Khotbah Mendalam Matius 24:3-14: Tanda Akhir Zaman dan Misi Injil

Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus, kita berkumpul di sini hari ini untuk merenungkan salah satu bagian Alkitab yang paling sering dibahas, sekaligus paling sering disalahpahami: Amanat Yesus tentang tanda-tanda akhir zaman yang tercatat dalam Injil Matius pasal 24. Perikop ini sering kali memicu rasa penasaran, bahkan kegelisahan, karena membahas peristiwa-peristiwa dramatis yang mendahului kedatangan kembali Yesus Kristus.

Mari kita buka hati dan pikiran kita untuk firman Tuhan, dan memohon tuntunan Roh Kudus agar kita dapat memahami pesan inti dari Matius 24:3-14 ini, bukan sebagai sumber spekulasi yang tidak berujung, melainkan sebagai panggilan mendesak untuk hidup beriman, bertekun, dan bermisi di tengah dunia yang terus berubah. Fokus kita bukan pada kapan 'akhir' itu akan tiba, melainkan bagaimana kita harus hidup sebagai pengikut Kristus di hadapan realitas 'akhir' yang pasti itu.

Matius 24:3-14 (TB)

3Ketika Yesus duduk di atas Bukit Zaitun, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya untuk bercakap-cakap sendirian dengan Dia. Kata mereka: "Katakanlah kepada kami, bilamanakah hal itu akan terjadi dan apakah tanda kedatangan-Mu dan tanda kesudahan dunia?"

4Jawab Yesus kepada mereka: "Waspadalah supaya jangan ada orang yang menyesatkan kamu!

5Sebab banyak orang akan datang dengan memakai nama-Ku dan berkata: Akulah Mesias, dan mereka akan menyesatkan banyak orang.

6Kamu akan mendengar deru perang atau kabar-kabar tentang perang. Namun berawas-awaslah jangan kamu gelisah; sebab semuanya itu harus terjadi, tetapi itu belum kesudahannya.

7Sebab bangsa akan bangkit melawan bangsa, dan kerajaan melawan kerajaan. Akan ada kelaparan dan gempa bumi di berbagai tempat.

8Semua ini barulah permulaan penderitaan menjelang zaman baru.

9Pada waktu itu kamu akan diserahkan untuk disiksa dan dibunuh dan kamu akan dibenci semua bangsa oleh karena nama-Ku.

10Banyak orang akan murtad dan mereka akan saling menyerahkan dan saling membenci.

11Banyak nabi palsu akan muncul dan menyesatkan banyak orang.

12Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin.

13Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.

14Dan Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya."

Ilustrasi Tanda-tanda Akhir Zaman: Bumi dengan simbol-simbol konflik, kelaparan, dan bahaya, menunjukkan ketidakpastian dunia.

I. Konteks Pertanyaan Murid-murid (Ayat 3)

Pembahasan ini dimulai dengan para murid yang datang kepada Yesus secara pribadi di Bukit Zaitun. Mereka mengajukan tiga pertanyaan yang saling berkaitan:

  1. Bilamanakah hal itu akan terjadi (merujuk pada kehancuran Bait Allah yang Yesus baru saja nubuatkan di Matius 23:37-38)?
  2. Apakah tanda kedatangan-Mu (parousia)?
  3. Apakah tanda kesudahan dunia (sintelia tou aionos)?

Pertanyaan-pertanyaan ini menunjukkan bahwa para murid memiliki pemahaman eskatologis yang menyatukan ketiga peristiwa tersebut. Mereka berpikir bahwa kehancuran Bait Allah, kedatangan Mesias, dan akhir zaman akan terjadi secara bersamaan atau dalam waktu yang sangat berdekatan. Yesus, dalam respons-Nya, mengoreksi pandangan mereka, memisahkan beberapa peristiwa dan memberikan gambaran yang lebih kompleks tentang "akhir zaman." Penting untuk dicatat bahwa Yesus tidak memberikan tanggal pasti, melainkan serangkaian tanda dan prinsip untuk dipegang oleh para pengikut-Nya.

Pertanyaan ini mencerminkan kekhawatiran alami manusia tentang masa depan, terutama ketika dikaitkan dengan peristiwa besar yang akan mengubah tatanan dunia. Bagi orang Yahudi kala itu, Bait Allah adalah pusat kehidupan keagamaan dan simbol kehadiran Allah di tengah-tengah mereka. Nubuat kehancurannya tentu sangat mengguncang. Selain itu, konsep kedatangan Mesias dan akhir zaman sudah menjadi bagian dari ekspektasi mereka, meskipun sering kali disalahpahami dalam kerangka politik dan temporal.

Penting untuk memahami bahwa Yesus tidak menjawab pertanyaan "kapan" secara langsung dengan memberikan tanggal, melainkan dengan memberikan serangkaian "apa" dan "bagaimana." Dia ingin mempersiapkan hati dan pikiran para murid untuk menghadapi masa depan, bukan untuk menghitung hari, bulan, atau tahun. Fokus-Nya adalah pada persiapan rohani dan misi, bukan pada spekulasi kronologis.

Dalam konteks modern, kita juga sering tergoda untuk mencari jawaban instan tentang masa depan. Dengan begitu banyak ketidakpastian di dunia—pandemi, krisis ekonomi, perubahan iklim, konflik geopolitik—kita mungkin merasa terdorong untuk mencari "tanda-tanda" yang dapat memprediksi kapan semua ini akan berakhir. Namun, seperti yang akan kita lihat, Yesus mengarahkan kita untuk melihat tanda-tanda ini dengan perspektif yang berbeda. Dia ingin kita fokus pada respons iman kita, bukan pada upaya sia-sia untuk menentukan waktu yang telah ditetapkan Allah.

II. Peringatan Akan Penyesatan dan Permulaan Penderitaan (Ayat 4-8)

A. Waspada Terhadap Penyesatan (Ayat 4-5)

4Jawab Yesus kepada mereka: "Waspadalah supaya jangan ada orang yang menyesatkan kamu!

5Sebab banyak orang akan datang dengan memakai nama-Ku dan berkata: Akulah Mesias, dan mereka akan menyesatkan banyak orang."

Peringatan pertama Yesus adalah tentang penyesatan. Ini bukan sekadar nasihat, melainkan sebuah perintah mendesak: "Waspadalah!" Kata Yunani yang digunakan, blepo, berarti "melihat," "memperhatikan," atau "menjaga diri." Ini menyiratkan kehati-hatian yang aktif dan terus-menerus. Penyesatan, atau planáo dalam bahasa Yunani, berarti "mengembara," "menyimpang," atau "menipu."

Yesus secara spesifik menunjuk pada "banyak orang" yang akan datang "dengan memakai nama-Ku dan berkata: Akulah Mesias." Sepanjang sejarah, kita telah melihat banyak individu yang mengklaim diri sebagai Kristus, dari Bar Kokhba di abad ke-2 hingga berbagai pemimpin sekte modern. Ini adalah tantangan serius bagi iman, karena penyesat ini tidak datang sebagai musuh terang-terangan, melainkan menyaru sebagai pembawa kebenaran, bahkan menggunakan nama Kristus.

Mengapa penyesatan menjadi tanda awal yang begitu penting? Karena penyesatan rohani merusak fondasi iman dari dalam. Jika kita tidak memiliki dasar yang kuat dalam ajaran Kristus yang sejati, kita akan rentan terhadap setiap "angin pengajaran" (Efesus 4:14). Penyesatan ini tidak hanya mengarah pada doktrin yang salah, tetapi juga pada praktik yang tidak etis, eksploitasi, dan bahkan kerusakan rohani dan emosional yang mendalam bagi pengikutnya.

Dalam dunia modern yang serba cepat dan penuh informasi, peringatan ini semakin relevan. Dengan begitu banyak suara yang bersaing, begitu banyak ideologi yang menarik, dan begitu banyak klaim tentang kebenaran, umat percaya harus sangat berhati-hati dalam membedakan mana yang berasal dari Tuhan dan mana yang bukan. Media sosial dan internet telah menjadi platform yang kuat bagi penyebaran penyesatan, di mana setiap orang dapat mengklaim sebagai "nabi" atau "guru" tanpa harus melalui saringan komunitas atau otoritas gerejawi yang sehat.

Bagaimana kita bisa waspada? Dengan mengakar kuat dalam Firman Tuhan, hidup dalam komunitas yang sehat, dan senantiasa meminta tuntunan Roh Kudus untuk membedakan roh. Pengetahuan yang mendalam tentang Kristus yang alkitabiah adalah pertahanan terbaik kita terhadap Kristus-Kristus palsu yang berjanji akan memberikan jawaban mudah atau jalan pintas menuju spiritualitas. Kita harus selalu menguji setiap ajaran dan klaim terhadap kebenaran yang diwahyukan dalam Alkitab. Jika ada ajaran yang bertentangan dengan karakter Yesus yang konsisten, atau yang menuntut kesetiaan mutlak kepada pemimpin manusia alih-alih kepada Kristus, itu adalah tanda bahaya yang jelas.

Penyesatan juga sering kali menarik karena menawarkan solusi yang tampak masuk akal atau menjanjikan kedamaian instan, kemakmuran tanpa batas, atau kekuatan yang luar biasa. Banyak yang "tertipu" karena mereka mencari kenyamanan atau keuntungan pribadi daripada kebenaran yang kadang menantang dan membutuhkan pengorbanan. Oleh karena itu, introspeksi diri juga penting: apa motivasi kita dalam mencari spiritualitas? Apakah kita mencari Tuhan atau mencari apa yang bisa Tuhan berikan kepada kita?

B. Deru Perang, Kelaparan, dan Gempa Bumi (Ayat 6-8)

6Kamu akan mendengar deru perang atau kabar-kabar tentang perang. Namun berawas-awaslah jangan kamu gelisah; sebab semuanya itu harus terjadi, tetapi itu belum kesudahannya.

7Sebab bangsa akan bangkit melawan bangsa, dan kerajaan melawan kerajaan. Akan ada kelaparan dan gempa bumi di berbagai tempat.

8Semua ini barulah permulaan penderitaan menjelang zaman baru.

Setelah memperingatkan tentang penyesatan rohani, Yesus beralih ke tanda-tanda yang lebih terlihat secara fisik: perang, kelaparan, dan gempa bumi. Ini adalah jenis penderitaan yang kita kenal sepanjang sejarah manusia. Konflik antar bangsa dan kerajaan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari catatan sejarah kita. Kelaparan, baik akibat perang maupun bencana alam, telah merenggut jutaan nyawa. Gempa bumi dan bencana alam lainnya terus menerus mengingatkan kita akan kerapuhan keberadaan kita di planet ini.

Namun, Yesus menekankan dua hal penting di sini. Pertama, "berawas-awaslah jangan kamu gelisah." Ini adalah panggilan untuk ketenangan di tengah kekacauan. Mengapa? Karena "semuanya itu harus terjadi." Ini bukan berarti Allah menyebabkan setiap bencana atau perang secara langsung, melainkan bahwa Allah berdaulat atas sejarah dan bahwa peristiwa-peristiwa ini adalah bagian dari rencana-Nya yang lebih besar, meskipun penderitaan manusia yang diakibatkannya adalah konsekuensi dari dosa dan dunia yang telah jatuh.

Kedua, Yesus menyatakan dengan jelas: "tetapi itu belum kesudahannya." Ayat 8 memperkuat hal ini dengan perumpamaan "permulaan penderitaan menjelang zaman baru" (dalam banyak terjemahan: "awal penderitaan"). Kata Yunani yang digunakan di sini, odin, berarti "sakit bersalin" atau "nyeri melahirkan." Ini adalah gambaran yang sangat kuat. Nyeri melahirkan bersifat intens, meningkat dalam frekuensi dan kekuatan, dan tidak menyenangkan, tetapi itu adalah indikasi bahwa sesuatu yang baru dan indah akan segera lahir. Demikian pula, perang, kelaparan, dan gempa bumi ini bukan akhir itu sendiri, melainkan "kontraksi" yang menandakan bahwa kedatangan Kerajaan Allah sepenuhnya sudah dekat.

Penting untuk tidak jatuh ke dalam perangkap sensasionalisme di sini. Sepanjang sejarah, orang-orang telah menunjuk pada setiap perang besar, setiap gempa bumi dahsyat, atau setiap wabah penyakit sebagai "akhir zaman." Yesus dengan tegas mengatakan bahwa ini hanyalah "permulaan." Ini berarti bahwa meskipun kita harus peka terhadap peristiwa-peristiwa ini, kita tidak boleh panik atau berasumsi bahwa akhir itu sudah tiba secara instan. Sebaliknya, kita harus melihatnya sebagai pengingat akan kebenaran nubuat Yesus dan sebagai dorongan untuk mempersiapkan diri secara rohani.

Bagaimana kita harus merespons tanda-tanda ini? Bukan dengan ketakutan atau keputusasaan, tetapi dengan kesadaran dan ketekunan. Kita dipanggil untuk menjadi pembawa damai di tengah perang, untuk berbagi makanan dengan yang kelaparan, dan untuk memberikan pertolongan kepada mereka yang terkena bencana. Respons kita haruslah respons kasih dan pelayanan, bukan fatalisme pasif. Dalam menghadapi kekejaman perang, kita berdoa untuk keadilan dan perdamaian. Di hadapan kelaparan, kita terpanggil untuk menyalurkan belas kasihan dan sumber daya. Ketika gempa bumi melanda, kita memberikan dukungan dan harapan.

Penderitaan ini, meskipun universal dan seringkali tragis, berfungsi sebagai pengingat akan kerapuhan hidup dan kebutuhan kita akan Juruselamat. Mereka mengingatkan kita bahwa dunia ini bukanlah rumah kekal kita, dan bahwa harapan kita yang sejati terletak pada Kerajaan Allah yang akan datang. Dengan demikian, "permulaan penderitaan" ini bukan hanya tanda peringatan, tetapi juga panggilan untuk memperdalam iman, memperkuat harapan, dan mempercepat misi kita.

Fakta bahwa Yesus mengatakan "ini belum kesudahannya" juga seharusnya memberi kita jeda untuk berpikir. Jika ini hanya permulaan, itu berarti masih ada waktu dan kesempatan bagi banyak orang untuk mendengar Injil dan bertobat. Ini bukan alasan untuk menunda, melainkan dorongan untuk meningkatkan urgensi dalam pemberitaan kebenaran, karena meskipun tanda-tanda ini sudah ada sejak zaman para rasul, intensitas dan jangkauan globalnya akan terus meningkat seiring dengan mendekatnya akhir.

III. Ujian Iman yang Mendalam (Ayat 9-12)

A. Penganiayaan dan Kebencian (Ayat 9)

9Pada waktu itu kamu akan diserahkan untuk disiksa dan dibunuh dan kamu akan dibenci semua bangsa oleh karena nama-Ku.

Peringatan selanjutnya dari Yesus adalah tentang penganiayaan yang akan dihadapi oleh para pengikut-Nya. Ini bukan lagi tentang bencana alam atau konflik antar bangsa, melainkan penderitaan yang secara langsung ditujukan kepada umat percaya. Yesus dengan jelas mengatakan bahwa mereka akan "diserahkan untuk disiksa dan dibunuh" dan "dibenci semua bangsa oleh karena nama-Ku."

Nubuat ini telah digenapi berulang kali sepanjang sejarah Kekristenan. Dari penganiayaan oleh Kekaisaran Romawi, di mana orang Kristen dilemparkan kepada singa atau dibakar hidup-hidup, hingga penganiayaan sistematis di berbagai negara pada abad ke-20 dan ke-21. Bahkan saat kita berbicara, ada orang-orang Kristen di seluruh dunia yang menghadapi ancaman fisik, penangkapan, pemenjaraan, dan kematian semata-mata karena iman mereka kepada Kristus. Laporan-laporan dari organisasi pemantau kebebasan beragama secara konsisten menunjukkan bahwa orang Kristen adalah kelompok agama yang paling banyak dianiaya di dunia.

Kebencian yang disebutkan Yesus bersifat universal: "dibenci semua bangsa." Ini menunjukkan bahwa penolakan terhadap Injil dan terhadap pengikut Kristus akan menjadi fenomena global. Mengapa? Karena Injil menantang nilai-nilai duniawi, menuntut kesetiaan yang tak terbagi kepada Kristus, dan mengekspos kegelapan dosa. Ketika seseorang memilih Kristus, ia secara otomatis menentang roh zaman ini yang seringkali menolak kebenaran mutlak dan moralitas ilahi. Oleh karena itu, penganiayaan bukanlah anomali, tetapi konsekuensi alami dari mengikut Kristus di dunia yang tidak mengenal-Nya.

Peringatan ini sangat penting bagi kita yang mungkin hidup dalam masyarakat di mana Kekristenan relatif diterima atau bahkan dominan. Kita mungkin tidak mengalami penganiayaan fisik yang ekstrem, tetapi kita bisa menghadapi bentuk-bentuk penganiayaan lain: diskriminasi di tempat kerja, ejekan di media sosial, marginalisasi dalam budaya populer, atau bahkan tekanan sosial untuk mengkompromikan iman kita. Yesus mengatakan bahwa ini adalah bagian dari tanda-tanda akhir zaman, dan kita harus siap untuk menghadapinya.

Bagaimana kita merespons penganiayaan? Dengan ketekunan dan kesaksian. Yesus sendiri mengajar dalam Khotbah di Bukit, "Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat" (Matius 5:11). Penganiayaan, meskipun menyakitkan, dapat menjadi alat untuk memurnikan iman kita dan memperkuat kesaksian kita di hadapan dunia. Darah para martir seringkali menjadi benih bagi pertumbuhan gereja.

Kisah-kisah para martir dan orang-orang percaya yang bertekun di bawah tekanan luar biasa harus menginspirasi kita. Mereka tidak menyangkal iman mereka demi kenyamanan sesaat, melainkan memilih untuk tetap setia, bahkan sampai mati. Kesaksian mereka adalah bukti nyata dari kekuatan Roh Kudus dan kebenaran janji-janji Allah. Ini mengajarkan kita bahwa fokus kita harus pada kemuliaan Kristus, bukan pada kenyamanan atau penerimaan dunia.

Dalam menghadapi kebencian dan penganiayaan, kita juga harus mengingat panggilan Yesus untuk mengasihi musuh dan mendoakan mereka yang menganiaya kita. Ini adalah respons yang melampaui logika manusiawi, sebuah respons yang hanya mungkin melalui kuasa Roh Kudus. Dengan melakukan itu, kita tidak hanya menunjukkan karakter Kristus, tetapi juga memberikan kesaksian yang kuat tentang Injil kepada mereka yang membenci kita.

B. Pengkhianatan, Kemurtadan, dan Kedurhakaan (Ayat 10-12)

10Banyak orang akan murtad dan mereka akan saling menyerahkan dan saling membenci.

11Banyak nabi palsu akan muncul dan menyesatkan banyak orang.

12Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin.

Bagian ini menggambarkan kerusakan internal dalam komunitas orang percaya dan masyarakat secara umum. Ini adalah tanda-tanda yang mungkin lebih menyakitkan daripada penganiayaan dari luar, karena datang dari dalam. Yesus berbicara tentang "banyak orang akan murtad" (skandalisthesontai - akan tersandung, tergoda, atau jatuh). Ini adalah kemurtadan dari iman, pengkhianatan terhadap kebenaran yang pernah diyakini.

Kemurtadan ini akan mengarah pada pengkhianatan internal: "mereka akan saling menyerahkan dan saling membenci." Di tengah penganiayaan dari luar, seharusnya umat percaya bersatu dan saling menguatkan. Namun, Yesus menubuatkan bahwa tekanan akan begitu besar sehingga beberapa orang akan mengkhianati sesama orang percaya, mungkin untuk menyelamatkan diri sendiri atau karena perbedaan doktrinal yang intens. Perpecahan, kecurigaan, dan kebencian akan merajalela di antara mereka yang seharusnya menjadi satu dalam Kristus.

Bersamaan dengan itu, akan muncul "banyak nabi palsu" yang akan "menyesatkan banyak orang." Ini mengulang peringatan di ayat 5 tetapi dengan penekanan pada "nabi palsu" yang mungkin mengklaim menerima wahyu langsung dari Tuhan, menawarkan interpretasi Alkitab yang menyimpang, atau menjanjikan jalan pintas menuju spiritualitas atau kemakmuran tanpa perlu pertobatan dan ketaatan yang sejati. Mereka akan menjadi agen penyesatan yang aktif, bukan hanya individu yang salah. Ajaran mereka akan terdengar menarik, menjanjikan kebebasan tanpa batasan, atau menekankan hal-hal yang sensasional, namun pada intinya akan menjauhkan orang dari kebenaran Injil yang murni.

Puncak dari kerusakan internal ini adalah "makin bertambahnya kedurhakaan" (anomia - tanpa hukum, pelanggaran hukum, ketidakpatuhan terhadap hukum Allah), yang akan menyebabkan "kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin." Ini adalah salah satu nubuat yang paling memilukan. Ketika dosa merajalela dan moralitas merosot, hati manusia menjadi keras dan tidak peka. Kasih, yang seharusnya menjadi ciri khas Kekristenan (Yohanes 13:35), akan memudar. Ini bukan hanya kasih terhadap Tuhan, tetapi juga kasih terhadap sesama, bahkan sesama orang percaya. Sikap apatis, egoisme, dan ketidakpedulian akan menggantikan semangat kasih yang membara.

Gambaran ini melukiskan masyarakat yang terkoyak dari dalam, baik secara spiritual maupun moral. Ini adalah peringatan keras bahwa kemerosotan rohani dan moral akan menjadi tanda yang jelas dari akhir zaman. Kita melihat gejala-gejala ini di sekitar kita: peningkatan angka kriminalitas, korupsi yang merajalela, perpecahan politik yang ekstrem, ketidakpedulian terhadap penderitaan orang lain, dan masyarakat yang semakin membenarkan setiap bentuk penyimpangan moral. Di dalam gereja sekalipun, kita bisa melihat ketidaksetiaan terhadap ajaran Alkitab, perpecahan yang tidak perlu, dan bahkan kurangnya kasih yang tulus di antara saudara seiman.

Bagaimana kita dapat mengatasi dinginnya kasih ini? Dengan menjaga api kasih kita tetap menyala melalui persekutuan yang erat dengan Kristus, perenungan Firman-Nya, dan pelayanan yang tulus kepada sesama. Kita dipanggil untuk menjadi teladan kasih di tengah dunia yang membenci, untuk menjadi pembawa kebenaran di tengah penyesatan, dan untuk menjadi agen rekonsiliasi di tengah perpecahan. Ini menuntut disiplin rohani yang tinggi dan ketergantungan penuh pada Roh Kudus untuk memperbaharui hati kita setiap hari. Kita harus secara aktif mencari cara untuk menunjukkan kasih Allah kepada orang lain, bahkan kepada mereka yang mungkin sulit dikasihi, dan menolak godaan untuk menjadi sinis atau apatis.

Nubuat ini juga menegaskan kembali pentingnya pengajaran Alkitab yang sehat dan kepemimpinan rohani yang benar. Ketika nabi-nabi palsu muncul, tugas gereja adalah untuk menjadi pilar kebenaran, membimbing umat Allah menjauh dari jebakan penyesatan. Kita harus menjadi jemaat yang berakar pada doktrin yang sehat, yang saling membangun dalam kasih, dan yang siap menghadapi ujian tanpa saling mengkhianati. Kita harus berani untuk menghadapi dosa dan kedurhakaan dalam diri kita sendiri dan dalam komunitas kita, daripada membiarkannya merusak kasih kita kepada Tuhan dan sesama.

Ilustrasi Pemberitaan Injil: Sebuah Alkitab terbuka di tengah, dengan garis-garis yang menyebar keluar seperti gelombang, mencapai dua titik di sisi, melambangkan Injil yang menyebar ke seluruh dunia.

IV. Ketekunan dan Amanat Agung (Ayat 13-14)

A. Bertahan Sampai Akhir (Ayat 13)

13Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.

Di tengah semua peringatan yang suram tentang penyesatan, perang, bencana, penganiayaan, dan kemurtadan, Yesus memberikan janji yang penuh harapan dan dorongan yang kuat: "Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat." Ini adalah titik balik yang krusial dalam khotbah-Nya.

Kata "bertahan" (hupomenó dalam bahasa Yunani) bukan sekadar berarti "menunggu" secara pasif. Ini berarti "bertekun," "tetap teguh," "bersabar dalam menghadapi kesulitan," "menanggung," atau "bertahan di bawah tekanan." Ini adalah ketekunan aktif dalam iman dan ketaatan, meskipun ada godaan untuk menyerah, godaan untuk kompromi, atau tekanan untuk murtad. Ini adalah ketekunan yang memegang teguh Kristus dan Injil-Nya tidak peduli apa pun yang terjadi di sekitar kita.

Kata "kesudahannya" mengacu pada akhir dari periode penderitaan dan penantian, yang berpuncak pada kedatangan kembali Kristus dan penetapan Kerajaan Allah sepenuhnya. Janji "akan selamat" tidak hanya merujuk pada keselamatan spiritual di kehidupan mendatang, tetapi juga pada pemeliharaan Allah di tengah-tengah kesengsaraan dan pada akhirnya, penerimaan ke dalam kemuliaan Kerajaan-Nya.

Ketekunan bukanlah sifat alami bagi kebanyakan orang. Kita cenderung mencari jalan keluar termudah dari kesulitan. Namun, Yesus menegaskan bahwa ketekunan adalah tanda sejati dari iman yang menyelamatkan. Iman yang sejati akan bertahan melalui api ujian. Ini adalah iman yang tidak goyah ketika godaan datang, tidak surut ketika penganiayaan menerpa, dan tidak menjadi dingin ketika kasih orang lain memudar.

Bagaimana kita bisa bertekun? Ini bukan melalui kekuatan kita sendiri, melainkan melalui anugerah dan kekuatan Roh Kudus yang berdiam dalam diri kita. Ketekunan adalah buah Roh (Galatia 5:22-23) yang dikembangkan melalui disiplin rohani: doa, pembacaan Firman, persekutuan dengan orang percaya lainnya, dan ketaatan kepada Tuhan. Kita harus menjaga pandangan kita tetap tertuju pada Yesus, "Sang Perintis dan Penyempurna iman kita" (Ibrani 12:2). Dialah teladan utama ketekunan, yang menanggung salib demi sukacita yang menanti-Nya.

Nubuat ini berfungsi sebagai peringatan dan dorongan. Peringatan agar kita tidak menganggap remeh iman kita, karena akan ada banyak ujian dan godaan. Dorongan untuk tetap setia, karena ada upah besar bagi mereka yang tetap bertekun. Janji keselamatan bagi mereka yang bertekun menegaskan bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan umat-Nya. Dia akan memberikan kekuatan yang dibutuhkan untuk bertahan, tidak peduli seberapa gelap masa depan terlihat. Ketekunan adalah bukti dari relasi sejati dengan Kristus, sebuah bukti bahwa kita telah diubahkan oleh anugerah-Nya dan kita adalah bagian dari umat-Nya yang terpilih.

Ayat ini juga memberikan perspektif yang berbeda tentang penderitaan. Alih-alih melihat penderitaan sebagai tanda ditinggalkan oleh Tuhan, kita harus melihatnya sebagai ujian yang memurnikan iman kita dan sebagai kesempatan untuk menunjukkan kesetiaan kita kepada Kristus. Ketika kita bertahan dalam iman melalui kesulitan, kita tidak hanya menerima keselamatan akhir, tetapi juga mengalami pertumbuhan rohani yang mendalam dan kedekatan yang lebih besar dengan Tuhan di sepanjang perjalanan.

Oleh karena itu, setiap kali kita menghadapi kesulitan, cobaan, atau godaan untuk menyerah pada iman kita, ingatlah janji ini: "orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat." Ini adalah janji yang harus menguatkan hati kita dan mendorong kita untuk terus maju, bahkan ketika jalan di depan tampak kabur dan penuh tantangan. Karena di balik semua penderitaan dan kesulitan, ada kepastian kemenangan bagi mereka yang tetap setia kepada Tuhan.

B. Injil untuk Segala Bangsa (Ayat 14)

14Dan Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya.

Ayat 14 adalah puncak dari seluruh perikop ini dan merupakan salah satu ayat paling penting dalam seluruh Alkitab mengenai misi gereja. Setelah semua peringatan tentang penyesatan dan penderitaan, Yesus mengungkapkan satu tanda yang pasti dan tidak dapat disalahpahami yang akan mendahului akhir: pemberitaan Injil Kerajaan ke seluruh dunia sebagai kesaksian bagi semua bangsa.

Ini adalah Amanat Agung dalam konteks eskatologis. "Injil Kerajaan ini" adalah kabar baik tentang pemerintahan Allah yang telah datang dalam Yesus Kristus dan akan digenapi sepenuhnya pada kedatangan-Nya kembali. Injil ini harus "diberitakan di seluruh dunia" (en holé té oikoumené - di seluruh bumi yang dihuni, atau seluruh dunia yang dikenal). Tujuannya adalah "menjadi kesaksian bagi semua bangsa" (pasi tois ethnesin - bagi semua kelompok etnis atau bangsa). Baru "sesudah itu barulah tiba kesudahannya."

Ini mengubah perspektif kita tentang tanda-tanda akhir zaman. Tanda-tanda lain—perang, kelaparan, gempa bumi, penyesatan, penganiayaan—adalah indikasi bahwa "akhir" itu mendekat, tetapi tanda ini—pemberitaan Injil global—adalah prasyarat yang harus dipenuhi sebelum akhir itu tiba. Ini berarti bahwa Kedatangan Kristus Kembali tidak akan terjadi sampai gereja-Nya menyelesaikan tugas misinya.

Ini adalah amanat yang sangat memotivasi. Kita bukan hanya menunggu akhir, kita secara aktif terlibat dalam membawa akhir itu lebih dekat melalui ketaatan kita pada Amanat Agung. Setiap kali Injil diberitakan kepada kelompok bangsa yang baru, setiap kali ada orang yang menerima Kristus di tempat yang belum pernah terjangkau sebelumnya, kita sedang bergerak satu langkah lebih dekat menuju pemenuhan nubuat ini dan kedatangan kembali Kristus. Ini menegaskan bahwa misi adalah jantung dari rencana Allah bagi umat manusia dan prioritas utama bagi gereja di bumi.

Dalam sejarah, kita telah melihat bagaimana Injil telah menyebar dari Yerusalem, melalui Yudea dan Samaria, hingga ke ujung bumi. Melalui para rasul, misionaris dari berbagai generasi, reformator, dan gereja-gereja lokal, Injil telah menjangkau benua-benua, bahasa-bahasa, dan budaya-budaya yang berbeda. Saat ini, dengan kemajuan teknologi dan globalisasi, ada lebih banyak kesempatan daripada sebelumnya untuk menyampaikan Injil kepada semua bangsa, bahkan melalui media digital, radio, televisi, dan misi lintas budaya yang terorganisir.

Meskipun kemajuan telah pesat, masih ada "bangsa-bangsa yang belum terjangkau"—kelompok etnis yang belum memiliki kesaksian Injil yang cukup, atau belum memiliki gereja lokal yang mampu memberitakan Injil kepada mereka. Tugas ini belum selesai. Oleh karena itu, kita memiliki panggilan yang jelas untuk terlibat dalam misi global, baik melalui dukungan doa, dukungan finansial, atau melalui keterlibatan langsung sebagai misionaris.

Ayat ini juga memberikan tujuan yang jelas bagi penderitaan dan penganiayaan yang disebutkan sebelumnya. Mengapa orang Kristen harus bertekun di tengah penganiayaan? Agar mereka dapat terus menjadi saksi Injil. Mengapa Injil akan diberitakan di seluruh dunia? Agar semua bangsa memiliki kesempatan untuk mendengar dan merespons. Misi bukanlah pilihan tambahan bagi gereja; misi adalah inti keberadaan kita di bumi ini, terutama dalam terang eskatologi. Jika kita tidak aktif dalam misi, kita sebenarnya menghambat kedatangan kembali Tuhan kita.

Pemberitaan Injil ini harus dilakukan "menjadi kesaksian." Ini bukan sekadar menyampaikan informasi, tetapi hidup dan berbicara kebenaran tentang Kristus dengan cara yang meyakinkan dan transformatif. Kesaksian kita harus otentik, dihidupi dalam perkataan dan perbuatan. Ini adalah tanggung jawab setiap orang percaya, bukan hanya para pendeta atau misionaris profesional. Kita semua dipanggil untuk menjadi duta Kristus di mana pun kita berada, di lingkungan kerja, di sekolah, di rumah, dan di tengah masyarakat.

Jadi, meskipun kita harus waspada terhadap tanda-tanda yang lain, perhatian utama kita sebagai orang percaya harus selalu pada Amanat Agung ini. Itu adalah mandat yang diberikan oleh Kristus sendiri, yang harus kita penuhi dengan urgensi dan dedikasi. Ketika kita melihat tanda-tanda akhir zaman semakin jelas, itu seharusnya tidak membuat kita takut atau panik, melainkan membakar semangat kita untuk lebih giat lagi dalam memberitakan Injil, karena kita tahu bahwa waktu semakin singkat dan pekerjaan itu mendesak. Kedatangan Tuhan kita sudah dekat, dan Dia sedang menunggu gereja-Nya untuk menyelesaikan misi-Nya.

V. Implikasi dan Panggilan bagi Kita Hari Ini

Setelah merenungkan Matius 24:3-14, jelaslah bahwa bagian ini bukan dimaksudkan untuk memicu ketakutan atau spekulasi yang tidak produktif, melainkan untuk mempersiapkan umat Allah bagi kedatangan-Nya. Pesan Yesus adalah panggilan untuk waspada, bertekun, dan bermisi. Apa implikasinya bagi kita di abad ke-21 ini?

A. Jangan Panik, Tetap Waspada

Yesus berulang kali mengatakan "jangan kamu gelisah" (ayat 6) dan memperingatkan tentang penyesatan. Ini adalah panggilan untuk keseimbangan. Kita tidak boleh mengabaikan tanda-tanda akhir zaman, tetapi kita juga tidak boleh terjebak dalam paranoia atau ketakutan yang melumpuhkan. Dunia akan selalu menghadapi krisis, tetapi sebagai orang percaya, kita memiliki harapan yang lebih besar dari sekadar apa yang ditawarkan dunia ini. Waspada berarti kita peka terhadap tren dan peristiwa yang mengkonfirmasi nubuat Yesus, tetapi hati kita tetap tenang karena kita tahu siapa yang memegang kendali.

Waspada juga berarti kita tidak mudah terbawa oleh setiap "berita sensasional" tentang akhir zaman yang muncul di media atau internet. Banyak yang mencoba mencari keuntungan dari ketakutan orang dengan memprediksi tanggal atau menunjuk pada peristiwa tertentu sebagai "akhir dari akhir." Yesus sendiri mengatakan tidak ada yang tahu harinya dan saatnya (Matius 24:36). Fokus kita harus pada kesiapan rohani, bukan pada penentuan waktu kronologis.

Ini juga berarti kita harus cerdas secara rohani. Di tengah banjir informasi dan beragam klaim kebenaran, kita harus menjadi umat yang memiliki landasan Alkitab yang kokoh. Ini membutuhkan komitmen pribadi untuk membaca, mempelajari, dan merenungkan Firman Tuhan secara konsisten. Semakin kita mengenal Tuhan yang sejati melalui Firman-Nya, semakin mudah kita mengenali penyesatan dan suara-suara palsu. Waspada adalah sikap proaktif, bukan pasif.

B. Fokus pada Kristus, Bukan Tanda-Tanda

Mudah sekali untuk terobsesi dengan tanda-tanda—perang, gempa bumi, kelaparan—dan kehilangan pandangan akan Pribadi yang menjadi fokus utama eskatologi kita: Yesus Kristus. Tanda-tanda itu penting sebagai penanda waktu, tetapi yang terpenting adalah relasi kita dengan Kristus. Kesiapan kita bukanlah tentang memahami setiap detail nubuat, tetapi tentang hidup dalam ketaatan dan persekutuan yang erat dengan Tuhan setiap hari.

Jika kita terlalu fokus pada tanda-tanda, kita berisiko menjadi ahli eskatologi yang cemas tetapi miskin dalam kasih dan pelayanan. Tujuan tanda-tanda adalah untuk mendorong kita kepada Kristus, untuk mempersiapkan kedatangan-Nya, dan untuk memotivasi kita dalam misi-Nya. Jadi, mari kita pastikan bahwa hati kita berpusat pada Yesus, kasih kita kepada-Nya membara, dan hidup kita mencerminkan kebenaran Injil yang kita yakini.

Fokus pada Kristus juga berarti kita menempatkan iman kita pada kedaulatan-Nya atas segala sesuatu. Dia adalah Alfa dan Omega, yang awal dan yang akhir. Tidak ada peristiwa di dunia ini yang berada di luar jangkauan atau pengetahuan-Nya. Ketika kita benar-benar percaya pada kedaulatan Kristus, kita dapat menemukan kedamaian sejati bahkan di tengah-tengah kekacauan terbesar sekalipun. Ini bukan kepasrahan fatalistik, melainkan keyakinan yang teguh bahwa Dia akan menggenapi semua rencana-Nya dengan sempurna.

C. Hidup dalam Kekudusan dan Integritas

Nubuat tentang kedurhakaan yang meningkat dan kasih yang menjadi dingin (ayat 12) adalah peringatan yang tajam bagi kita. Di tengah kemerosotan moral masyarakat, kita dipanggil untuk hidup secara berbeda. Kita dipanggil untuk menjadi terang di tengah kegelapan, untuk menunjukkan kasih Kristus di tengah kebencian, dan untuk menjunjung tinggi standar kebenaran Allah di tengah kompromi. Ini berarti kita harus secara aktif menolak godaan dosa, mengejar kekudusan dalam setiap aspek kehidupan kita, dan menjaga hati kita tetap lembut dan penuh kasih.

Integritas pribadi, baik dalam pikiran, perkataan, maupun perbuatan, menjadi kesaksian yang kuat di tengah dunia yang makin amoral. Ketika orang Kristen hidup jujur, adil, dan berbelas kasih, itu adalah kesaksian yang jauh lebih kuat daripada kata-kata belaka. Dengan hidup kudus, kita menunjukkan bahwa Kerajaan Allah tidak hanya akan datang, tetapi juga sudah hadir dan berkuasa dalam hidup kita. Ini adalah bagaimana kita melawan "dinginnya kasih" yang dinubuatkan Yesus.

Kekudusan bukan tentang kesempurnaan tanpa cela, melainkan tentang komitmen untuk terus bertumbuh dalam karakter Kristus, bergantung pada Roh Kudus. Ini adalah proses seumur hidup yang melibatkan pertobatan terus-menerus dan penyerahan diri yang lebih dalam kepada kehendak Allah. Ketika kita memprioritaskan kekudusan, kita juga melindungi diri dari penyesatan dan memastikan bahwa iman kita berakar dalam kebenaran sejati.

D. Misi adalah Prioritas Utama

Ayat 14 adalah mandat yang tak terbantahkan. Sebelum akhir itu tiba, Injil Kerajaan harus diberitakan di seluruh dunia sebagai kesaksian bagi semua bangsa. Ini adalah tugas gereja, dan itu berarti misi bukanlah pilihan atau kegiatan sampingan, melainkan prioritas utama kita. Setiap orang percaya memiliki peran dalam Amanat Agung ini, baik sebagai pendoa, pemberi, penginjil, atau misionaris.

Kita harus memiliki hati bagi bangsa-bangsa yang belum terjangkau. Kita harus mendukung upaya misi, berdoa untuk para misionaris, dan bersedia untuk pergi jika Tuhan memanggil. Kita juga dipanggil untuk menjadi misionaris di lingkungan kita sendiri—di keluarga, di tempat kerja, di sekolah, dan di komunitas lokal. Setiap interaksi yang kita miliki adalah kesempatan untuk membagikan kasih dan kebenaran Kristus. Karena setiap jiwa yang mendengar dan merespons Injil membawa kita satu langkah lebih dekat kepada kedatangan Kristus kembali.

Jika tanda-tanda akhir zaman semakin jelas, maka urgensi misi juga harus meningkat. Kita tidak bisa berdiam diri dan menunggu akhir; kita harus aktif dalam misi untuk membawa sebanyak mungkin orang kepada Kristus sebelum pintu anugerah tertutup. Ini adalah tugas yang mulia dan berat, tetapi Tuhan telah berjanji untuk menyertai kita sampai kepada akhir zaman (Matius 28:20).

Misi juga bukan sekadar tentang menyampaikan informasi rohani, tetapi tentang meniru hati Kristus yang berbelas kasihan kepada yang hilang. Ini melibatkan penjangkauan holistik—tidak hanya memenuhi kebutuhan rohani, tetapi juga kebutuhan fisik dan emosional, mengikuti teladan Yesus yang melayani seluruh pribadi. Dengan demikian, misi menjadi ekspresi nyata dari kasih yang tidak menjadi dingin, bahkan di tengah dunia yang dingin.

E. Membangun Komunitas yang Bertahan

Nubuat tentang pengkhianatan dan kebencian internal (ayat 10) adalah pengingat akan pentingnya membangun komunitas Kristen yang kuat dan penuh kasih. Kita membutuhkan satu sama lain untuk bertahan melalui masa-masa sulit. Di tengah penganiayaan dari luar, kita harus bersatu dan saling menguatkan. Di tengah penyesatan, kita harus saling mengingatkan akan kebenaran. Di tengah dinginnya kasih, kita harus saling menghangatkan dengan kasih Kristus.

Gereja lokal adalah anugerah Tuhan di masa-masa sulit. Ini adalah tempat di mana kita dapat tumbuh dalam iman, menerima pengajaran yang sehat, dan mengalami persekutuan yang mendukung. Mari kita berkomitmen untuk membangun gereja yang sehat, yang mencerminkan kasih Kristus, yang berpegang teguh pada kebenaran Alkitab, dan yang aktif dalam misi. Ini akan menjadi mercusuar harapan di tengah dunia yang makin gelap.

Membangun komunitas juga berarti kita harus proaktif dalam menyelesaikan konflik, mempraktikkan pengampunan, dan memelihara kesatuan dalam Roh. Ketika dunia di luar penuh perpecahan, gereja harus menjadi model persatuan yang sejati, yang diikat oleh kasih Kristus. Inilah cara kita menghadapi tanda-tanda kemurtadan dan kebencian dari dalam, dengan menunjukkan bahwa kasih Kristus mampu menyatukan orang-orang yang berbeda latar belakang.

F. Doa dan Ketergantungan pada Roh Kudus

Tidak ada satupun dari panggilan ini—waspada, fokus pada Kristus, hidup kudus, bermisi, membangun komunitas—yang dapat kita lakukan dengan kekuatan kita sendiri. Kita sangat bergantung pada Roh Kudus. Yesus sendiri berjanji bahwa Roh Kudus akan membimbing kita ke dalam seluruh kebenaran dan memberi kita kuasa untuk menjadi saksi-Nya (Yohanes 16:13, Kisah Para Rasul 1:8).

Doa adalah saluran kita untuk menerima kekuatan dan hikmat dari Tuhan. Kita perlu berdoa secara teratur untuk diri kita sendiri, untuk gereja, untuk para pemimpin dunia, untuk mereka yang dianiaya, dan untuk pemberitaan Injil ke seluruh dunia. Doa bukan hanya aktivitas, tetapi ekspresi dari ketergantungan kita yang total kepada Allah. Melalui doa, kita mengundang kuasa ilahi untuk bekerja dalam hidup kita dan melalui kita.

Jadi, mari kita jadikan doa sebagai fondasi dari setiap aspek kehidupan kita sebagai orang percaya di akhir zaman. Mari kita bersandar sepenuhnya pada Roh Kudus untuk memberi kita ketekunan, kasih, hikmat, dan kuasa untuk hidup dan bermisi sampai Kristus datang kembali.

Kesimpulan

Matius 24:3-14 adalah bagian yang menantang sekaligus memotivasi. Yesus tidak ingin murid-murid-Nya hidup dalam ketidaktahuan atau ketakutan. Sebaliknya, Dia memberikan kepada mereka peta jalan rohani untuk melewati masa-masa yang sulit, mempersiapkan mereka untuk kedatangan-Nya kembali, dan memberi mereka misi yang jelas untuk diselesaikan.

Kita telah melihat bahwa tanda-tanda akhir zaman bukanlah ramalan yang dimaksudkan untuk memuaskan rasa ingin tahu kita tentang masa depan, melainkan serangkaian peringatan dan panggilan. Mereka memperingatkan kita tentang penyesatan, penderitaan, dan kemerosotan moral. Tetapi mereka juga memanggil kita untuk bertekun dalam iman, untuk menjaga api kasih tetap menyala, dan untuk memprioritaskan pemberitaan Injil Kerajaan ke seluruh dunia.

Ketika kita melihat perang, kelaparan, bencana, penyesatan, dan penganiayaan di sekitar kita, mari kita tidak gelisah. Sebaliknya, biarlah ini menjadi pengingat yang kuat bahwa janji Yesus akan kedatangan-Nya kembali adalah nyata dan semakin dekat. Dan biarlah pengingat ini mengobarkan semangat kita untuk hidup lebih setia, lebih kudus, dan lebih berdedikasi dalam memenuhi Amanat Agung-Nya.

Orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat, dan Injil Kerajaan harus diberitakan kepada semua bangsa. Inilah dua pilar yang harus menjadi fokus hidup kita sebagai pengikut Kristus. Marilah kita hidup dengan kesadaran akan kedatangan-Nya yang segera, dengan iman yang tidak goyah, dengan kasih yang membara, dan dengan komitmen yang tak tergoyahkan untuk memberitakan kabar baik tentang Yesus Kristus, Sang Raja yang akan datang.

Semoga Tuhan memberkati setiap langkah hidup kita, memampukan kita untuk menjadi saksi-Nya yang setia, dan mempersiapkan kita untuk hari yang mulia itu, yaitu hari kedatangan-Nya kembali.