Pengantar: Sebuah Himne Pujian yang Agung
Mazmur 145 adalah salah satu dari sedikit mazmur yang sepenuhnya didedikasikan untuk pujian. Ini adalah "himne" yang luar biasa yang merayakan keagungan, kebaikan, keadilan, dan kesetiaan Allah dalam segala aspek keberadaan-Nya. Mazmur ini dikenal sebagai mazmur "Akrostik", di mana setiap ayat (dalam teks Ibrani aslinya) dimulai dengan huruf yang berurutan dari abjad Ibrani, sebuah struktur yang menunjukkan kesempurnaan dan kelengkapan pujian kepada Allah dari A sampai Z. Meskipun dalam terjemahan bahasa Indonesia struktur akrostik ini tidak selalu terlihat jelas, esensi pujian yang menyeluruh tetap terpancar kuat.
Daud, sang penulis mazmur ini, mengundang bukan hanya dirinya sendiri tetapi juga setiap ciptaan untuk bergabung dalam paduan suara pujian tak berkesudahan kepada Tuhan. Mazmur ini bukan sekadar daftar sifat-sifat Allah, melainkan sebuah undangan untuk mengalami dan merespons kedahsyatan karakter-Nya. Melalui Mazmur 145, kita diajak untuk melihat Allah yang berdaulat atas segalanya, yang hadir dalam detail terkecil kehidupan kita, dan yang kesetiaan-Nya tidak pernah pudar.
Dalam dunia yang seringkali terasa kacau, penuh ketidakpastian, dan terkadang menyakitkan, Mazmur 145 hadir sebagai jangkar yang kokoh. Ia mengingatkan kita bahwa di atas segala gejolak, ada Allah yang tetap baik, adil, dan penuh kasih. Merenungkan Mazmur ini adalah sebuah perjalanan spiritual yang akan memperbaharui perspektif kita, menguatkan iman kita, dan membangkitkan kembali semangat kita untuk hidup dalam pujian.
Sebuah simbol tangan terangkat dalam pujian.
Mari kita selami setiap bagian dari Mazmur 145, membiarkan setiap ayat menuntun kita pada pemahaman yang lebih dalam tentang Siapa Allah yang kita sembah, dan bagaimana kebenaran ini harus membentuk hidup kita.
Pujian yang Tak Berkesudahan: Mengagungkan Nama Tuhan (Ayat 1-3)
1Aku hendak mengagungkan Engkau, ya Allahku, ya Raja, aku hendak memuji nama-Mu untuk seterusnya dan selamanya.
2Setiap hari aku hendak memuji Engkau, dan hendak memuliakan nama-Mu untuk seterusnya dan selamanya.
3Besarlah TUHAN dan sangat terpuji, dan kebesaran-Nya tidak terduga.
Daud membuka mazmur ini dengan deklarasi pribadi yang kuat: "Aku hendak mengagungkan Engkau, ya Allahku, ya Raja, aku hendak memuji nama-Mu untuk seterusnya dan selamanya." Ini bukan sekadar keinginan sesaat, melainkan komitmen seumur hidup, bahkan melampaui waktu. Pujian Daud bersifat pribadi ("Aku"), namun juga mengakui kedaulatan universal Allah ("ya Raja"). Mengagungkan Allah berarti meninggikan-Nya di atas segalanya, mengakui kemuliaan dan otoritas-Nya yang tak terbatas.
Pujian ini tidak hanya untuk hari ini atau esok, tetapi "untuk seterusnya dan selamanya". Ini adalah pujian yang tak terbatas oleh waktu, melambangkan kekekalan Allah sendiri. Dalam ayat 2, Daud mempertegas frekuensi pujiannya: "Setiap hari aku hendak memuji Engkau, dan hendak memuliakan nama-Mu untuk seterusnya dan selamanya." Pujian harian ini menunjukkan bahwa pengenalan akan Allah bukanlah peristiwa sekali saja, melainkan sebuah proses berkelanjutan yang mengisi setiap momen hidup kita. Setiap hari membawa alasan baru untuk memuji, setiap pagi adalah kesempatan baru untuk melihat kemurahan-Nya.
Mengapa pujian ini harus terus-menerus? Ayat 3 memberikan alasannya: "Besarlah TUHAN dan sangat terpuji, dan kebesaran-Nya tidak terduga." Kata "besarlah" dalam bahasa Ibrani, gadol, bukan hanya merujuk pada ukuran fisik, tetapi pada kemuliaan, kekuatan, dan otoritas. Kebesaran Allah sungguh tidak terduga, tidak dapat diukur, atau dipahami sepenuhnya oleh akal manusia. Semakin kita mencoba memahami-Nya, semakin kita menyadari betapa tak terbatasnya Dia.
Pikiran ini seharusnya menumbuhkan kerendahan hati dan kekaguman dalam diri kita. Jika kebesaran-Nya tidak terduga, itu berarti selalu ada lebih banyak lagi untuk dipelajari, lebih banyak lagi untuk dikagumi, dan lebih banyak lagi untuk dipuji. Pujian kita adalah respons alami terhadap realitas Allah yang tak terbatas ini. Itu adalah cara kita mengakui bahwa Dia melampaui pemahaman kita, namun Dia memilih untuk menyatakan diri-Nya kepada kita.
Dalam konteks kehidupan modern, di mana kita sering kali terperangkap dalam rutinitas dan kesibukan, panggilan untuk memuji Allah "setiap hari" menjadi tantangan sekaligus berkat. Ini mengingatkan kita untuk menghentikan sejenak hiruk pikuk hidup, mengangkat pandangan kita dari masalah sehari-hari, dan mengarahkan hati kita kepada Pribadi yang jauh lebih besar dari segala masalah. Pujian harian adalah disiplin rohani yang mengkalibrasi ulang jiwa kita, menempatkan perspektif kita pada tempat yang benar, dan menyelaraskan hati kita dengan kehendak Ilahi.
Mari kita bertanya pada diri sendiri: Apakah pujian saya kepada Allah bersifat harian dan tak berkesudahan? Apakah saya sungguh-sungguh mengakui kebesaran-Nya yang tak terduga dalam hidup saya? Jika tidak, Mazmur ini mengundang kita untuk memulai kembali, untuk menjadikan pujian sebagai napas spiritual kita, sebagai respons alami terhadap kasih dan keagungan Allah yang tak terbatas.
Warisan Pujian: Memberitakan Pekerjaan Allah (Ayat 4-7)
4Turun-temurun akan memuji pekerjaan-pekerjaan-Mu yang dahsyat dan akan memberitakan keperkasaan-Mu.
5Tentang semarak kemuliaan-Mu yang agung dan tentang perbuatan-perbuatan-Mu yang ajaib aku hendak merenungkannya.
6Orang akan mengatakan tentang kekuatan perbuatan-perbuatan-Mu yang dahsyat, dan aku hendak menceritakan kebesaran-Mu.
7Mereka akan memasyhurkan peringatan akan kebajikan-Mu yang melimpah dan akan menyanyikan keadilan-Mu.
Daud memperluas cakupan pujian dari individu ke generasi. Ayat 4 menyatakan, "Turun-temurun akan memuji pekerjaan-pekerjaan-Mu yang dahsyat dan akan memberitakan keperkasaan-Mu." Ini adalah visi yang melampaui masa hidup seseorang. Pujian kepada Allah harus menjadi warisan yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Ini adalah tanggung jawab ilahi untuk memastikan bahwa anak cucu kita mengenal Allah yang sama yang kita sembah, dan untuk memberitakan kepada mereka perbuatan-perbuatan-Nya yang dahsyat.
Tiga figur melambangkan kesinambungan iman lintas generasi.
Pekerjaan-pekerjaan Allah yang dahsyat (norah) tidak hanya merujuk pada peristiwa besar seperti Keluaran dari Mesir, tetapi juga karya penciptaan, pemeliharaan alam semesta, dan setiap intervensi Ilahi dalam sejarah dan kehidupan pribadi. Menceritakan "keperkasaan-Mu" (gevurah) berarti menyingkapkan kekuatan dan kuasa Allah yang tak tertandingi.
Ayat 5 dan 6 menunjukkan bagaimana pujian ini dilakukan: "Tentang semarak kemuliaan-Mu yang agung dan tentang perbuatan-perbuatan-Mu yang ajaib aku hendak merenungkannya." Merenungkan (siach) berarti berdialog, berbicara, atau bermeditasi tentang sesuatu. Daud tidak hanya memuji dengan bibir, tetapi ia merenungkan dalam hatinya tentang kemuliaan Allah. Ini adalah pujian yang lahir dari pemahaman yang mendalam. Kemuliaan Allah adalah esensi diri-Nya yang indah dan sempurna, yang termanifestasi dalam segala perbuatan-Nya yang ajaib (pala).
Kita, sebagai umat percaya, juga dipanggil untuk merenungkan keagungan Allah. Merenungkan firman-Nya, merenungkan karya-Nya di alam semesta, dan merenungkan campur tangan-Nya dalam hidup kita. Dari perenungan inilah akan lahir kesaksian yang otentik: "Orang akan mengatakan tentang kekuatan perbuatan-perbuatan-Mu yang dahsyat, dan aku hendak menceritakan kebesaran-Mu." Pujian tidak bisa hanya disimpan dalam hati; ia harus diungkapkan. Kesaksian tentang perbuatan Allah adalah alat yang ampuh untuk memberitakan injil dan membangun iman orang lain.
Puncaknya ada pada ayat 7: "Mereka akan memasyhurkan peringatan akan kebajikan-Mu yang melimpah dan akan menyanyikan keadilan-Mu." "Kebajikan yang melimpah" (rav tuv) berarti kebaikan Allah yang tak terbatas, yang mengalir seperti sungai yang deras. Ini bukan kebaikan yang biasa-biasa saja, tetapi kebaikan yang berlimpah ruah, yang selalu ada, dan yang mencukupi segala kebutuhan. Bersama dengan kebajikan-Nya, ada pula keadilan-Nya (tsedeq) yang akan dinyanyikan. Keadilan Allah adalah dasar dari takhta-Nya, memastikan bahwa Dia selalu bertindak benar, adil, dan setia pada janji-Nya.
Warisan pujian ini berarti kita bertanggung jawab untuk tidak hanya menerima kebenaran tentang Allah, tetapi juga untuk menyampaikannya. Orang tua kepada anak-anak, guru kepada murid, jemaat kepada komunitas. Ini adalah siklus abadi di mana satu generasi mengajar generasi berikutnya tentang siapa Allah itu dan apa yang telah Dia lakukan. Bagaimana kita bisa memastikan warisan ini terus berlanjut? Dengan hidup yang mencerminkan pujian itu, dengan membagikan kesaksian kita secara lisan, dan dengan menciptakan lingkungan di mana generasi muda dapat mengalami kebaikan dan keadilan Allah secara pribadi.
Perenungan ayat-ayat ini seharusnya mendorong kita untuk menjadi pencerita kebesaran Allah. Ceritakanlah kepada keluarga, teman, dan bahkan orang asing, tentang kebaikan-Nya yang melimpah, keadilan-Nya yang teguh, dan perbuatan-Nya yang ajaib. Jadilah bagian dari rantai pujian yang tak terputus, yang dimulai oleh Daud dan terus berlanjut hingga hari ini, menunggu Kristus datang kembali.
Karakter Allah: Pengasih, Penyayang, dan Baik Kepada Semua (Ayat 8-9)
8TUHAN itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya.
9TUHAN itu baik kepada semua orang, dan rahmat-Nya meliputi segala yang dijadikan-Nya.
Ayat 8 dan 9 adalah jantung dari Mazmur 145, mengungkapkan karakter Allah yang paling inti dan menghibur. Daud menyatakan, "TUHAN itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya." Ini adalah gambaran klasik tentang karakter Allah yang sering diulang dalam Perjanjian Lama (contohnya Keluaran 34:6-7). Mari kita pecah satu per satu:
- Pengasih (Rachum): Kata ini berasal dari akar kata untuk "rahim", menunjukkan kasih yang mendalam, lembut, dan penuh kelembutan seperti kasih seorang ibu kepada anaknya. Ini adalah belas kasihan yang tulus dan mendalam, yang bergerak untuk meringankan penderitaan.
- Penyayang (Channun): Ini adalah anugerah atau kebaikan yang diberikan tanpa syarat atau karena jasa. Allah menunjukkan kemurahan hati-Nya kepada orang-orang yang tidak pantas menerimanya.
- Panjang Sabar (Erekh Appayim): Secara harfiah berarti "lambat marah". Allah tidak tergesa-gesa dalam menghukum, memberikan kesempatan berulang kali bagi manusia untuk bertobat dan kembali kepada-Nya. Kesabaran-Nya adalah bukti dari kasih-Nya yang luar biasa.
- Besar Kasih Setia-Nya (Rav Chesed): "Kasih setia" atau chesed adalah salah satu kata kunci dalam Alkitab, merujuk pada kasih yang teguh, setia, dan tidak pernah goyah, sering kali dalam konteks perjanjian. Allah adalah kaya dalam kasih setia-Nya, yang tidak terbatas dan abadi.
Keempat sifat ini bekerja bersama untuk melukiskan potret Allah yang penuh kasih, yang peduli, dan yang selalu ada bagi umat-Nya. Dia bukan Allah yang jauh dan tidak peduli, melainkan Pribadi yang secara aktif terlibat dalam kehidupan ciptaan-Nya dengan kasih dan anugerah.
Jantung yang memancarkan kehidupan, simbol kasih dan kesetiaan Allah.
Kemudian, ayat 9 memperluas jangkauan kasih dan kemurahan Allah: "TUHAN itu baik kepada semua orang, dan rahmat-Nya meliputi segala yang dijadikan-Nya." Ini adalah kebenaran yang revolusioner. Kebaikan Allah tidak hanya terbatas pada umat pilihan-Nya, tetapi menjangkau seluruh ciptaan. Matahari terbit bagi orang baik maupun orang jahat, hujan turun bagi yang adil dan yang tidak adil (Matius 5:45). Ini adalah "rahmat umum" Allah, bukti dari kemurahan hati-Nya yang tak terbatas.
"Rahmat-Nya meliputi segala yang dijadikan-Nya" (rachamim) menunjukkan bahwa belas kasihan Allah tidak mengenal batas. Setiap makhluk, dari yang terkecil hingga yang terbesar, adalah penerima kasih dan pemeliharaan-Nya. Burung-burung di udara, bunga-bunga di padang, dan bahkan makhluk yang tidak kita lihat, semua adalah objek perhatian dan kemurahan Allah.
Apa implikasinya bagi kita? Pertama, ini seharusnya memberikan kita penghiburan yang mendalam. Tidak peduli seberapa jauh kita merasa telah jatuh, atau seberapa besar dosa kita, Allah tetap pengasih dan penyayang. Pintu pertobatan selalu terbuka, karena Dia panjang sabar dan besar kasih setia-Nya. Kedua, ini menuntut kita untuk mencerminkan karakter ini. Jika Allah baik kepada semua orang, bagaimana kita bisa membatasi kebaikan kita hanya kepada orang-orang yang kita suka? Kita dipanggil untuk menunjukkan kasih, belas kasihan, dan kesabaran kepada semua orang, meniru karakter Bapa kita di surga.
Ketiga, ayat ini seharusnya mengisi kita dengan rasa syukur yang tak terhingga. Untuk setiap napas, setiap makanan, setiap hari yang cerah, setiap hubungan yang bermakna, kita adalah penerima kebaikan Allah. Ini adalah kebaikan yang tidak kita dapatkan melalui usaha kita sendiri, tetapi semata-mata karena rahmat-Nya yang melimpah.
Marilah kita berhenti sejenak untuk merenungkan kebenaran yang menakjubkan ini. Apakah saya sungguh percaya bahwa TUHAN itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya kepada saya? Apakah saya melihat rahmat-Nya dalam detail kecil kehidupan saya sehari-hari? Membiarkan kebenaran ini meresap ke dalam hati kita akan mengubah cara kita memandang diri sendiri, orang lain, dan dunia di sekitar kita. Itu akan membawa damai sejahtera dan sukacita yang tak tergoyahkan, karena kita tahu kita dicintai oleh Allah yang karakter-Nya sempurna dalam kasih.
Kerajaan yang Abadi: Kemuliaan dan Kedaulatan Allah (Ayat 10-13)
10Segala yang Kaujadikan akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, dan orang-orang yang Kaukasihi akan memuji Engkau.
11Mereka akan mengumumkan kemuliaan kerajaan-Mu dan akan membicarakan keperkasaan-Mu,
12untuk memberitahukan kepada anak-anak manusia keperkasaan-Mu dan semarak kemuliaan kerajaan-Mu.
13Kerajaan-Mu ialah kerajaan segala abad, dan pemerintahan-Mu tetap melalui segala keturunan.
Setelah merenungkan karakter Allah, Daud mengarahkan perhatian pada respons ciptaan dan umat-Nya. Ayat 10 menyatakan, "Segala yang Kaujadikan akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, dan orang-orang yang Kaukasihi akan memuji Engkau." Ini adalah gambaran kosmik tentang pujian. Seluruh ciptaan, dalam keberadaannya sendiri, bersaksi tentang kemuliaan Penciptanya. Dari galaksi terjauh hingga partikel terkecil, semua menunjuk pada keagungan Allah.
Namun, ada perbedaan antara "segala yang Kaujadikan" dan "orang-orang yang Kaukasihi." Sementara seluruh ciptaan bersaksi secara pasif, orang-orang yang Kaukasihi (hasidim – orang-orang saleh, yang setia) secara aktif memuji Allah dengan kesadaran dan kehendak. Mereka adalah umat yang telah mengalami kasih dan anugerah-Nya secara pribadi, dan karena itu terdorong untuk memberikan pujian yang disengaja dan bersemangat.
Pujian mereka mengambil bentuk spesifik, seperti yang dijelaskan dalam ayat 11 dan 12: "Mereka akan mengumumkan kemuliaan kerajaan-Mu dan akan membicarakan keperkasaan-Mu, untuk memberitahukan kepada anak-anak manusia keperkasaan-Mu dan semarak kemuliaan kerajaan-Mu." Inti dari pujian ini adalah kerajaan Allah. Ini bukan kerajaan duniawi dengan batas-batas geografis, melainkan pemerintahan ilahi yang mutlak atas seluruh alam semesta. Mengumumkan kemuliaan kerajaan-Nya berarti menyaksikan kedaulatan-Nya, hukum-hukum-Nya, dan tujuan-tujuan-Nya yang kudus.
"Keperkasaan-Mu" (gevurah) di sini menyoroti kekuatan tak terbatas Allah yang memungkinkan Dia untuk memerintah, memelihara, dan menyelamatkan. Kesaksian ini bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi "untuk memberitahukan kepada anak-anak manusia" – kepada seluruh umat manusia. Tujuan dari pujian kita adalah untuk mengungkapkan Allah kepada dunia, agar orang lain juga dapat mengenal dan memuliakan Dia.
Mahkota megah yang melambangkan kekuasaan dan kedaulatan Allah.
Ayat 13 adalah puncak dari bagian ini, sebuah deklarasi agung tentang kekekalan kerajaan Allah: "Kerajaan-Mu ialah kerajaan segala abad, dan pemerintahan-Mu tetap melalui segala keturunan." Ini adalah kebenaran yang sangat menghibur dan memberikan harapan. Dalam dunia yang berubah, di mana kerajaan-kerajaan manusia naik dan runtuh, ada satu Kerajaan yang tak tergoyahkan – Kerajaan Allah.
Frasa "kerajaan segala abad" (malchut kol olamim) menekankan bahwa kerajaan-Nya tidak hanya abadi di masa lalu dan masa depan, tetapi juga mencakup seluruh dimensi waktu. Tidak ada permulaan bagi pemerintahan-Nya, dan tidak ada akhir. Dia adalah Raja atas segala abad, dan otoritas-Nya tidak pernah berkurang atau berubah. Demikian pula, "pemerintahan-Mu tetap melalui segala keturunan" berarti bahwa kedaulatan-Nya melintasi setiap generasi manusia. Tidak ada kekosongan kekuasaan, tidak ada masa di mana Allah tidak berdaulat.
Kebenaran ini memiliki dampak besar pada cara kita hidup. Jika kita adalah warga dari Kerajaan yang abadi, maka prioritas kita harus selaras dengan Kerajaan itu. Kita tidak seharusnya terikat pada kerajaan-kerajaan duniawi yang sementara, melainkan hidup sebagai duta Kerajaan Surga. Ketika kita menghadapi ketidakadilan atau ketidakpastian di dunia, kita dapat berpegang pada keyakinan bahwa Allah masih duduk di takhta-Nya, dan bahwa rencana-Nya yang kekal akan terwujud.
Merenungkan keabadian dan kedaulatan Kerajaan Allah seharusnya mengisi kita dengan kepercayaan diri dan keberanian. Kita tidak melayani raja yang lemah atau fana, tetapi Raja yang kekal dan mahakuasa. Setiap kali kita memuji Allah, kita mengumumkan keberadaan Kerajaan-Nya yang tak tergoyahkan. Setiap kali kita hidup menurut kehendak-Nya, kita menunjukkan kepada dunia bagaimana rasanya hidup di bawah pemerintahan Raja yang sempurna.
Oleh karena itu, marilah kita menjadi orang-orang yang dengan sukacita mengumumkan kemuliaan Kerajaan Allah. Mari kita hidup sebagai saksi-saksi dari keperkasaan-Nya, dan dengan keyakinan yang teguh, berpegang pada kebenaran bahwa Allah kita adalah Raja yang berdaulat atas segala abad, dan pemerintahan-Nya akan tetap untuk selama-lamanya.
Allah Sang Pemelihara: Penopang, Pemberi, dan Pencukup (Ayat 14-16)
14TUHAN menopang semua orang yang jatuh dan menegakkan semua orang yang tertunduk.
15Mata sekalian orang menantikan Engkau, dan Engkaupun memberikan mereka makanan pada waktunya.
16Engkau membuka tangan-Mu dan mengenyangkan segala yang hidup oleh karena muraha-Mu.
Bagian Mazmur ini mengalihkan fokus dari kedaulatan umum Allah kepada pemeliharaan-Nya yang pribadi dan detail dalam kehidupan ciptaan-Nya. Ayat 14 memberikan penghiburan besar: "TUHAN menopang semua orang yang jatuh dan menegakkan semua orang yang tertunduk." Ini adalah gambaran tentang Allah sebagai Penopang yang lembut dan penuh perhatian.
Kata "jatuh" (naphal) bisa merujuk pada kejatuhan fisik, kegagalan moral, atau kemerosotan rohani. "Tertunduk" (kafaf) menggambarkan seseorang yang tertekan oleh beban berat, mungkin karena kesedihan, keputusasaan, atau penderitaan. Dalam kedua kondisi ini, Allah hadir sebagai Penopang. Dia tidak meninggalkan mereka yang tergelincir, melainkan mengulurkan tangan-Nya untuk menahan mereka agar tidak jatuh sepenuhnya, dan bahkan mengangkat mereka kembali.
Ini adalah janji yang kuat bagi kita yang seringkali mengalami kegagalan dan kelemahan. Kita semua pernah "jatuh" dalam berbagai cara – dosa, kesalahan, kekecewaan, penyakit, atau kegagalan. Dan kita semua pernah "tertunduk" di bawah beban hidup yang berat. Mazmur ini mengingatkan kita bahwa kita tidak sendirian dalam perjuangan itu. Allah yang mahakuasa, Raja atas segala abad, juga adalah Pribadi yang peduli dan aktif dalam memulihkan serta menegakkan kita.
Kemudian, ayat 15 dan 16 berbicara tentang pemeliharaan fisik Allah yang luar biasa: "Mata sekalian orang menantikan Engkau, dan Engkaupun memberikan mereka makanan pada waktunya. Engkau membuka tangan-Mu dan mengenyangkan segala yang hidup oleh karena kemurahan-Mu." Ini adalah gambaran universal tentang Allah sebagai Pemberi kehidupan.
"Mata sekalian orang menantikan Engkau" menunjukkan ketergantungan universal ciptaan pada Allah. Manusia, hewan, dan setiap makhluk hidup secara instingtif bergantung pada Sang Pencipta untuk kebutuhan dasar mereka. Dan Allah, dalam kemurahan-Nya, menjawab penantian itu. Dia "memberikan mereka makanan pada waktunya," tidak terlalu cepat, tidak terlalu lambat, tetapi tepat pada saat dibutuhkan. Ini adalah gambaran akan hikmat dan ketepatan pemeliharaan Ilahi.
Tangan terbuka yang melindungi dan memberi, sebuah simbol pemeliharaan ilahi.
Ayat 16 lebih lanjut menguraikan: "Engkau membuka tangan-Mu dan mengenyangkan segala yang hidup oleh karena kemurahan-Mu." Gambaran tentang Allah yang "membuka tangan-Nya" adalah gambaran yang indah tentang kemurahan hati yang berlimpah. Dia tidak memberi dengan tangan tertutup atau dengan perhitungan, melainkan dengan tangan terbuka, murah hati dan penuh kasih. Dan hasil dari tindakan ini adalah "mengenyangkan segala yang hidup." Semua kebutuhan esensial dipenuhi oleh karena "kemurahan-Nya" (ratzon), kehendak baik-Nya, kasih karunia-Nya.
Kebenaran ini memiliki implikasi mendalam bagi kekhawatiran dan kecemasan kita. Jika Allah memelihara burung-burung di udara dan bunga bakung di padang, apalagi kita, ciptaan-Nya yang paling berharga? Kita seringkali khawatir tentang masa depan, tentang kebutuhan finansial, tentang kesehatan, atau tentang kebutuhan anak-anak kita. Mazmur ini mengajak kita untuk mempercayai Allah sebagai pemelihara kita yang setia. Dia tahu apa yang kita butuhkan, dan Dia berjanji untuk menyediakannya pada waktu yang tepat dan dengan cara yang sempurna.
Namun, pemeliharaan Allah bukan berarti kita tidak perlu berusaha. Sebaliknya, itu adalah panggilan untuk bekerja dengan iman, mengetahui bahwa upaya kita diberkati oleh tangan-Nya yang murah hati. Ini juga berarti kita harus belajar bersyukur atas setiap pemberian, sekecil apa pun itu. Setiap makanan yang kita makan, setiap napas yang kita hirup, setiap pakaian yang kita kenakan, adalah bukti nyata dari tangan Allah yang terbuka.
Mari kita merenungkan pertanyaan-pertanyaan ini: Di mana saya merasa "jatuh" atau "tertunduk" hari ini? Apakah saya mempercayai Allah untuk menopang dan menegakkan saya? Apakah saya menantikan Dia untuk memenuhi kebutuhan saya, dan apakah saya bersyukur atas pemeliharaan-Nya yang terus-menerus? Membiarkan kebenaran ini meresap akan membebaskan kita dari beban kekhawatiran dan menggantikannya dengan kedamaian dan keyakinan akan Allah yang memelihara segala yang hidup dengan kasih dan kemurahan-Nya.
Allah yang Adil dan Dekat: Pendengar Doa dan Pelindung (Ayat 17-20)
17TUHAN itu adil dalam segala jalan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya.
18TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan.
19Ia melakukan kehendak orang-orang yang takut akan Dia, mendengarkan teriak mereka minta tolong dan menyelamatkan mereka.
20TUHAN menjaga semua orang yang mengasihi Dia, tetapi semua orang fasik akan dibinasakan-Nya.
Daud melanjutkan dengan menyoroti keadilan dan kedekatan Allah dengan umat-Nya. Ayat 17 menyatakan: "TUHAN itu adil dalam segala jalan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya." Ini adalah jaminan ganda yang fundamental. Pertama, Allah itu adil (tsaddiq). Setiap tindakan-Nya, setiap keputusan-Nya, dan setiap rencana-Nya adalah benar dan adil. Tidak ada kesalahan, tidak ada ketidakadilan, dan tidak ada favoritism dalam diri-Nya. Bahkan ketika kita tidak memahami jalan-jalan-Nya, kita dapat yakin bahwa Dia selalu bertindak dengan keadilan yang sempurna.
Kedua, Dia penuh kasih setia (chasid) dalam segala perbuatan-Nya. Ini mengulangi tema kasih setia yang tak tergoyahkan (chesed) yang telah kita lihat sebelumnya. Setiap perbuatan Allah dimotivasi oleh kasih setia-Nya yang teguh. Keadilan-Nya tidak kejam, dan kasih setia-Nya tidak melanggar keadilan. Kedua atribut ini bekerja dalam harmoni yang sempurna, memberikan kita gambaran Allah yang sepenuhnya dapat dipercaya.
Kebenaran ini sangat penting dalam dunia yang seringkali terasa tidak adil. Ketika kita melihat penderitaan orang yang tidak bersalah atau keberhasilan orang jahat, iman kita bisa terguncang. Namun, Mazmur ini mengingatkan kita bahwa pada akhirnya, Allah adalah Hakim yang adil. Dia akan meluruskan segala yang bengkok dan menyatakan keadilan-Nya pada waktu-Nya.
Kemudian, ayat 18 dan 19 menunjukkan kedekatan Allah yang luar biasa dengan mereka yang mencari-Nya: "TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan. Ia melakukan kehendak orang-orang yang takut akan Dia, mendengarkan teriak mereka minta tolong dan menyelamatkan mereka." Ini adalah janji yang menghibur tentang doa.
Allah tidak jauh dan tidak bisa dijangkau. Sebaliknya, Dia "dekat" (qarov) pada mereka yang berseru kepada-Nya. Kedekatan ini bukanlah kedekatan geografis, melainkan kedekatan hubungan. Namun, ada kualifikasi penting: "berseru kepada-Nya dalam kesetiaan" (be'emet – dalam kebenaran, dengan ketulusan). Ini berarti doa yang tulus, yang lahir dari hati yang jujur, bukan sekadar kata-kata kosong.
Seseorang berlutut dalam doa, melambangkan kedekatan Allah.
Bagi mereka yang takut akan Dia (menghormati-Nya dengan kekaguman), Allah "melakukan kehendak mereka," artinya Dia mengabulkan doa-doa yang selaras dengan kehendak-Nya yang kudus. Dia "mendengarkan teriak mereka minta tolong" (bahkan dalam situasi paling putus asa) dan "menyelamatkan mereka." Ini adalah janji yang luar biasa. Allah tidak hanya mendengar, tetapi Dia juga bertindak untuk menyelamatkan umat-Nya dari kesulitan.
Bagian terakhir dari Mazmur ini, ayat 20, menyajikan kontras yang tajam antara nasib orang benar dan orang fasik: "TUHAN menjaga semua orang yang mengasihi Dia, tetapi semua orang fasik akan dibinasakan-Nya." Ini adalah penegasan kembali keadilan Allah. Bagi mereka yang "mengasihi Dia" (mereka yang memiliki hubungan pribadi dan mendalam dengan-Nya), Allah adalah Penjaga (shomer). Dia melindungi mereka, memelihara mereka, dan menjaga mereka dari bahaya.
Namun, bagi "semua orang fasik" (mereka yang secara konsisten dan sengaja menentang Allah dan jalan-jalan-Nya), akan ada penghakiman. Mereka akan "dibinasakan" (shamad), artinya mereka akan dihancurkan atau dipotong dari kehadiran Allah. Kebenaran ini mungkin keras bagi telinga modern, tetapi ini adalah bagian esensial dari keadilan Allah. Jika Allah adalah adil, maka kebaikan-Nya harus ditegakkan dan kejahatan harus dihukum. Tanpa ini, tidak ada keadilan sejati.
Perenungan ayat-ayat ini seharusnya mendorong kita untuk mendekat kepada Allah dalam doa yang tulus. Apakah saya benar-benar percaya bahwa Allah dekat dan mendengarkan seruan saya? Apakah saya mengasihi Dia dengan segenap hati saya, sehingga saya dapat mengalami perlindungan dan pemeliharaan-Nya? Mengakui keadilan-Nya yang sempurna dan kedekatan-Nya yang luar biasa akan memberikan kita keberanian untuk hidup benar dan kepercayaan diri untuk berseru kepada-Nya dalam setiap situasi, mengetahui bahwa Dia adalah Hakim yang adil dan Pelindung yang setia.
Puncak Pujian: Ajakan untuk Memuliakan Nama Tuhan (Ayat 21)
21Mulutku mengucapkan puji-pujian kepada TUHAN, dan biarlah segala makhluk memuji nama-Nya yang kudus untuk seterusnya dan selamanya.
Mazmur 145 ditutup dengan seruan agung yang menyatukan kembali tema-tema pembukaan dan memperluasnya hingga ke tingkat universal. Daud menyatakan kembali komitmen pribadinya: "Mulutku mengucapkan puji-pujian kepada TUHAN." Ini menggemakan ayat 1 dan 2, di mana Daud berjanji untuk memuji Allah setiap hari dan selamanya. Pujian dimulai dari hati yang penuh keyakinan dan kemudian diucapkan melalui bibir.
Pujian ini bukanlah akhir dari kesaksian Daud, melainkan sebuah contoh, sebuah undangan. Dari komitmen pribadi, Daud meluas ke seruan universal: "dan biarlah segala makhluk memuji nama-Nya yang kudus untuk seterusnya dan selamanya." Ini adalah visi yang menakjubkan tentang seluruh ciptaan, setiap makhluk hidup, bergabung dalam harmoni untuk memuji "nama-Nya yang kudus."
"Nama-Nya yang kudus" merangkum semua yang telah kita renungkan tentang Allah: kebesaran-Nya, kebaikan-Nya, keadilan-Nya, kasih setia-Nya, kemurahan-Nya, kedaulatan-Nya, dan pemeliharaan-Nya. Kekudusan adalah atribut inti Allah, yang berarti Dia sepenuhnya terpisah dari dosa dan sepenuhnya sempurna. Memuji nama-Nya yang kudus adalah mengakui dan merayakan kesempurnaan dan kemurnian karakter-Nya.
Frasa "untuk seterusnya dan selamanya" kembali menegaskan kekekalan pujian ini. Ini bukan hanya sebuah momen pujian, tetapi sebuah kehidupan yang dipenuhi dengan pujian, yang berlanjut hingga kekekalan. Visi ini melampaui waktu dan ruang, membayangkan surga dan bumi bergabung dalam paduan suara pujian tanpa henti kepada Allah.
Ayat terakhir ini berfungsi sebagai penutup yang kuat dan inspiratif bagi seluruh mazmur. Ini mengingatkan kita bahwa tujuan utama keberadaan kita adalah untuk memuliakan Allah. Kita diciptakan untuk memuji-Nya, dan ketika kita melakukannya, kita memenuhi tujuan ilahi kita.
Bagaimana kita bisa merespons seruan ini? Dengan menjadikan pujian sebagai bagian integral dari hidup kita. Bukan hanya ketika kita merasa senang atau ketika keadaan baik, tetapi dalam setiap musim dan setiap momen. Ini berarti mencari alasan untuk memuji Allah di tengah kesulitan, mengakui tangan-Nya dalam setiap berkat, dan menyatakan keagungan-Nya bahkan di hadapan tantangan.
Ini juga berarti hidup dengan cara yang mengundang orang lain untuk bergabung dalam pujian. Ketika hidup kita mencerminkan karakter Allah yang kita puji – kasih, kebaikan, keadilan, dan kesetiaan – maka orang lain akan tertarik untuk mengenal Dia yang kita sembah. Kesaksian hidup kita menjadi sebuah himne pujian yang tak bersuara, mengundang "segala makhluk" untuk melihat dan memuji nama-Nya yang kudus.
Pada akhirnya, Mazmur 145 adalah sebuah perjalanan yang membawa kita dari kekaguman pribadi kepada panggilan universal untuk memuji. Ini adalah pengingat bahwa tidak ada yang lebih berharga atau lebih memuaskan daripada hidup dalam pujian kepada Allah yang begitu besar, begitu baik, dan begitu setia.
Merangkum Tema-tema Utama dari Mazmur 145
Mazmur 145, dalam segala kemegahannya, menyajikan beberapa tema inti yang saling terkait, membentuk gambaran lengkap tentang Allah yang patut dipuji. Memahami tema-tema ini secara holistik akan memperkaya perenungan kita dan menguatkan iman kita.
1. Keagungan dan Kedaulatan Allah (Ayat 3, 5, 11-13)
Mazmur ini berulang kali menekankan bahwa Tuhan itu "besar" dan "kebesaran-Nya tidak terduga." Ini bukan hanya pengakuan akan kekuatan fisik, tetapi keagungan dalam karakter, otoritas, dan lingkup pemerintahan-Nya. Kerajaan-Nya adalah "kerajaan segala abad," yang berarti Dia berdaulat atas waktu dan kekekalan. Ini memberikan jaminan bahwa di tengah kekacauan dunia, ada Raja yang tak tergoyahkan yang memegang kendali atas segalanya. Pengetahuan ini seharusnya menumbuhkan kekaguman (awe) dan kepercayaan diri dalam diri kita. Allah yang kita sembah bukanlah tuhan yang kecil atau terbatas, melainkan Pribadi yang tak terbatas dalam segala aspek.
2. Kebaikan dan Kemurahan Hati Allah (Ayat 7-9, 15-16)
Salah satu tema yang paling menonjol adalah kebaikan (tov) dan kemurahan hati (chesed, rachamim) Allah. Dia digambarkan sebagai "pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya." Kebaikan-Nya tidak hanya terbatas pada umat-Nya, tetapi "baik kepada semua orang, dan rahmat-Nya meliputi segala yang dijadikan-Nya." Dia adalah Pemberi yang melimpah, yang "membuka tangan-Nya dan mengenyangkan segala yang hidup." Tema ini mengundang kita untuk melihat setiap berkat, bahkan yang terkecil, sebagai manifestasi dari kemurahan hati-Nya. Ini adalah jaminan bahwa Allah peduli terhadap setiap ciptaan-Nya dan secara aktif terlibat dalam pemeliharaan mereka.
3. Kesetiaan dan Keadilan Allah (Ayat 17, 20)
Daud dengan tegas menyatakan, "TUHAN itu adil dalam segala jalan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya." Keadilan (tsaddiq) Allah berarti Dia selalu bertindak benar, adil, dan tidak memihak. Ini adalah fondasi dari tatanan moral alam semesta. Dipadukan dengan "kasih setia" (chesed) yang tak tergoyahkan, kita melihat Allah yang tidak hanya menghukum dosa tetapi juga menyelamatkan dalam kasih. Tema ini memberikan pengharapan bahwa pada akhirnya keadilan akan ditegakkan, dan penghiburan bahwa kita dapat mempercayai integritas karakter Allah sepenuhnya, bahkan ketika kita tidak memahami mengapa hal-hal tertentu terjadi.
4. Kedekatan Allah dengan Umat-Nya (Ayat 14, 18-19)
Meski agung dan berdaulat, Allah tidak jauh dari umat-Nya. Sebaliknya, Dia "menopang semua orang yang jatuh dan menegakkan semua orang yang tertunduk." Dia "dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan." Allah adalah pendengar doa yang aktif, yang "melakukan kehendak orang-orang yang takut akan Dia, mendengarkan teriak mereka minta tolong dan menyelamatkan mereka." Tema ini adalah undangan untuk memiliki hubungan yang intim dengan Allah, untuk datang kepada-Nya dengan segala beban dan permohonan kita, mengetahui bahwa Dia peduli dan akan bertindak.
5. Panggilan Universal untuk Pujian (Ayat 1-2, 4, 10, 21)
Seluruh mazmur adalah ajakan untuk memuji. Dimulai dengan komitmen pribadi Daud untuk memuji "setiap hari" dan "selamanya," lalu meluas ke harapan bahwa "turun-temurun" akan memuji dan "segala yang Kaujadikan akan bersyukur." Puncaknya adalah seruan agar "segala makhluk memuji nama-Nya yang kudus untuk seterusnya dan selamanya." Tema ini mengingatkan kita bahwa pujian bukanlah suatu pilihan atau respons sesaat, tetapi adalah tujuan utama keberadaan manusia dan seluruh ciptaan. Hidup dalam pujian berarti menjalani hidup yang secara terus-menerus mengakui dan merayakan Allah atas siapa Dia dan apa yang telah Dia lakukan.
Dengan merangkai tema-tema ini, kita mendapatkan gambaran Allah yang utuh: Agung namun dekat, adil namun pengasih, berdaulat namun memelihara. Ini adalah Allah yang sempurna dalam segala atribut-Nya, dan oleh karena itu layak menerima pujian kita yang tak berkesudahan.
Aplikasi Nyata dalam Kehidupan Modern
Bagaimana Mazmur 145 dapat diaplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari di abad ke-21? Lebih dari sekadar teks kuno, ini adalah cetak biru untuk menjalani kehidupan yang kaya akan iman, harapan, dan sukacita.
1. Prioritaskan Pujian Harian
Di tengah jadwal yang padat, godaan untuk melewatkan waktu pribadi dengan Tuhan sangat besar. Mazmur 145:2 mengingatkan kita untuk "setiap hari aku hendak memuji Engkau." Ini berarti sengaja menyisihkan waktu, bahkan beberapa menit, untuk merenungkan kebaikan Allah. Ini bisa berupa doa syukur saat bangun tidur, mendengarkan lagu pujian di perjalanan, atau membaca firman-Nya di malam hari. Jadikan pujian sebagai kebiasaan yang tidak dapat dinegosiasikan, seperti bernapas. Ini akan mengkalibrasi ulang perspektif kita dan mengingatkan kita akan Siapa yang memegang kendali.
2. Jadilah Pencerita Karya Allah
Ayat 4-6 menggarisbawahi pentingnya menyampaikan pekerjaan Allah yang dahsyat kepada generasi berikutnya. Dalam era digital, ini bisa berarti membagikan kesaksian pribadi kita di media sosial dengan bijak, menceritakan kisah-kisah iman kepada anak-anak kita, atau menjadi mentor rohani bagi yang lebih muda. Jangan biarkan kisah tentang kebaikan Allah berakhir pada Anda; sampaikanlah itu dengan antusiasme. Ceritakan bagaimana Allah telah menopang Anda, menyelamatkan Anda, atau menyediakan bagi Anda.
3. Percayai Kebaikan Allah dalam Segala Situasi
Hidup ini penuh dengan pasang surut. Ketika kita menghadapi kemunduran, kegagalan, atau kesulitan, sangat mudah untuk meragukan kebaikan Allah. Namun, Mazmur 145:8-9 dengan tegas menyatakan bahwa "TUHAN itu pengasih dan penyayang... baik kepada semua orang, dan rahmat-Nya meliputi segala yang dijadikan-Nya." Latih diri Anda untuk mencari "tangan terbuka" Allah (Ayat 16) bahkan di tengah kekurangan. Percayai bahwa Dia akan menopang Anda ketika Anda jatuh (Ayat 14). Ini bukan penolakan terhadap rasa sakit, melainkan penjangkaran harapan di tengah badai.
4. Berdoalah dengan Keyakinan dan Ketulusan
Ayat 18-19 menjanjikan bahwa "TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan." Jangan biarkan keraguan atau perasaan tidak layak menghalangi Anda untuk berbicara dengan Allah. Dia mendengarkan. Dia peduli. Berdoalah dengan jujur tentang perjuangan Anda, kekhawatiran Anda, dan keinginan hati Anda. Ingatlah, Dia tidak hanya mendengar, tetapi juga "melakukan kehendak" mereka yang takut akan Dia dan "menyelamatkan mereka." Doa adalah jembatan menuju kedekatan dengan Allah yang berdaulat dan penuh kasih.
5. Hidup dalam Keadilan dan Kasih Setia
Sebagai umat yang memuji Allah yang "adil dalam segala jalan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya" (Ayat 17), kita dipanggil untuk mencerminkan karakter itu. Ini berarti berusaha untuk berlaku adil dalam semua interaksi kita, baik di rumah, di tempat kerja, maupun di masyarakat. Itu berarti menunjukkan kasih setia (chesed) kepada sesama, bahkan kepada mereka yang mungkin tidak pantas menerimanya. Hidup yang adil dan penuh kasih setia adalah pujian hidup bagi Allah yang adil dan setia.
6. Pandanglah pada Kerajaan yang Abadi
Dalam masyarakat yang serba cepat dan fokus pada hal-hal sementara, ayat 13 yang menyatakan "Kerajaan-Mu ialah kerajaan segala abad, dan pemerintahan-Mu tetap melalui segala keturunan" memberikan perspektif yang vital. Ingatlah bahwa tujuan akhir kita adalah Kerajaan Allah. Ini membantu kita melepaskan diri dari kekhawatiran berlebihan tentang hal-hal fana dan menginvestasikan diri kita pada hal-hal yang memiliki nilai kekal. Hidup dengan perspektif kekekalan akan mengubah prioritas kita dan memberikan makna yang lebih dalam pada setiap tindakan kita.
Mazmur 145 bukan hanya sebuah teks untuk dibaca, tetapi sebuah kehidupan untuk dijalani. Ini adalah undangan untuk merangkul identitas kita sebagai penyembah, untuk melihat Allah dalam setiap aspek kehidupan, dan untuk hidup yang mencerminkan keagungan, kebaikan, dan kesetiaan-Nya yang tak berkesudahan.
Kesimpulan: Hidup yang Dipenuhi Pujian
Mazmur 145 telah membawa kita dalam perjalanan yang mendalam melalui hati Daud yang penuh pujian, mengungkapkan berbagai aspek dari karakter Allah yang tak terbatas. Dari keagungan-Nya yang tak terduga hingga kemurahan hati-Nya yang melimpah, dari kedaulatan-Nya yang kekal hingga kedekatan-Nya yang pribadi, kita telah melihat potret Allah yang sempurna dalam segala hal.
Kita belajar bahwa pujian bukanlah sekadar aktivitas keagamaan, melainkan respons alami dan esensial terhadap realitas Siapa Allah itu. Ini adalah napas spiritual kita, pengakuan kita akan kedaulatan-Nya, dan ungkapan syukur kita atas kebaikan-Nya yang tak terhingga.
Daud mengajak kita untuk tidak hanya memuji secara pribadi, tetapi juga untuk menjadi pencerita pekerjaan-pekerjaan Allah yang dahsyat kepada generasi mendatang. Dia mengundang kita untuk percaya pada kebaikan-Nya yang universal, yang melingkupi setiap ciptaan, dan untuk berseru kepada-Nya dengan keyakinan, mengetahui bahwa Dia dekat dan mendengarkan.
Dalam setiap tantangan dan berkat kehidupan, Mazmur 145 adalah pengingat yang kuat bahwa kita tidak pernah sendirian. Ada Allah yang menopang mereka yang jatuh, yang mengenyangkan mereka yang lapar, yang mendengarkan mereka yang berseru, dan yang menjaga mereka yang mengasihi Dia.
Maka, marilah kita mengambil inspirasi dari Mazmur ini. Biarlah hati kita dipenuhi dengan kekaguman, mulut kita dengan pujian, dan hidup kita dengan kesaksian akan kebaikan-Nya. Biarlah kita hidup dengan kesadaran akan Kerajaan-Nya yang abadi, dan biarlah kita menjadi bagian dari paduan suara universal yang tak berkesudahan, memuji nama-Nya yang kudus untuk seterusnya dan selamanya.
Semoga renungan ini memperdalam iman Anda, memperluas pandangan Anda tentang Allah, dan membakar kembali semangat pujian dalam hati Anda.