Dalam perjalanan iman kita sebagai orang Kristen, ada satu panggilan yang tak terpisahkan dari inti ajaran Kristus: panggilan untuk hidup dalam komunitas yang saling membangun. Konsep ini bukan sekadar saran tambahan, melainkan sebuah fondasi esensial bagi pertumbuhan rohani, kesaksian yang efektif, dan penggenapan tujuan ilahi bagi gereja di dunia. Kita seringkali tergoda untuk berpikir bahwa iman adalah urusan pribadi antara kita dan Tuhan. Memang benar, hubungan pribadi dengan Allah adalah inti, tetapi hubungan ini dirancang untuk berbuah dan berkembang dalam konteksi komunitas yang sehat, di mana setiap anggota berkontribusi untuk kebaikan bersama. Tanpa adanya interaksi yang saling menguatkan, meneguhkan, dan menopang, iman kita dapat menjadi rapuh, dan potensi penuh yang Allah berikan kepada kita sebagai anggota tubuh Kristus tidak akan pernah tercapai.
Artikel ini akan menggali secara mendalam makna, urgensi, fondasi alkitabiah, dimensi praktis, manfaat, serta tantangan dalam mewujudkan khotbah saling membangun. Kita akan melihat bagaimana Firman Tuhan dengan jelas menuntun kita untuk hidup dalam relasi yang dinamis, di mana setiap orang memiliki peran penting dalam memajukan kerajaan Allah dan membentuk karakter Kristus dalam diri sesama. Lebih dari sekadar ceramah atau ajaran, "saling membangun" adalah gaya hidup yang dipraktikkan, dihidupi, dan terus-menerus diperjuangkan dalam komunitas orang percaya.
Kata "membangun" (Yunani: oikodomeo) dalam konteks Alkitab memiliki makna yang kaya, jauh melampaui sekadar konstruksi fisik. Ini merujuk pada tindakan mendirikan, memperkuat, meneguhkan, atau meningkatkan. Ketika kita berbicara tentang "saling membangun" dalam komunitas Kristen, kita sedang membicarakan proses dinamis di mana setiap anggota gereja, melalui perkataan, tindakan, doa, dan pelayanan, berkontribusi pada pertumbuhan rohani, emosional, dan sosial anggota lain, serta pada kekuatan dan kesatuan gereja secara keseluruhan. Ini adalah sebuah proses resiprokal, di mana tidak ada satu pihak yang hanya memberi dan yang lain hanya menerima; melainkan ada aliran timbal balik yang terus-menerus. Setiap orang dipanggil untuk menjadi pembangun dan sekaligus orang yang dibangun.
Ini mencakup:
Mengapa "saling membangun" begitu penting? Urgensinya dapat dilihat dari beberapa perspektif:
Konsep "saling membangun" memiliki landasan yang sangat kuat dalam seluruh Alkitab, khususnya dalam ajaran Perjanjian Baru mengenai gereja sebagai tubuh Kristus. Berikut adalah beberapa ayat kunci yang menyoroti prinsip ini:
"Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala. Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, yang rapi tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota, menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih."
Ayat ini adalah salah satu teks paling komprehensif tentang tujuan dan fungsi komunitas Kristen. Paulus menjelaskan bahwa Tuhan memberikan berbagai karunia kepemimpinan (rasul, nabi, pemberita Injil, gembala, pengajar) dengan tujuan utama: untuk memperlengkapi orang-orang kudus. Mengapa diperlengkapi? Bukan untuk menjadi mandiri secara spiritual dan mengasingkan diri, melainkan "bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus." Artinya, setiap orang percaya, setelah diperlengkapi, memiliki peran aktif dalam membangun sesamanya. Pembangunan ini bertujuan untuk mencapai "kesatuan iman," "pengetahuan yang benar tentang Anak Allah," dan "kedewasaan penuh" yang serupa dengan Kristus.
Pembangunan ini terjadi "dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih." Kebenaran tanpa kasih bisa menjadi keras dan menghancurkan; kasih tanpa kebenaran bisa menjadi lembek dan menyesatkan. Keduanya harus berjalan beriringan. Seluruh tubuh, "yang rapi tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya," tumbuh dan membangun dirinya sendiri. Ini menekankan sifat organik dan interdependen dari gereja. Setiap "kadar pekerjaan tiap-tiap anggota" berkontribusi pada pertumbuhan keseluruhan. Ini bukan hanya tugas pemimpin, tetapi tanggung jawab bersama setiap orang percaya untuk saling melayani dan membangun dalam kasih.
"Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi berpikirlah begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing. Sebab sama seperti pada satu tubuh kita mempunyai banyak anggota, tetapi tidak semua anggota itu mempunyai tugas yang sama, demikian juga kita, meskipun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang saling membutuhkan. Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita: Jika karunia itu adalah untuk bernubuat, baiklah kita melakukannya sesuai dengan ukuran iman kita. Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar; jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita."
Paulus melanjutkan analogi tubuh yang ia gunakan di Efesus. Di Roma, ia menekankan keragaman karunia dalam kesatuan tubuh. Setiap anggota memiliki karunia yang berbeda, tetapi semua karunia itu dimaksudkan untuk bekerja sama demi kebaikan seluruh tubuh. Penting untuk tidak menganggap diri lebih tinggi atau lebih rendah dari orang lain. Setiap karunia, sekecil apa pun di mata manusia, berharga di mata Tuhan dan esensial untuk pembangunan bersama. Poin penting di sini adalah bahwa karunia-karunia itu adalah untuk "saling membangun". Nubuat, pelayanan, pengajaran, nasihat, pemberian, pimpinan, dan kemurahan – semua ini adalah cara praktis untuk menguatkan, mendukung, dan mendorong sesama.
Prinsip dasarnya adalah interdependensi. Kita "masing-masing adalah anggota yang saling membutuhkan." Tidak ada anggota yang bisa berkata kepada anggota lain, "Aku tidak membutuhkanmu." Ini menghancurkan gagasan individualisme dalam gereja dan menuntut kita untuk aktif terlibat dalam kehidupan satu sama lain, menggunakan karunia kita untuk melayani kebutuhan sesama dan, pada gilirannya, dibangun oleh karunia mereka.
Surat 1 Korintus membahas secara ekstensif tentang karunia-karunia rohani dan penggunaannya. Paulus mengklarifikasi bahwa meskipun ada berbagai karunia, semua berasal dari Roh yang sama dan diberikan untuk tujuan yang sama: "untuk kepentingan bersama" (1 Korintus 12:7). Pasal 13, yang terkenal sebagai pasal kasih, ditempatkan di antara diskusi tentang karunia-karunia untuk menegaskan bahwa tanpa kasih, penggunaan karunia apa pun, termasuk yang paling spektakuler, adalah sia-sia dan tidak membangun. Karunia harus digunakan dalam kasih.
Kemudian, dalam 1 Korintus 14, Paulus memberikan panduan spesifik tentang penggunaan karunia di dalam pertemuan jemaat, dengan penekanan kuat pada "pembangunan" (oikodome). Ia berulang kali menyatakan bahwa setiap hal yang dilakukan dalam pertemuan jemaat harus bertujuan untuk membangun. Misalnya, ia membandingkan karunia bahasa roh dengan karunia nubuat: "Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia membangun dirinya sendiri, tetapi siapa yang bernubuat, ia membangun jemaat" (1 Korintus 14:4). Paulus menganjurkan jemaat untuk lebih menginginkan karunia nubuat atau karunia lain yang langsung dapat dimengerti dan diaplikasikan oleh semua orang, karena ini lebih efektif dalam membangun jemaat secara keseluruhan. Prinsip kuncinya: apakah tindakan atau perkataan saya membangun jemaat atau hanya membangun diri sendiri? Tujuan utama penggunaan karunia adalah kemajuan dan pembangunan spiritual komunitas.
"Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti kebiasaan beberapa orang, melainkan marilah kita saling menasihati, dan terlebih lagi demikian menjelang hari Tuhan yang mendekat."
Ayat ini secara eksplisit memerintahkan kita untuk tidak meninggalkan pertemuan ibadah, dan memberikan alasannya: agar kita dapat "saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan pekerjaan baik." Penulis Ibrani memahami bahwa pertemuan bersama adalah wadah penting untuk saling membangun. Dalam pertemuan itulah kita dapat secara sengaja mengamati, mengidentifikasi kebutuhan, dan kemudian mengambil tindakan untuk mendorong satu sama lain. Kata "mendorong" di sini (Yunani: parakaleo) memiliki makna ganda: menghibur dan menasihati. Ini mencakup segala bentuk dukungan yang menguatkan iman dan mengarahkan pada tindakan yang benar.
Konteks "menjelang hari Tuhan yang mendekat" menambahkan urgensi. Semakin dekat hari kedatangan Kristus atau akhir zaman, semakin besar kebutuhan kita akan komunitas yang kuat dan saling mendukung untuk tetap teguh di tengah tekanan dan tantangan dunia. Meninggalkan persekutuan berarti melemahkan diri sendiri dan juga menghilangkan kesempatan untuk membangun dan dibangun oleh orang lain.
"Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus."
Ini adalah perintah yang sangat praktis dari "saling membangun." Hidup ini penuh dengan beban—beban emosional, finansial, spiritual, dan fisik. Ayat ini memanggil kita untuk tidak membiarkan seseorang menanggung bebannya sendirian. Memikul beban sesama adalah wujud nyata dari kasih Kristus dan merupakan cara fundamental untuk saling membangun. Ini berarti mendengarkan dengan empati, memberikan dukungan praktis, berdoa, dan kadang-kadang, secara harfiah, membantu menanggung konsekuensi dari beban tersebut. Ketika kita berbagi beban, kita meringankannya. Ini menunjukkan bahwa kita adalah bagian dari komunitas di mana tidak ada yang dibiarkan sendirian dalam perjuangan mereka.
"Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaan di antaramu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu."
Ayat ini menyoroti bagaimana Firman Tuhan menjadi alat utama dalam saling membangun. Ketika "perkataan Kristus diam dengan segala kekayaan di antaramu," itu menciptakan lingkungan di mana "dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain" dapat terjadi secara efektif. Pengajaran adalah tindakan membangun yang memperluas pemahaman dan mendewasakan iman. Teguran, ketika dilakukan dalam hikmat dan kasih, adalah tindakan membangun yang mengoreksi dan mengarahkan kembali seseorang ke jalan kebenaran. Nyanyian bersama (mazmur, kidung pujian, nyanyian rohani) juga merupakan bentuk pembangunan komunal, yang mengangkat semangat, menyatukan hati, dan mengarahkan fokus pada Tuhan.
Singkatnya, fondasi alkitabiah untuk "saling membangun" adalah tak tergoyahkan. Itu adalah inti dari bagaimana gereja Tuhan seharusnya berfungsi—bukan sebagai kumpulan individu yang terisolasi, melainkan sebagai sebuah tubuh yang saling bergantung, di mana setiap bagian berkontribusi pada pertumbuhan, kekuatan, dan kemuliaan seluruhnya, dalam kasih dan kebenaran Kristus.
Konsep "saling membangun" bukanlah sesuatu yang abstrak atau hanya teori teologis. Ia harus termanifestasi dalam tindakan nyata dan interaksi sehari-hari dalam komunitas Kristen. Berikut adalah beberapa dimensi praktis bagaimana kita dapat saling membangun:
Kata-kata memiliki kekuatan luar biasa untuk mengangkat atau meruntuhkan. Saling membangun dimulai dengan penggunaan lidah kita untuk kebaikan. Peneguhan adalah tindakan mengakui dan merayakan pekerjaan Tuhan dalam hidup seseorang, memberikan apresiasi atas karunia atau pelayanan mereka, atau hanya mengingatkan mereka akan identitas mereka di dalam Kristus. Dorongan adalah memberikan semangat saat seseorang menghadapi kesulitan, keraguan, atau tantangan. Itu bisa berupa kalimat sederhana seperti "Aku berdoa untukmu," "Jangan menyerah, Tuhan bersamamu," atau "Aku melihat bagaimana Tuhan memakai hidupmu."
"Perkataan yang menyenangkan adalah seperti sarang madu, manis bagi hati dan obat bagi tulang." (Amsal 16:24)
"Sebab itu nasihatilah seorang akan yang lain dan saling membangunlah kamu seperti yang memang kamu lakukan." (1 Tesalonika 5:11)
Ini juga berarti menghindari gosip, kritik yang merusak, atau perkataan yang meremehkan. Sebaliknya, kita dipanggil untuk berbicara kebenaran dalam kasih, yang selalu bertujuan untuk membangun, bukan meruntuhkan.
Kasih yang sejati tidak hanya diucapkan, tetapi juga ditunjukkan melalui tindakan. Saling membangun berarti siap sedia untuk melayani kebutuhan praktis sesama. Ini bisa berupa:
Pelayanan praktis ini mencerminkan kasih Kristus yang rela merendahkan diri dan melayani, seperti yang Ia teladankan saat membasuh kaki murid-murid-Nya. Ini adalah wujud nyata dari memikul beban sesama (Galatia 6:2).
Salah satu cara paling kuat untuk saling membangun adalah melalui doa syafaat. Berdoa untuk orang lain adalah tindakan kasih yang mendalam, mengakui bahwa hanya Tuhan yang dapat memberikan kekuatan, hikmat, dan pemulihan sejati. Ketika kita berdoa untuk sesama, kita tidak hanya membawa mereka ke hadapan takhta kasih karunia, tetapi juga membangun ikatan spiritual yang kuat. Penting untuk tidak hanya mengatakan "Aku akan berdoa untukmu," tetapi benar-benar melakukannya, dan jika memungkinkan, bertanya bagaimana kita bisa berdoa secara spesifik dan menindaklanjuti. Mengetahui bahwa seseorang sedang mendoakan kita dapat memberikan kekuatan dan penghiburan yang luar biasa.
"Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16)
Saling membangun juga mencakup keberanian dan kasih untuk memberikan nasihat dan, jika perlu, koreksi. Ini adalah salah satu aspek yang paling sulit tetapi krusial. Nasihat yang bijak dapat membimbing seseorang melewati pilihan sulit, sementara koreksi yang penuh kasih dapat mencegah seseorang dari dosa atau kesalahan yang lebih besar. Kunci utamanya adalah melakukannya "dalam kasih" dan "dengan roh kelemahlembutan" (Galatia 6:1), dengan tujuan memulihkan, bukan menghakimi atau merendahkan. Ini membutuhkan kerendahan hati dari pemberi dan penerima, serta komitmen yang mendalam terhadap kebenaran Firman Tuhan.
"Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, hendaklah memimpin orang itu kembali dengan roh kelemahlembutan, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya jangan kamu pun tergoda." (Galatia 6:1)
"Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaan di antaramu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain..." (Kolose 3:16a)
Setiap orang percaya telah diberkati dengan karunia rohani oleh Roh Kudus (1 Korintus 12). Saling membangun berarti mengidentifikasi karunia kita dan secara aktif menggunakannya untuk melayani orang lain dan gereja. Apakah itu karunia mengajar, memberi, pelayanan, memimpin, belas kasihan, nubuat, penyembuhan, atau lainnya, setiap karunia memiliki tujuan untuk menguatkan tubuh Kristus. Ini juga berarti menciptakan lingkungan di mana setiap orang merasa aman untuk menemukan dan menggunakan karunia mereka, serta memfasilitasi kesempatan bagi mereka untuk melakukannya. Ketika setiap karunia digunakan, seluruh tubuh menjadi lebih kuat dan lebih efektif.
Seringkali, salah satu hal terbesar yang dapat kita berikan kepada seseorang adalah telinga yang mendengarkan dengan penuh perhatian dan hati yang berempati. Dalam dunia yang serba cepat dan penuh gangguan, menjadi pendengar yang baik adalah karunia yang langka. Mendengarkan berarti memberi seseorang ruang untuk mengungkapkan perasaan, kekhawatiran, atau perjuangan mereka tanpa interupsi, penilaian, atau kebutuhan untuk segera memberikan solusi. Ini adalah tindakan kasih yang menegaskan nilai seseorang dan menunjukkan bahwa kita peduli. Melalui mendengarkan, kita dapat memahami kebutuhan sesama dengan lebih baik dan kemudian merespons dengan cara yang benar-benar membangun.
"Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan lambat untuk marah;" (Yakobus 1:19)
Lebih dari sekadar mendengarkan, memikul beban berarti secara aktif terlibat dalam perjuangan seseorang. Ini bisa berarti berjalan bersama mereka melalui masa duka, membantu menavigasi krisis keluarga, atau mendukung mereka dalam pergumulan iman. Ini adalah kesediaan untuk menginvestasikan waktu, energi, dan bahkan sumber daya kita untuk membantu meringankan beban sesama. Ini adalah realisasi nyata dari Galatia 6:2. Ini menunjukkan bahwa kita adalah komunitas yang tidak meninggalkan siapa pun sendirian dalam kesulitannya, melainkan menopang satu sama lain dengan kekuatan dan kasih Kristus yang kita miliki.
Saling membangun juga terjadi melalui proses pengajaran dan pembelajaran yang berkelanjutan. Ini bisa berupa pelajaran Alkitab bersama, diskusi kelompok kecil, bimbingan (mentoring), atau sekadar berbagi wawasan dari Firman Tuhan dalam percakapan sehari-hari. Kita semua adalah pembelajar dan pengajar pada waktu yang berbeda. Orang yang lebih dewasa dalam iman dapat mengajar mereka yang baru bertumbuh, dan bahkan yang lebih muda pun dapat memiliki perspektif baru yang membangun. Tujuan akhirnya adalah agar "perkataan Kristus diam dengan segala kekayaan di antaramu" (Kolose 3:16), memperkaya pemahaman setiap orang dan mendorong aplikasi praktis dari kebenaran ilahi.
Dengan mempraktikkan dimensi-dimensi ini secara konsisten, kita akan melihat komunitas kita tumbuh menjadi tempat yang lebih kuat, lebih penuh kasih, dan lebih efektif dalam mewujudkan Injil Kristus di dunia.
Ketika komunitas Kristen secara sengaja dan sungguh-sungguh mempraktikkan prinsip "saling membangun," hasilnya akan sangat transformatif, bukan hanya bagi individu tetapi juga bagi gereja secara keseluruhan dan bahkan bagi dunia di sekitarnya. Berikut adalah beberapa manfaat kunci:
Tidak ada orang Kristen yang bisa mencapai kedewasaan rohani yang maksimal dalam isolasi. Kita membutuhkan input dari orang lain untuk mengasah pemahaman kita, menantang asumsi kita, dan melihat titik buta kita. Dalam komunitas yang saling membangun:
Singkatnya, saling membangun mempercepat proses pembentukan karakter Kristus dalam diri kita, menjadikan kita pribadi yang lebih sabar, penuh kasih, bijaksana, dan teguh dalam iman.
Saling membangun secara langsung berkontribusi pada kesatuan gereja. Ketika anggota saling menghargai karunia dan peran masing-masing, ketika mereka bersedia melayani dan menopang satu sama lain, tembok-tembok perpecahan dan persaingan akan runtuh. Kesatuan ini bukan hanya tentang keharmonisan di permukaan, tetapi kesatuan yang berakar pada Kristus dan diwujudkan melalui kasih yang nyata.
Jemaat yang bersatu adalah jemaat yang kuat. Kekuatannya bukan terletak pada jumlah anggotanya yang besar atau gedungnya yang megah, melainkan pada ikatan kasih dan tujuan bersama yang kuat. Jemaat seperti itu lebih tangguh menghadapi tantangan internal maupun eksternal, dan lebih efektif dalam misinya untuk memberitakan Injil dan melayani dunia.
Seperti yang Yesus katakan di Yohanes 13:35, kasih di antara murid-murid-Nya adalah tanda pengenal utama. Di dunia yang seringkali individualistis, egois, dan terfragmentasi, komunitas yang saling membangun—yang dicirikan oleh kasih, dukungan, dan perhatian tulus—adalah magnet yang menarik. Orang-orang di luar gereja akan melihat perbedaan dan akan ingin tahu lebih banyak tentang sumber kasih tersebut. Kesaksian ini lebih kuat daripada khotbah verbal apa pun. Ketika orang Kristen hidup selaras dengan ajaran kasih dan saling membangun, mereka menjadi terang di tengah kegelapan, menarik orang lain kepada Kristus.
Hidup di dunia ini tidak luput dari kesulitan, penderitaan, dan pencobaan. Dalam masa-masa sulit, komunitas yang saling membangun menjadi sumber kekuatan dan pengharapan yang tak ternilai. Mereka adalah "jaring pengaman" spiritual dan emosional. Ketika satu anggota menderita, seluruh tubuh menderita bersamanya; dan ketika satu anggota bersukacita, seluruh tubuh bersukacita bersamanya (1 Korintus 12:26). Dalam konteks ini:
Ini mencegah orang jatuh dalam keputusasaan atau meninggalkan iman saat badai datang.
Saling membangun adalah ekspresi langsung dari Hukum Kristus: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi" (Matius 22:37-40). Ketika kita saling membangun, kita sedang mengasihi sesama kita secara konkret, dan dengan demikian, kita mengasihi Allah.
Ini juga merupakan bagian dari amanat agung untuk menjadikan semua bangsa murid Kristus. Murid-murid yang dewasa, kuat, dan bersatu dalam komunitas yang saling membangun adalah murid-murid yang siap untuk pergi dan menjadikan murid-murid lain, serta melayani dunia dengan kasih Kristus. Pembangunan internal adalah prasyarat untuk misi eksternal yang efektif.
Dengan demikian, manfaat dari saling membangun tidak hanya bersifat internal bagi gereja, tetapi juga memiliki dampak eksternal yang signifikan. Ini membentuk orang percaya menjadi lebih seperti Kristus, menguatkan gereja sebagai kesatuan yang dinamis, dan memberikan kesaksian yang kuat kepada dunia akan kuasa transformatif Injil.
Meskipun panggilan untuk saling membangun sangat jelas dalam Alkitab dan manfaatnya sangat besar, mewujudkannya dalam praktik seringkali tidak mudah. Ada berbagai tantangan dan hambatan yang dapat menghalangi komunitas untuk hidup dalam prinsip ini. Mengenali hambatan-hambatan ini adalah langkah pertama untuk mengatasinya.
Ini adalah akar dari banyak masalah dalam komunitas. Keegoisan membuat kita terlalu fokus pada diri sendiri, kebutuhan kita sendiri, keinginan kita sendiri, dan bagaimana orang lain dapat melayani kita, daripada bagaimana kita dapat melayani orang lain. Kesombongan, di sisi lain, membuat kita berpikir bahwa kita lebih baik, lebih tahu, atau tidak membutuhkan orang lain. Ini dapat termanifestasi dalam:
Kedua sifat ini secara fundamental bertentangan dengan semangat saling membangun yang menuntut kerendahan hati, kasih, dan fokus pada kebaikan sesama.
Banyak orang merasa takut untuk benar-benar terbuka dan terlibat dalam komunitas. Ketakutan ini bisa berasal dari:
Ketakutan ini menciptakan dinding yang menghalangi keintiman dan interaksi yang tulus, yang diperlukan untuk saling membangun.
Dalam masyarakat modern yang serba cepat, seringkali ada kecenderungan untuk memprioritaskan kesibukan pribadi di atas hubungan komunal. Beberapa orang mungkin merasa "cukup" dengan menghadiri ibadah mingguan tanpa benar-benar terlibat dalam kehidupan satu sama lain. Kurangnya minat ini bisa jadi karena:
Ketidakpedulian ini mengikis fondasi komunitas dan mencegah proses saling membangun.
Banyak orang ingin membangun, tetapi mereka tidak tahu bagaimana caranya. Mereka mungkin kekurangan:
Gereja perlu secara proaktif mendidik dan melatih anggotanya dalam keterampilan-keterampilan ini agar mereka dapat menjadi pembangun yang efektif.
Ini adalah racun yang paling merusak dalam komunitas. Gosip dan fitnah merusak reputasi dan menciptakan ketidakpercayaan. Konflik yang tidak diselesaikan dapat membesar menjadi perpecahan yang menghancurkan persatuan gereja. Ketika ada friksi dan permusuhan:
Saling membangun tidak dapat terjadi di lingkungan yang dipenuhi dengan konflik dan perpecahan yang tidak ditangani dengan baik.
Pemimpin gereja memiliki peran krusial dalam menanamkan budaya saling membangun. Jika kepemimpinan tidak secara jelas mengajarkan, memodelkan, dan memfasilitasi "saling membangun," maka jemaat akan kesulitan untuk menerapkannya. Kepemimpinan harus:
Tanpa kepemimpinan yang kuat dalam bidang ini, upaya jemaat untuk saling membangun akan menjadi sporadis dan tidak efektif.
Mengatasi hambatan-hambatan ini membutuhkan doa yang sungguh-sungguh, kerendahan hati, pendidikan berkelanjutan, dan komitmen yang kuat dari setiap anggota dan pemimpin gereja untuk membangun sebuah komunitas yang benar-benar mencerminkan kasih dan kesatuan Kristus.
Setelah memahami definisi, urgensi, fondasi alkitabiah, dimensi praktis, dan tantangan, pertanyaan selanjutnya adalah: bagaimana kita dapat secara konkret menerapkan "saling membangun" dalam kehidupan kita sehari-hari dan dalam komunitas gereja? Berikut adalah beberapa langkah praktis yang dapat diambil:
Perubahan selalu dimulai dari dalam. Sebelum kita dapat secara efektif membangun orang lain, kita harus terlebih dahulu memastikan hati kita sendiri terbuka untuk dibangun dan memiliki kerinduan untuk membangun. Ini berarti:
Tanpa hati yang benar, semua upaya kita untuk saling membangun akan menjadi dangkal dan tidak efektif.
Saling membangun tidak hanya terjadi di pertemuan ibadah formal, tetapi dalam setiap interaksi. Carilah kesempatan dalam percakapan sehari-hari:
Langkah kecil dan konsisten dalam interaksi sehari-hari dapat menciptakan dampak yang besar.
Meskipun ibadah raya penting, pertumbuhan dan pembangunan yang mendalam seringkali terjadi di lingkungan yang lebih intim. Bergabunglah dengan kelompok kecil (misalnya, kelompok sel, kelompok pemahaman Alkitab, kelompok doa) di mana Anda dapat:
Selain itu, terlibat dalam pelayanan gereja adalah cara yang sangat baik untuk saling membangun. Entah itu melayani di bagian anak-anak, tim pujian, logistik, atau tim kunjungan, setiap pelayanan memberikan kesempatan untuk bekerja sama dengan orang lain dan berkontribusi pada kebaikan bersama.
Allah telah memberikan setiap orang percaya karunia unik untuk membangun tubuh-Nya. Ambil waktu untuk:
Setelah Anda mengidentifikasi karunia Anda, gunakanlah secara aktif. Jika Anda memiliki karunia pengajaran, ajarkan. Jika karunia kemurahan, berikan. Jika karunia pelayanan, layani. Penggunaan karunia Anda adalah cara langsung untuk membangun orang lain.
Saling membangun membutuhkan lingkungan di mana orang merasa aman untuk menjadi diri sendiri, termasuk kelemahan mereka. Ini terjadi ketika kita secara aktif mempraktikkan kasih dan kerentanan:
Kerentanan adalah pintu gerbang menuju hubungan yang mendalam dan saling membangun. Ketika kita berani menunjukkan kelemahan kita, kita memberi izin kepada orang lain untuk melakukan hal yang sama, dan dari situlah dukungan yang tulus dapat mengalir.
Jangan menunggu orang lain mendekati Anda atau menanyakan bagaimana Anda dapat membantu. Jadilah proaktif:
Saling membangun adalah sebuah tindakan yang disengaja dan membutuhkan inisiatif.
Bagi para pemimpin gereja dan anggota yang berpengaruh, penting untuk secara aktif mendidik dan membudayakan prinsip ini. Ini bisa melalui:
Saling membangun harus menjadi bagian integral dari DNA gereja, bukan hanya sebuah program tambahan.
Menerapkan langkah-langkah konkret ini membutuhkan komitmen yang berkelanjutan dan kesabaran, tetapi hasilnya—komunitas yang kuat, penuh kasih, dan berpusat pada Kristus—akan jauh melebihi usaha yang diinvestasikan. Ini adalah panggilan untuk setiap orang percaya, sebuah perjalanan yang berkelanjutan, dan fondasi yang tak tergantikan bagi gereja yang sehat dan efektif.
Kita telah menelusuri secara mendalam konsep "saling membangun" dalam komunitas Kristen, mulai dari definisinya yang kaya hingga urgensinya yang fundamental, fondasi alkitabiah yang tak tergoyahkan, dimensi-dimensi praktisnya yang beragam, manfaat-manfaatnya yang transformatif, serta tantangan-tantangan yang mungkin kita hadapi. Jelaslah bahwa "saling membangun" bukan sekadar teori teologis yang menarik, melainkan sebuah panggilan hidup yang nyata bagi setiap orang percaya dan gereja secara keseluruhan.
Allah tidak menciptakan kita untuk hidup dalam isolasi. Sejak awal penciptaan, manusia dirancang untuk relasi: relasi dengan Allah dan relasi dengan sesama. Dalam konteks Perjanjian Baru, gereja didefinisikan sebagai tubuh Kristus, di mana setiap anggota memiliki peran yang unik dan saling tergantung. Metafora tubuh ini tidak hanya indah, tetapi juga sangat praktis. Sama seperti anggota tubuh fisik kita saling bekerja sama untuk fungsi dan kesehatan keseluruhan, demikian pula setiap orang percaya dipanggil untuk berkontribusi pada pertumbuhan dan kesejahteraan rohani sesamanya.
Mulai dari kata-kata peneguhan, tindakan pelayanan, doa syafaat yang tulus, nasihat dan koreksi yang penuh kasih, penggunaan karunia rohani, mendengarkan dengan empati, memikul beban bersama, hingga pengajaran dan pembelajaran, setiap dimensi ini adalah benang-benang yang membentuk permadani indah komunitas Kristen yang sehat. Ketika benang-benang ini ditenun bersama dalam kasih Kristus, hasilnya adalah individu-individu yang bertumbuh menjadi lebih serupa dengan-Nya, jemaat yang kuat dan bersatu, serta kesaksian yang memukau bagi dunia yang haus akan kasih sejati.
Namun, kita juga tidak boleh meremehkan tantangan yang ada. Keegoisan, kesombongan, ketakutan, ketidakpedulian, dan konflik adalah musuh-musuh yang senantiasa mengancam kesatuan dan pembangunan kita. Mengatasi hambatan-hambatan ini membutuhkan kesadaran diri, kerendahan hati, komitmen yang disengaja, dan yang terpenting, anugerah dan kekuatan Roh Kudus. Ini adalah sebuah perjuangan yang layak untuk diperjuangkan, karena taruhannya adalah kesehatan rohani kita sendiri dan efektivitas gereja dalam misinya.
Panggilan untuk saling membangun adalah panggilan untuk keluar dari zona nyaman kita, untuk berinvestasi dalam kehidupan orang lain, dan untuk mengizinkan orang lain berinvestasi dalam kehidupan kita. Ini adalah panggilan untuk menjadi rentan, untuk melayani tanpa pamrih, dan untuk mengasihi seperti Kristus telah mengasihi kita. Ini adalah panggilan untuk lebih peduli terhadap kebutuhan saudara-saudari seiman kita daripada kebutuhan kita sendiri.
Marilah kita setiap hari mencari kesempatan untuk menjadi pembangun. Mulailah dengan langkah-langkah kecil: sebuah kata yang ramah, telinga yang mendengarkan, sebuah doa yang tulus, atau tawaran bantuan praktis. Bergabunglah dengan komunitas di mana Anda dapat dikenal, dikasihi, dan dibangun, dan di mana Anda juga dapat mengenal, mengasihi, dan membangun orang lain. Gunakanlah karunia-karunia yang telah Tuhan berikan kepada Anda untuk kemuliaan-Nya dan untuk kebaikan tubuh Kristus.
Ingatlah Firman Tuhan dalam 1 Tesalonika 5:11, "Sebab itu nasihatilah seorang akan yang lain dan saling membangunlah kamu seperti yang memang kamu lakukan." Ini adalah perintah, tetapi juga sebuah janji—janji akan pertumbuhan, kesatuan, dan sukacita yang hanya dapat ditemukan dalam komunitas yang sungguh-sungguh hidup dalam panggilan untuk saling membangun. Semoga gereja Tuhan di mana pun dapat menjadi mercusuar pembangunan dan kasih, memuliakan nama Kristus di antara segala bangsa.