Surat Efesus adalah salah satu permata dalam kanon Kitab Suci, sebuah surat yang kaya akan teologi agung sekaligus aplikasi praktis untuk kehidupan Kristen. Setelah Paulus menguraikan rencana keselamatan Allah yang mulia di bagian awal surat, ia beralih ke implikasi etis dari anugerah tersebut. Bagian kedua dari Efesus (pasal 4-6) berfokus pada bagaimana orang percaya harus berjalan—bagaimana iman mereka harus termanifestasi dalam kehidupan sehari-hari, dalam komunitas gereja, dan di hadapan dunia. Pasal 5, khususnya, memberikan serangkaian nasihat praktis yang mendalam mengenai cara hidup yang kudus, yang mencerminkan karakter Allah.
Ayat 15 hingga 21 dari Efesus pasal 5 adalah sebuah perikop krusial yang menggarisbawahi urgensi bagi orang percaya untuk hidup dengan hikmat, terutama di tengah zaman yang tidak bersahabat. Perikop ini tidak hanya menuntut standar moral yang tinggi, tetapi juga memberikan prinsip-prinsip spiritual yang memberdayakan untuk mencapai standar tersebut. Ini adalah panggilan untuk hidup yang disengaja, dipenuhi Roh, dan berpusat pada Kristus, sebuah kehidupan yang secara radikal berbeda dari dunia di sekitarnya. Mari kita selami lebih dalam setiap aspek dari nasihat Paulus yang berharga ini.
Efesus 5:15-21 (TB):
15 Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, melainkan seperti orang arif,
16 dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.
17 Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan.
18 Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh,
19 dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati.
20 Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita.
21 Dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus.
1. Hidup dengan Saksama, Bukan seperti Orang Bebal (Ayat 15)
Paulus memulai perikop ini dengan sebuah perintah yang kuat: "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, melainkan seperti orang arif." Kata "karena itu" (oun, οὖν) menghubungkan ayat ini dengan nasihat sebelumnya tentang menjadi penurut-penurut Allah sebagai anak-anak yang kekasih (Ef. 5:1). Artinya, karena kita adalah anak-anak terang, karena kita telah ditebus dari kegelapan, maka cara hidup kita harus mencerminkan identitas baru tersebut.
1.1. Panggilan untuk Hidup Berhati-hati dan Penuh Perhatian
Frasa "perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup" (βλέπετε οὖν πῶς ἀκριβῶς περιπατεῖτε) menuntut refleksi mendalam dan kesadaran diri yang tinggi. Kata Yunani untuk "perhatikanlah dengan saksama" (ἀκριβῶς - akribōs) berarti "dengan akurat, tepat, teliti, cermat." Ini bukan sekadar panggilan untuk introspeksi sesekali, melainkan gaya hidup yang terus-menerus mengevaluasi setiap langkah, setiap keputusan, dan setiap interaksi. Seperti seorang ahli bedah yang bekerja dengan presisi tinggi, atau seorang arsitek yang memastikan setiap detail dalam rancangannya sempurna, demikian pula orang percaya dipanggil untuk menjalani hidup mereka dengan ketelitian spiritual.
Mengapa presisi ini begitu penting? Karena hidup ini penuh dengan jebakan dan godaan. Dunia ini menawarkan banyak jalan pintas, filosofi yang menyesatkan, dan nilai-nilai yang bertentangan dengan kehendak Allah. Jika kita tidak saksama, kita bisa dengan mudah terseret arus duniawi, berkompromi dengan dosa, atau kehilangan arah. Hidup yang saksama berarti kita tidak membiarkan hidup berjalan begitu saja, tidak mengikuti tren atau opini populer tanpa filter, melainkan selalu mengukur setiap tindakan dengan standar Firman Allah.
1.2. Kontras: Orang Bebal vs. Orang Arif
Paulus kemudian menyajikan kontras yang tajam: "janganlah seperti orang bebal, melainkan seperti orang arif."
- Orang Bebal (ἄσοφοι - asophoi): Ini adalah orang yang tidak memiliki hikmat. Bukan sekadar kurang cerdas, melainkan kurang pertimbangan moral dan spiritual. Orang bebal hidup sembarangan, tanpa tujuan yang jelas, tanpa kesadaran akan konsekuensi perbuatannya, dan tanpa perhatian pada kehendak Tuhan. Mereka mungkin cerdas dalam hal-hal duniawi, tetapi buta secara rohani. Hidup mereka didikte oleh impuls, nafsu, dan pandangan dunia yang dangkal. Mereka gagal melihat gambaran besar, yaitu kekekalan.
- Orang Arif (σοφοί - sophoi): Sebaliknya, orang arif adalah orang yang bijaksana, yang memiliki hikmat. Hikmat Alkitabiah bukan hanya kecerdasan intelektual, tetapi juga kemampuan untuk menerapkan pengetahuan ilahi dalam kehidupan praktis. Orang arif memahami prinsip-prinsip Allah, dan mereka menerapkannya untuk membuat keputusan yang benar, untuk bertindak dengan integritas, dan untuk hidup sesuai dengan tujuan Allah. Mereka melihat melampaui yang sesaat, mempertimbangkan kekekalan, dan mencari petunjuk Ilahi dalam segala hal.
Hikmat ini, menurut Kitab Suci, dimulai dengan takut akan Tuhan (Amsal 9:10). Ini adalah hikmat yang datang dari atas, yang diterangi oleh Roh Kudus, dan yang diungkapkan melalui Firman Allah. Hidup sebagai orang arif berarti secara aktif mencari dan menerapkan kebenaran ini dalam setiap aspek kehidupan kita.
Panggilan untuk menjadi orang arif bukanlah pilihan, melainkan keharusan bagi setiap orang yang mengaku sebagai pengikut Kristus. Bagaimana kita bisa membedakan antara yang baik dan yang jahat, antara kebenaran dan kebohongan, jika kita tidak memiliki hikmat? Tanpa hikmat, kita akan menjadi mangsa mudah bagi tipu daya iblis dan godaan dunia.
2. Pergunakanlah Waktu yang Ada, karena Hari-hari Ini adalah Jahat (Ayat 16)
Ayat ke-16 ini adalah sebuah prinsip manajemen waktu yang ilahi: "dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat." Frasa "pergunakanlah waktu yang ada" (ἐξαγοράζω τὸν καιρόν - exagorazo ton kairon) adalah perintah yang sangat kuat. Kata "exagorazo" secara harfiah berarti "membeli kembali" atau "menebus." Ini adalah istilah komersial yang menggambarkan tindakan membeli sesuatu dari pasar, seringkali dengan harga yang mahal, atau bahkan menebus budak untuk membebaskannya. Dalam konteks ini, Paulus memanggil kita untuk menebus waktu, membeli kembali setiap momen dari cengkeraman ketidakefektifan, kesia-siaan, atau dosa.
2.1. Membeli Kembali Waktu: Nilai Waktu yang Kekal
Waktu adalah sumber daya yang paling berharga dan tidak dapat diperbarui. Setiap detik yang berlalu tidak akan pernah kembali. Oleh karena itu, Paulus mendorong kita untuk memperlakukan waktu sebagai komoditas yang sangat berharga. Kita harus secara aktif merebut kembali waktu dari hal-hal yang tidak penting, dari godaan yang membuang-buang waktu, dari kelalaian, dan dari segala sesuatu yang tidak berkontribusi pada kemuliaan Allah atau pertumbuhan rohani kita.
Menebus waktu berarti menggunakan setiap kesempatan yang ada untuk melakukan kebaikan, untuk melayani Allah, untuk mengasihi sesama, dan untuk bertumbuh dalam Kristus. Ini berarti kita tidak boleh menunda-nunda hal-hal yang penting, atau membiarkan waktu kita terbuang percuma. Setiap kegiatan harus dipertimbangkan dari sudut pandang kekekalan: Apakah ini membawa kemuliaan bagi Allah? Apakah ini membangun saya atau orang lain? Apakah ini sesuai dengan kehendak-Nya?
Penebusan waktu tidak berarti kita harus sibuk terus-menerus tanpa istirahat. Sebaliknya, itu berarti kita harus menggunakan waktu istirahat kita pun dengan bijaksana, bukan untuk bermalas-malasan atau untuk melakukan hal-hal yang merusak. Menebus waktu adalah tentang intentionalitas, tujuan, dan prioritas yang benar.
2.2. Realitas "Hari-hari yang Jahat"
Alasan di balik urgensi untuk menebus waktu ini adalah karena "hari-hari ini adalah jahat." (αἱ ἡμέραι πονηραί εἰσιν - hai hemerai ponerai eisin). Frasa ini menggambarkan zaman di mana kita hidup, sebuah era yang dikuasai oleh kejahatan, penipuan, ketidakadilan, dan dosa. Dunia ini adalah medan perang rohani, dan kekuatan kegelapan sedang bekerja untuk menarik kita dari kebenaran.
Kejahatan hari-hari ini bukan hanya dalam bentuk kejahatan moral yang terang-terangan, tetapi juga dalam bentuk penyesatan intelektual, godaan hedonisme, tekanan untuk menyesuaikan diri dengan nilai-nilai duniawi, dan berbagai bentuk penderitaan. Di tengah lingkungan yang tidak bersahabat ini, adalah suatu kesia-siaan dan bahaya untuk hidup tanpa tujuan dan tanpa kesadaran spiritual.
Memahami bahwa hari-hari ini jahat seharusnya memotivasi kita untuk lebih serius dalam menjalankan panggilan Kristen kita. Ini mendorong kita untuk menjadi garam dan terang di tengah kegelapan, untuk memanfaatkan setiap kesempatan untuk membagikan Injil, untuk menyatakan kasih Kristus, dan untuk hidup kudus sebagai saksi bagi dunia yang sedang binasa. Waktu kita sangat terbatas, dan misi kita sangat besar.
3. Mengerti Kehendak Tuhan (Ayat 17)
Dari nasihat untuk hidup bijaksana dan menebus waktu, Paulus mengarahkan perhatian kita pada tujuan utama dari semua itu: "Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan." Ayat ini adalah jembatan yang logis, menghubungkan penggunaan waktu yang bijaksana dengan pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan ilahi.
3.1. Penolakan terhadap Kebodohan
Kata "bodoh" (ἄφρονες - aphrones) di sini sangat mirip dengan "bebal" di ayat 15, tetapi mungkin memiliki nuansa yang lebih kuat. Ini menggambarkan seseorang yang tidak menggunakan akal sehat atau pengertian yang benar, yang tidak dapat membuat penilaian yang tepat. Orang bodoh hidup tanpa arahan, tanpa pemahaman yang jelas tentang tujuan hidup mereka atau tujuan Allah bagi mereka. Mereka bertindak berdasarkan asumsi, emosi, atau keinginan sesaat, bukan berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran.
Paulus dengan tegas menolak cara hidup seperti itu bagi orang percaya. Kita tidak boleh menjadi orang yang tidak berpikir, yang malas secara rohani, atau yang tidak peduli dengan rencana Allah. Iman Kristen adalah iman yang rasional dan bermakna, dan itu menuntut kita untuk menggunakan pikiran kita untuk memahami kebenaran ilahi.
3.2. Pencarian Aktif akan Kehendak Tuhan
Sebaliknya, kita harus "mengusahakan supaya kita mengerti kehendak Tuhan." (συνίετε τί τὸ θέλημα τοῦ κυρίου - syniete ti to thelema tou kyriou). Ini bukan ajakan pasif, melainkan panggilan untuk pencarian yang aktif dan gigih. Mengerti kehendak Tuhan adalah inti dari hidup yang bijaksana dan bermakna.
Bagaimana kita mengerti kehendak Tuhan?
- Melalui Firman Allah: Alkitab adalah wahyu utama kehendak Allah. Dengan tekun membaca, mempelajari, merenungkan, dan menaati Firman, kita akan semakin memahami prinsip-prinsip dan arahan-Nya. Banyak dari kehendak Allah sudah dinyatakan secara eksplisit dalam Kitab Suci: kehendak-Nya agar kita hidup kudus, mengasihi sesama, memberitakan Injil, dan lain-lain.
- Melalui Doa: Dalam doa, kita berkomunikasi dengan Allah, meminta hikmat, arahan, dan pemahaman. Yesus sendiri sering berdoa untuk mencari kehendak Bapa.
- Melalui Roh Kudus: Roh Kudus adalah Penolong kita, yang memimpin kita ke dalam seluruh kebenaran (Yohanes 16:13). Dia menerangi Firman, memberi kita hikmat, dan membimbing kita dalam keputusan hidup.
- Melalui Komunitas Percaya: Seringkali Allah berbicara dan mengarahkan kita melalui nasihat orang-orang saleh dalam komunitas gereja.
Mengerti kehendak Tuhan bukan hanya tentang mengetahui apa yang harus dilakukan dalam situasi tertentu, tetapi juga tentang mengembangkan hati yang selaras dengan hati Allah. Ini tentang memahami karakter-Nya, tujuan-Nya bagi dunia, dan peran kita dalam rencana besar-Nya. Ketika kita memahami kehendak-Nya, setiap langkah hidup kita menjadi lebih bermakna dan terarah.
4. Dipenuhi Roh Kudus, Bukan Mabuk Anggur (Ayat 18)
Ini adalah ayat pusat dalam perikop ini, yang memberikan kekuatan dan dinamika bagi semua nasihat sebelumnya: "Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh." Paulus menyajikan kontras yang sangat tajam antara dua jenis "kepenuhan" yang berbeda—kepenuhan yang merusak dan kepenuhan yang memberdayakan.
4.1. Bahaya Mabuk Anggur
"Janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu." (μὴ μεθύσκεσθε οἴνῳ, ἐν ᾧ ἐστιν ἀσωτία - me methyskesthe oino, en ho estin asōtia). Mabuk oleh anggur adalah pengalaman yang mengubah kesadaran, mengurangi kendali diri, dan seringkali mengarah pada perilaku yang tidak pantas dan merusak. Kata Yunani "asōtia" yang diterjemahkan "hawa nafsu" atau "pergaulan bebas" menggambarkan pemborosan, kehidupan yang tidak terkendali, dan kemerosotan moral. Orang yang mabuk kehilangan akal sehat, pertimbangan, dan kendali atas tindakan mereka.
Dalam budaya Yunani-Romawi pada zaman Paulus, mabuk-mabukan sering dikaitkan dengan pesta pora kafir, perilaku amoral, dan penyembahan berhala. Paulus menegaskan bahwa cara hidup seperti itu sama sekali tidak sesuai bagi orang percaya yang telah dipanggil untuk hidup kudus. Mabuk anggur adalah antitesis dari hidup yang saksama dan bijaksana. Itu merusak tubuh, pikiran, dan jiwa, serta menghalangi kita untuk mengerti dan melakukan kehendak Tuhan.
Larangan ini lebih dari sekadar larangan minum alkohol. Ini adalah larangan terhadap segala sesuatu yang menguasai kita, yang mengurangi kendali diri kita, dan yang memimpin kita menjauh dari Allah dan kehendak-Nya. Bisa jadi itu bukan hanya alkohol, tetapi juga kesenangan duniawi lainnya, hiburan yang berlebihan, atau bahkan obsesi terhadap pekerjaan atau hobi yang menguras energi spiritual kita.
4.2. Panggilan untuk Dipenuhi Roh Kudus
Sebaliknya, Paulus memerintahkan: "tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh." (ἀλλὰ πληροῦσθε ἐν Πνεύματι - alla plerousthe en Pneumati). Ini adalah perintah yang sedang berlangsung (present tense, pasif). Ini bukan pengalaman sekali seumur hidup, melainkan proses yang terus-menerus dan berkelanjutan. Kita harus "terus-menerus dipenuhi" oleh Roh Kudus. Hal ini juga pasif, menunjukkan bahwa kita tidak mengisi diri kita sendiri, melainkan membiarkan Roh Kudus mengisi dan menguasai kita.
Apa artinya dipenuhi Roh Kudus?
- Dikuasai oleh Roh: Sama seperti seseorang yang mabuk anggur dikuasai oleh efek anggur, demikian pula orang yang dipenuhi Roh Kudus dikuasai, dibimbing, dan diberdayakan oleh Roh Kudus. Pikiran, emosi, dan tindakan kita tunduk pada pengaruh-Nya.
- Hidup dalam Ketaatan: Menjadi penuh Roh berarti hidup dalam ketaatan pada Firman Allah, yang diilhamkan oleh Roh. Roh Kudus tidak akan pernah menuntun kita bertentangan dengan Alkitab.
- Mengalami Buah Roh: Kehidupan yang dipenuhi Roh akan menunjukkan "buah Roh" seperti kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri (Galatia 5:22-23).
- Diberdayakan untuk Melayani: Roh Kudus memberikan karunia-karunia rohani dan memberdayakan kita untuk melayani Allah dan sesama dengan efektif.
Bagaimana kita bisa terus-menerus dipenuhi Roh Kudus?
- Ketaatan pada Firman: Semakin kita membiarkan Firman Kristus berdiam secara melimpah dalam diri kita (bandingkan Kolose 3:16), semakin kita akan dipenuhi Roh. Ketaatan adalah kunci.
- Doa: Komunikasi yang intim dengan Allah membuka diri kita untuk kuasa dan kehadiran Roh-Nya.
- Pengakuan Dosa: Dosa dapat memadamkan atau mendukakan Roh Kudus (Efesus 4:30; 1 Tesalonika 5:19). Mengaku dosa dan berbalik darinya memungkinkan Roh untuk bergerak bebas dalam hidup kita.
- Berserah Penuh: Menyerahkan kendali atas hidup kita kepada Allah dan Roh-Nya, membiarkan Dia memimpin.
Kepenuhan Roh Kudus adalah sumber kekuatan untuk hidup bijaksana, menebus waktu, mengerti kehendak Tuhan, dan menjalankan panggilan Kristen dalam dunia yang jahat.
5. Ekspresi Kepenuhan Roh Kudus: Berkata-kata, Bernyanyi, dan Mengucap Syukur (Ayat 19-20)
Paulus melanjutkan dengan menjelaskan bagaimana kepenuhan Roh Kudus akan bermanifestasi dalam kehidupan orang percaya, khususnya dalam interaksi sosial dan spiritual mereka. Ini adalah tiga ekspresi utama yang dihasilkan dari kehidupan yang dipenuhi Roh:
5.1. Berkata-kata dalam Mazmur, Kidung Puji-pujian, dan Nyanyian Rohani (Ayat 19)
"dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati." (λαλοῦντες ἑαυτοῖς ψαλμοῖς καὶ ὕμνοις καὶ ᾠδαῖς πνευματικαῖς, ᾄδοντες καὶ ψάλλοντες τῇ καρδίᾳ ὑμῶν τῷ κυρίῳ - lalountes heautois psalmois kai hymnois kai odaís pneumatikais, adontes kai psallontes te kardia hymon to kyriō).
Ayat ini menekankan dua arah komunikasi yang penting:
- Berbicara satu sama lain: Kata "berkata-katalah seorang kepada yang lain" menunjukkan komunikasi horizontal dalam komunitas orang percaya. Ketika kita dipenuhi Roh, percakapan kita akan dipenuhi dengan substansi spiritual. Ini berarti kita tidak akan terlibat dalam gosip, kritik yang merusak, atau percakapan sia-sia, tetapi sebaliknya, kita akan saling membangun dengan kata-kata yang memuliakan Tuhan dan menguatkan iman.
- Bernyanyi bagi Tuhan: Ini adalah komunikasi vertikal, pujian yang diarahkan kepada Tuhan. Nyanyian, mazmur, dan kidung rohani adalah bentuk ibadah yang kuat.
Paulus menyebutkan tiga jenis lagu:
- Mazmur (ψαλμοῖς - psalmois): Merujuk pada Mazmur-Mazmur dalam Kitab Suci Perjanjian Lama. Ini adalah lagu-lagu yang diilhamkan Allah, kaya akan teologi dan emosi, yang cocok untuk pengajaran dan penyembahan.
- Kidung Puji-pujian (ὕμνοις - hymnois): Lagu-lagu pujian yang ditujukan langsung kepada Allah, seringkali berfokus pada sifat dan perbuatan-Nya yang agung.
- Nyanyian Rohani (ᾠδαῖς πνευματικαῖς - odaís pneumatikais): Lagu-lagu spiritual yang lebih umum, mungkin ekspresi spontan dari iman atau nyanyian yang diilhamkan Roh Kudus.
Intinya adalah bahwa kehidupan yang dipenuhi Roh akan meluap dalam ekspresi musik dan lisan yang memuliakan Tuhan dan membangun sesama. Nyanyian ini harus berasal dari "segenap hati" (τῇ καρδίᾳ ὑμῶν - te kardia hymon), bukan hanya dari bibir. Ini adalah pujian yang tulus, mendalam, dan berasal dari hati yang telah disentuh oleh Roh Kudus. Ini kontras dengan "hawa nafsu" atau kebejatan yang muncul dari kemabukan anggur. Roh Kudus menghasilkan pujian; anggur menghasilkan kekacauan.
5.2. Mengucap Syukur Senantiasa atas Segala Sesuatu (Ayat 20)
"Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita." (εὐχαριστοῦντες πάντοτε ὑπὲρ πάντων ἐν ὀνόματι τοῦ κυρίου ἡμῶν Ἰησοῦ Χριστοῦ τῷ Θεῷ καὶ Πατρὶ - eucharistountes pantote hyper pantōn en onomati tou kyriou hēmōn Iēsou Christou tō Theō kai Patri).
Ini adalah salah satu perintah yang paling menantang sekaligus paling membebaskan dalam Alkitab. Kehidupan yang dipenuhi Roh Kudus adalah kehidupan yang ditandai oleh ucapan syukur yang tak henti-hentinya. Perhatikan tiga dimensi penting dari ucapan syukur ini:
- Senantiasa (πάντοτε - pantote): Bukan hanya saat keadaan baik, tetapi di setiap waktu dan musim hidup. Ini adalah sikap hati yang terus-menerus.
- Atas segala sesuatu (ὑπὲρ πάντων - hyper pantōn): Ini adalah bagian yang paling sulit. Bagaimana kita bisa bersyukur atas "segala sesuatu," termasuk penderitaan, kehilangan, dan kesulitan? Ini bukan berarti kita bersyukur *untuk* kejahatan atau rasa sakit, melainkan kita bersyukur *di tengah-tengah* segala sesuatu. Kita bersyukur karena Allah berdaulat atas segalanya, Dia bekerja dalam segala hal untuk kebaikan kita (Roma 8:28), dan Dia menyertai kita di setiap tantangan. Ini adalah ucapan syukur yang lahir dari perspektif kekal dan iman yang mendalam akan karakter Allah.
- Dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus: Ucapan syukur kita dimungkinkan dan diterima karena Yesus Kristus. Dialah perantara kita, melalui Dia kita memiliki akses kepada Bapa, dan melalui karya penebusan-Nya kita memiliki alasan terbesar untuk bersyukur. Kristus adalah dasar, sarana, dan alasan ucapan syukur kita.
Ucapan syukur adalah penawar racun bagi kepahitan, kekecewaan, dan kecenderungan untuk mengeluh. Hati yang bersyukur adalah hati yang percaya, yang melihat tangan Allah dalam setiap situasi, dan yang memuliakan Dia tidak peduli apa pun yang terjadi. Ini adalah tanda kematangan rohani dan indikasi kuat bahwa seseorang sedang dipimpin oleh Roh Kudus.
6. Merendahkan Diri seorang kepada yang Lain di dalam Takut akan Kristus (Ayat 21)
Perikop ini diakhiri dengan sebuah perintah yang melengkapi semua yang telah dikatakan sebelumnya, sebuah perintah yang penting untuk kehidupan berkomunitas: "Dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus." (ὑποτασσόμενοι ἀλλήλοις ἐν φόβῳ Χριστοῦ - hypotassomenoi allēlois en phobō Christou).
6.1. Panggilan untuk Saling Merendahkan Diri
Kata "rendahkanlah dirimu" (ὑποτασσόμενοι - hypotassomenoi) secara harfiah berarti "menempatkan diri di bawah" atau "menundukkan diri." Ini adalah perintah untuk saling melayani, untuk tidak menuntut hak-hak kita sendiri, melainkan mengutamakan kebutuhan dan kepentingan orang lain. Ini adalah inti dari kerendahan hati Kristen, yang meniru Kristus sendiri yang merendahkan diri-Nya dan menjadi hamba (Filipi 2:5-8).
Saling merendahkan diri tidak berarti pasif menerima perlakuan yang salah atau menyerah pada penindasan. Sebaliknya, ini adalah tindakan aktif dan sukarela dari kasih dan hormat yang diberikan kepada sesama orang percaya. Ini berarti kita bersedia mengorbankan keinginan pribadi demi kebaikan bersama, mendengarkan orang lain, menghargai pandangan mereka, dan melayani mereka dengan sukacita.
Dalam konteks Efesus, ini adalah landasan bagi hubungan-hubungan yang sehat dalam keluarga (hubungan suami-istri, orang tua-anak) dan dalam masyarakat (hamba-tuan) yang akan Paulus bahas di ayat-ayat selanjutnya (Efesus 5:22-6:9). Tanpa kesediaan untuk saling merendahkan diri, komunitas Kristen akan penuh dengan konflik, persaingan, dan kebanggaan.
6.2. Dasar dari Kerendahan Hati: Takut akan Kristus
Motivasi untuk saling merendahkan diri ini sangat penting: "di dalam takut akan Kristus." (ἐν φόβῳ Χριστοῦ - en phobō Christou). Ini bukan ketakutan yang membuat kita gemetar karena teror, melainkan rasa hormat yang mendalam, kekaguman, dan penghormatan terhadap Kristus yang Maha Kudus dan Maha Kuasa. Ini adalah pengakuan akan kebesaran-Nya, otoritas-Nya, dan kasih-Nya yang luar biasa.
Ketika kita benar-benar takut akan Kristus:
- Kita akan berusaha menyenangkan Dia dalam segala hal.
- Kita akan serius dalam menaati perintah-Nya.
- Kita akan memahami bahwa Kristus adalah Tuan atas segala sesuatu, dan Dialah yang akan menilai setiap perbuatan kita.
- Kita akan menghargai sesama orang percaya karena mereka juga adalah milik Kristus, dibeli dengan darah-Nya yang mahal.
Takut akan Kristus memotivasi kita untuk tidak sombong atau egois, karena kita tahu bahwa semua yang kita miliki berasal dari Dia. Takut akan Kristus juga memotivasi kita untuk mengasihi dan melayani sesama dengan tulus, karena Kristus sendiri telah melayani kita dengan kasih yang tak terbatas. Kerendahan hati yang sejati berakar pada pandangan yang benar tentang siapa Kristus itu dan siapa kita di hadapan-Nya.
Implikasi dan Penerapan untuk Kehidupan Modern
Perikop Efesus 5:15-21 ini tidak hanya relevan untuk gereja mula-mula di Efesus, tetapi juga sangat krusial bagi kita di abad ke-21. Dunia modern, dengan segala kemajuan dan kompleksitasnya, juga merupakan "hari-hari yang jahat" yang menuntut hikmat ilahi.
1. Prioritas di Tengah Kekacauan Informasi
Kita hidup di era informasi yang membanjiri kita dari berbagai arah. Berita, media sosial, hiburan digital – semuanya bersaing untuk mendapatkan perhatian dan waktu kita. Hidup "seperti orang arif" menuntut kita untuk menyaring informasi ini, membedakan kebenaran dari kepalsuan, dan tidak membiarkan diri kita terbawa arus opini populer yang dangkal. Ini berarti meluangkan waktu untuk Firman Tuhan, yang merupakan satu-satunya standar kebenaran yang tidak goyah.
2. Manajemen Waktu dalam Gaya Hidup Serba Cepat
Tekanan untuk "selalu aktif" dan "multitasking" dapat membuat kita merasa kewalahan dan tidak produktif secara rohani. Panggilan untuk "menebus waktu" mengingatkan kita bahwa setiap momen adalah kesempatan untuk melayani Tuhan. Ini berarti menetapkan prioritas yang jelas, mengurangi kegiatan yang membuang-buang waktu (misalnya, terlalu banyak berselancar di media sosial, bermain game tanpa batas, atau menonton hiburan berlebihan), dan sengaja mengalokasikan waktu untuk doa, studi Alkitab, pelayanan, dan membangun hubungan yang sehat. Waktu adalah anugerah, bukan beban.
3. Mencari Kehendak Tuhan di Tengah Kebingungan Pilihan Hidup
Generasi sekarang dihadapkan pada pilihan hidup yang tak terbatas dalam pendidikan, karir, pasangan hidup, dan gaya hidup. Tanpa "mengerti kehendak Tuhan," kita akan tersesat dalam kebingungan dan ketidakpastian. Ini menuntut kita untuk memiliki hubungan yang erat dengan Tuhan melalui doa dan Firman-Nya, serta mencari nasihat dari orang-orang percaya yang dewasa rohani. Kehendak Tuhan bukanlah sesuatu yang misterius dan tersembunyi, tetapi sesuatu yang Dia rindu untuk kita pahami dan jalankan.
4. Kepenuhan Roh Kudus sebagai Antitesis dari Candu Duniawi
Masyarakat modern menawarkan berbagai bentuk "anggur" yang dapat membuat kita mabuk – dari narkoba, pornografi, obsesi terhadap kekayaan, konsumerisme yang berlebihan, hingga pengejaran status atau kesenangan sesaat. Semua ini dapat "menimbulkan hawa nafsu" dan memadamkan Roh. Panggilan untuk "penuh dengan Roh" adalah solusi ilahi untuk mengatasi kecanduan dan ketergantungan ini. Hanya Roh Kudus yang dapat membebaskan kita dari belenggu dosa dan memberdayakan kita untuk hidup kudus. Ini adalah anugerah yang harus kita cari dan hidupi setiap hari.
5. Komunikasi yang Membangun di Era Digital
Media sosial dan platform komunikasi instan telah mengubah cara kita berinteraksi. Sayangnya, seringkali lingkungan digital dipenuhi dengan ujaran kebencian, gosip, dan kritik yang merusak. Ayat 19, dengan seruannya untuk "berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani," mengingatkan kita untuk menggunakan kata-kata kita – baik lisan maupun tertulis – untuk membangun, mendorong, dan memuliakan Tuhan. Ini adalah panggilan untuk menjadi pembawa terang dan kasih dalam percakapan kita, bahkan di ranah digital.
6. Sikap Bersyukur di Tengah Budaya Keluhan
Dunia sering kali mendorong kita untuk fokus pada apa yang kurang, apa yang salah, dan apa yang kita inginkan. Budaya konsumerisme dan perbandingan diri di media sosial dapat memicu rasa tidak puas dan keluhan yang terus-menerus. Perintah untuk "mengucap syukur senantiasa atas segala sesuatu" adalah tantangan radikal terhadap pola pikir ini. Ini menuntut perspektif iman yang melihat tangan Allah dalam setiap situasi, yang percaya bahwa Dia berdaulat dan bekerja untuk kebaikan kita, bahkan di tengah kesulitan. Sikap bersyukur adalah obat mujarab bagi hati yang gelisah.
7. Kerendahan Hati untuk Hubungan yang Sehat
Di dunia yang sering kali menekankan individualisme, hak-hak pribadi, dan persaingan, perintah untuk "merendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain" sangatlah kontra-budaya. Dalam gereja dan keluarga, prinsip ini sangat penting untuk kesatuan dan keharmonisan. Ini berarti melepaskan kebanggaan, ego, dan keinginan untuk selalu benar, serta memilih untuk melayani dan menghormati orang lain. Landasannya adalah "takut akan Kristus" – karena kita menghormati Kristus, kita menghormati mereka yang adalah milik-Nya.
Kesimpulan
Perikop Efesus 5:15-21 adalah panggilan yang komprehensif untuk kehidupan Kristen yang otentik dan transformatif. Ini adalah cetak biru untuk hidup yang dipenuhi oleh Roh Kudus dan berakar pada hikmat ilahi. Paulus tidak hanya memberikan daftar perintah, tetapi ia juga memberikan motivasi dan sumber daya untuk menjalankannya. Kita dipanggil untuk:
- Hidup dengan saksama dan arif, menyadari realitas dunia yang jahat dan urgensi waktu yang terbatas.
- Mengerti kehendak Tuhan, menjadi pembelajar yang aktif dan peka terhadap pimpinan-Nya.
- Dipenuhi Roh Kudus, membiarkan Dia menguasai dan membimbing setiap aspek kehidupan kita, sebagai alternatif radikal dari kecanduan duniawi.
- Mengekspresikan kepenuhan Roh Kudus melalui kata-kata yang membangun, pujian yang tulus, dan hati yang senantiasa bersyukur.
- Saling merendahkan diri, didorong oleh rasa takut dan hormat yang mendalam kepada Kristus.
Ketika kita menghayati prinsip-prinsip ini, kita tidak hanya akan hidup sesuai dengan panggilan kita sebagai anak-anak Allah, tetapi juga akan menjadi kesaksian yang kuat bagi dunia yang membutuhkan terang dan harapan. Marilah kita terus-menerus meminta kepada Tuhan untuk hikmat, kekuatan Roh Kudus, dan hati yang berserah, agar kita dapat berjalan dengan saksama di hari-hari yang jahat ini, senantiasa memuliakan Nama-Nya.
Semoga khotbah ini menginspirasi dan memberkati perjalanan iman Anda. Mari kita hidup setiap hari sebagai orang-orang yang telah ditebus, dipanggil untuk kemuliaan-Nya, dan dipenuhi oleh Roh Kudus untuk menjadi terang di tengah kegelapan.