bersedia menjadi saksi hidup dari kuasa-Nya yang mengubah, seperti Zakheus menjadi saksi bagi kotanya?

10. Kesimpulan: Anugerah yang Mengubah Segala-galanya

Saudara-saudari terkasih, kisah Zakheus adalah bukti nyata dari anugerah Allah yang luar biasa. Ia adalah pengingat bahwa tidak ada seorang pun yang terlalu berdosa, terlalu terhilang, atau terlalu jauh dari jangkauan kasih dan pengampunan Tuhan. Melalui satu perjumpaan singkat dengan Yesus, seorang pria yang dibenci dan terkucil menemukan keselamatan, penebusan, dan tujuan hidup yang baru.

Anugerah inilah yang mengubah Zakheus dari seorang penipu menjadi seorang penderma, dari seorang yang egois menjadi seorang yang adil, dari seorang yang terasing menjadi seorang "anak Abraham" sejati. Anugerah ini pula yang memampukan kita untuk bertobat, untuk percaya, dan untuk hidup dalam ketaatan yang baru.

Kiranya kisah Zakheus ini menginspirasi kita semua: untuk memiliki kerinduan yang membara untuk mencari Yesus, untuk berani merendahkan diri di hadapan-Nya, untuk merespons panggilan-Nya dengan sukacita, dan untuk menunjukkan buah-buah pertobatan sejati dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan yang terpenting, untuk membawa kabar baik ini kepada mereka yang masih "hilang," dengan keyakinan bahwa Yesus datang untuk mencari dan menyelamatkan setiap dari mereka.

Amin.