Renungan Mendalam: Menyingkap Hati Allah dalam Lukas 15:1-10 – Perumpamaan Domba dan Keping yang Hilang
Injil Lukas, yang sering disebut sebagai "Injil Sosial" atau "Injil Universal", memiliki keunikan tersendiri dalam menyajikan kehidupan dan ajaran Yesus Kristus. Salah satu babak yang paling menyentuh dan kaya akan makna teologis adalah pasal 15, yang memuat tiga perumpamaan tentang sesuatu yang hilang: domba, uang logam, dan anak yang hilang. Ketiga perumpamaan ini secara luar biasa mengungkapkan hati Allah Bapa yang penuh kasih, belas kasihan, dan gembira atas pertobatan. Dalam renungan ini, kita akan memfokuskan perhatian pada dua perumpamaan pertama, yaitu perumpamaan domba yang hilang (ayat 3-7) dan perumpamaan uang logam yang hilang (ayat 8-10), untuk menggali makna mendalam tentang nilai setiap jiwa di mata Tuhan, sifat kasih Allah yang proaktif, dan sukacita besar di surga atas satu orang berdosa yang bertobat.
Untuk memahami sepenuhnya kedalaman pesan ini, kita perlu menyelami konteks di mana Yesus menyampaikan perumpamaan-perumpamaan ini. Lukas 15:1-2 menjadi pembuka yang krusial:
"Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa datang berduyun-duyun kepada Yesus untuk mendengar Dia. Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, kata mereka: 'Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka.'"
— Lukas 15:1-2
Ayat-ayat ini menguak latar belakang konflik yang mendasari. Yesus sedang berinteraksi dengan kelompok-kelompok masyarakat yang dipandang rendah dan diasingkan oleh kaum religius pada masa itu. Orang Farisi dan ahli Taurat, yang menganggap diri mereka saleh dan penjaga hukum, tidak bisa memahami mengapa seorang rabi yang seharusnya suci mau bergaul dengan orang-orang "berdosa" semacam itu. Bagi mereka, ini adalah tindakan yang mencemarkan dan tidak pantas. Dalam menanggapi kritik dan sungut-sungut ini, Yesus tidak berdebat atau membela diri dengan argumentasi logis biasa. Sebaliknya, Dia menggunakan kekuatan narasi, melalui perumpamaan, untuk menyingkapkan kebenaran ilahi yang jauh melampaui pemahaman sempit mereka tentang kesalehan.
Perumpamaan-perumpamaan ini bukan hanya sekadar cerita; ini adalah cerminan langsung dari karakter Allah. Yesus tidak hanya berbicara tentang domba dan keping uang; Dia berbicara tentang diri-Nya sendiri sebagai Gembala Agung yang mencari, tentang Allah Bapa yang sukacita-Nya meluap atas penemuan kembali sesuatu yang berharga. Ini adalah undangan bagi orang Farisi—dan bagi kita semua—untuk melihat dunia dari perspektif ilahi, di mana setiap jiwa memiliki nilai yang tak terhingga.
I. Perumpamaan Domba yang Hilang (Lukas 15:3-7): Kasih Allah yang Proaktif
Yesus memulai dengan perumpamaan yang mungkin sangat familiar bagi pendengar-Nya, mengingat betapa pentingnya gembala dan ternak dalam budaya agraris mereka:
"Lalu Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: 'Siapakah di antaramu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya? Dan kalau ia telah menemukannya, ia memikulnya di atas bahunya dengan gembira, dan setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan. Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di surga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan.'"
— Lukas 15:3-7
A. Detail Cerita dan Konteks Pastoral
Perumpamaan ini menggambarkan seorang gembala yang memiliki seratus ekor domba, sebuah jumlah yang cukup besar untuk seorang gembala pribadi. Tiba-tiba, satu dari seratus ekor itu hilang. Dalam perhitungan manusia, satu domba dari seratus mungkin terlihat sebagai kerugian kecil, tetapi bagi sang gembala, nilai setiap domba adalah personal dan signifikan. Ini bukan hanya angka; ini adalah makhluk hidup yang rentan, yang menjadi tanggung jawabnya. Insting pertamanya adalah meninggalkan yang sembilan puluh sembilan di tempat yang relatif aman (padang gurun bisa berbahaya, tetapi 99 domba bersama lebih aman daripada satu domba sendirian) dan pergi mencari satu yang hilang itu. Tindakan ini menunjukkan kasih yang tak kenal lelah, komitmen yang tak tergoyahkan, dan prioritas yang jelas.
Padang Gurun: Dalam konteks Alkitab, padang gurun seringkali menjadi tempat bahaya, godaan, dan kesepian. Domba yang tersesat di padang gurun tidak hanya hilang arah, tetapi juga menghadapi ancaman dari binatang buas, kelaparan, dan kehausan. Kondisi ini secara metaforis menggambarkan situasi orang berdosa yang terpisah dari Tuhan: rentan, dalam bahaya spiritual, dan tanpa perlindungan.
Pencarian yang Intensif: Sang gembala tidak hanya menunggu domba itu kembali. Ia aktif mencari, mungkin dengan memanggil-manggil, memeriksa jejak, dan menjelajahi setiap celah yang mungkin. Pencarian ini berlangsung "sampai ia menemukannya". Ini adalah ketekunan yang luar biasa, sebuah tekad yang tidak menyerah sampai misinya terpenuhi. Ini melambangkan kasih Allah yang tidak pasif, melainkan proaktif dan agresif dalam mencari yang hilang.
B. Penemuan dan Sukacita yang Melimpah
Ketika domba itu ditemukan, respons sang gembala sangatlah emosional dan penuh sukacita. Ia tidak memarahi domba itu karena tersesat; ia tidak mengeluh tentang kesulitan pencarian. Sebaliknya, ia "memikulnya di atas bahunya dengan gembira." Tindakan memikul di atas bahu menunjukkan belas kasihan, perlindungan, dan kekuatan. Domba yang kelelahan dan mungkin terluka tidak disuruh berjalan sendiri, melainkan diangkat dan dibawa dengan lembut ke tempat aman.
Sukacita itu tidak disimpan sendiri. Setibanya di rumah, sang gembala memanggil sahabat-sahabat dan tetangganya untuk "bersukacita bersama-sama dengan aku." Ini adalah perayaan publik atas penemuan yang berharga. Perayaan ini menggambarkan betapa besar nilai yang ditempatkan pada satu domba yang hilang itu.
C. Makna Teologis dan Aplikasi
Inti dari perumpamaan ini terangkum dalam ayat 7: "Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di surga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan."
- Nilai Tak Ternilai Setiap Jiwa: Tuhan tidak melihat manusia sebagai angka atau statistik. Setiap individu, tanpa memandang status sosial, moral, atau agama, memiliki nilai yang luar biasa di mata-Nya. Satu domba yang hilang itu sama berharganya dengan sembilan puluh sembilan lainnya. Demikian pula, satu jiwa yang tersesat sama berharganya dengan seluruh komunitas orang percaya. Ini menantang pandangan elitis orang Farisi yang meremehkan orang berdosa.
- Kasih Allah yang Proaktif dan Mencari: Tuhan tidak menunggu kita untuk datang kepada-Nya saat kita tersesat. Dialah yang memulai pencarian. Dia adalah Gembala yang baik yang meninggalkan kenyamanan dan keamanan untuk mencari domba-Nya yang hilang. Ini menunjukkan sifat Allah yang inisiatif, yang tidak hanya mengasihi tetapi juga aktif mencari. Ini adalah kabar baik bagi mereka yang merasa terlalu jauh atau terlalu kotor untuk didekati Tuhan.
- Sukacita di Surga atas Pertobatan: Perumpamaan ini menyingkapkan emosi ilahi. Surga bersukacita, bukan karena orang berdosa itu "berhasil" menemukan jalan pulang, melainkan karena ia "bertobat". Pertobatan adalah perubahan pikiran dan arah, berbalik dari dosa menuju Tuhan. Sukacita ini begitu besar hingga dikatakan "lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan." Ini bukan berarti Tuhan kurang menghargai orang benar, melainkan menekankan betapa besarnya kerinduan-Nya untuk mengembalikan yang terhilang dan betapa dramatisnya perubahan yang terjadi saat seseorang bertobat. Ini adalah sukacita pemulihan, bukan diskriminasi.
- Kritik Terselubung bagi Orang Farisi: Perumpamaan ini adalah teguran lembut bagi orang Farisi. Mereka yang menganggap diri "sembilan puluh sembilan orang benar" seharusnya bergabung dalam sukacita atas pertobatan orang berdosa, bukannya bersungut-sungut. Sikap mereka menunjukkan bahwa hati mereka belum selaras dengan hati Allah.
Dalam konteks kehidupan kita, perumpamaan ini mendorong kita untuk memiliki hati seorang gembala. Kita dipanggil untuk tidak hanya berdiam diri dalam komunitas orang percaya, tetapi juga untuk berani keluar, mencari, dan menjangkau mereka yang tersesat. Ini berarti menunjukkan kasih, belas kasihan, dan kesabaran, tanpa menghakimi atau merendahkan. Setiap kali seseorang menemukan jalan kembali kepada Tuhan, itu adalah alasan untuk merayakan, bukan untuk berpuas diri atau mengkritik.
II. Perumpamaan Uang Logam yang Hilang (Lukas 15:8-10): Ketekunan dalam Pencarian
Setelah perumpamaan domba, Yesus melanjutkan dengan perumpamaan kedua, kali ini dengan sudut pandang yang berbeda, seorang wanita dan keping uang:
"Atau perempuan manakah yang mempunyai sepuluh dirham, dan jikalau ia kehilangan satu di antaranya, tidak menyalakan pelita dan menyapu rumah serta mencarinya dengan cermat sampai ia menemukannya? Dan kalau ia telah menemukannya, ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dirhamku yang hilang itu telah kutemukan. Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat."
— Lukas 15:8-10
A. Detail Cerita dan Konteks Domestik
Perumpamaan ini berpusat pada seorang wanita yang memiliki sepuluh keping dirham (mata uang perak). Sepuluh dirham ini mungkin bukan hanya uang receh semata. Dalam beberapa budaya pada masa itu, sepuluh keping dirham bisa jadi merupakan bagian dari mas kawin seorang wanita, semacam "cincin kawin" yang dipakai sebagai kalung atau hiasan kepala, melambangkan kehormatan dan statusnya. Kehilangan satu dari sepuluh keping tersebut berarti kerugian yang signifikan, bukan hanya secara finansial, tetapi juga secara emosional dan simbolis. Nilai satu keping ini menjadi sangat tinggi bagi wanita tersebut.
Pencarian yang Teliti di Dalam Rumah: Rumah pada zaman itu seringkali gelap, tanpa banyak jendela, dan lantainya berupa tanah atau batu yang tidak rata. Sebuah keping uang yang jatuh ke lantai seperti itu akan sangat sulit ditemukan. Oleh karena itu, wanita ini tidak hanya "mencari", tetapi dia "menyalakan pelita" dan "menyapu rumah" serta "mencarinya dengan cermat sampai ia menemukannya." Tindakan menyalakan pelita menunjukkan kebutuhan akan terang untuk melihat di tempat yang gelap. Tindakan menyapu menunjukkan ketelitian, membersihkan setiap sudut untuk memastikan tidak ada yang terlewat. Ini adalah gambaran dari upaya yang metodis, cermat, dan tak kenal lelah.
B. Penemuan dan Sukacita Bersama
Seperti halnya gembala, ketika keping uang itu ditemukan, sukacita wanita itu meluap. Ia tidak hanya merasa lega, tetapi ia juga memanggil sahabat-sahabat dan tetangganya untuk "bersukacita bersama-sama dengan aku, sebab dirhamku yang hilang itu telah kutemukan." Lagi-lagi, penemuan satu item yang hilang dirayakan secara publik dan dengan gembira. Perayaan ini menegaskan betapa berharganya keping uang itu di matanya, dan betapa besarnya upaya yang telah ia curahkan untuk menemukannya.
C. Makna Teologis dan Aplikasi
Pesan akhir dari perumpamaan ini sedikit berbeda dalam penyebutannya: "Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat."
- Ketekunan dalam Pencarian: Perumpamaan ini menyoroti aspek ketekunan dan ketelitian dalam mencari. Jika gembala mencari di padang gurun yang luas, wanita ini mencari di sudut-sudut gelap dan celah-celah rumahnya. Ini mengajarkan bahwa pencarian yang hilang bisa terjadi di mana saja, baik di tempat yang terbuka maupun di tempat yang tersembunyi. Ini juga menunjukkan bahwa kita harus menggunakan segala cara dan sumber daya (menyalakan pelita, menyapu) untuk menemukan yang hilang.
- Peran Komunitas dalam Pencarian: Meskipun wanita itu mencari sendirian, ia berbagi sukacitanya dengan teman-teman dan tetangganya. Ini dapat diartikan sebagai peran komunitas orang percaya (gereja) dalam mencari dan menyambut kembali orang-orang berdosa. Setiap anggota memiliki tanggung jawab untuk menjaga satu sama lain dan untuk mencari yang terhilang.
- Sukacita di Surga: Sama seperti perumpamaan domba, poin puncaknya adalah sukacita di surga. Kali ini disebutkan "malaikat-malaikat Allah" yang bersukacita. Ini menegaskan bahwa pertobatan adalah peristiwa kosmik yang sangat penting, yang menarik perhatian dan pujian dari seluruh alam semesta ilahi. Ini bukan hanya masalah pribadi antara individu dan Tuhan, tetapi sebuah perayaan yang bergema di surga.
- Implikasi untuk Pelayanan: Perumpamaan ini mendorong gereja dan individu untuk menjadi tekun dalam pelayanan penginjilan dan pemuridan. Ada orang-orang yang "hilang" di dalam "rumah" kita sendiri, di tengah-tengah komunitas kita, bahkan di antara mereka yang mungkin tidak menyadari bahwa mereka hilang. Kita dipanggil untuk menyalakan terang Injil, menyapu hati dengan kebenaran, dan mencari dengan cermat sampai mereka ditemukan dan dipulihkan.
Kedua perumpamaan ini secara komplementer menggambarkan satu kebenaran yang sama melalui perspektif yang berbeda. Jika domba yang hilang bisa secara pasif tersesat, keping uang yang hilang adalah benda mati yang sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa untuk menemukan dirinya sendiri. Ini menekankan bahwa inisiatif pencarian sepenuhnya ada pada Sang Pencari (Allah atau utusan-Nya), dan ini memberikan harapan bagi mereka yang merasa tak berdaya dalam dosa mereka.
III. Persamaan dan Perbedaan Kunci Kedua Perumpamaan
Meskipun memiliki inti pesan yang sama, Yesus memilih dua narasi yang berbeda untuk memperkaya pemahaman pendengar-Nya.
A. Persamaan
- Situasi Kehilangan: Kedua perumpamaan dimulai dengan objek yang hilang—satu domba dari seratus, satu keping dirham dari sepuluh. Ini menyoroti realitas bahwa dalam kehidupan ini, ada banyak yang terpisah dari Tuhan.
- Pencarian yang Intensif dan Prioritas: Baik gembala maupun wanita itu melakukan pencarian yang sungguh-sungguh, berfokus, dan tidak menyerah. Ini menunjukkan bahwa pencarian yang hilang adalah prioritas utama bagi Sang Pencari ilahi.
- Penemuan yang Membawa Sukacita Besar: Penemuan kembali objek yang hilang selalu diikuti oleh ledakan sukacita yang meluap. Sukacita ini begitu besar sehingga harus dibagikan dengan orang lain.
- Nilai yang Tak Ternilai: Bagi gembala, satu domba itu berharga. Bagi wanita, satu keping dirham itu penting. Kedua perumpamaan ini secara tegas menyatakan bahwa setiap individu memiliki nilai yang tak terhingga di mata Tuhan.
- Pertobatan dan Sukacita di Surga: Poin puncak kedua perumpamaan adalah kesimpulan teologis yang sama: sukacita di surga (baik di antara malaikat maupun secara umum) atas satu orang berdosa yang bertobat. Ini adalah esensi dari Injil.
B. Perbedaan
-
Sifat Objek yang Hilang:
- Domba: Makhluk hidup, bisa tersesat secara aktif, memiliki naluri tetapi rentan, bisa merespons gembala.
- Keping Uang: Benda mati, tidak bisa berbuat apa-apa, hilang secara pasif, sepenuhnya bergantung pada pencari. Perbedaan ini menekankan kerentanan dan ketidakberdayaan orang berdosa tanpa intervensi ilahi.
-
Konteks Pencarian:
- Domba: Dicari di "padang gurun", di luar, di alam terbuka yang luas dan berbahaya.
- Keping Uang: Dicari di "rumah", di dalam, di tempat yang gelap dan sempit. Ini menunjukkan bahwa orang yang hilang bisa berada di mana saja—di luar lingkungan gereja, atau bahkan di dalam lingkungan gereja yang secara rohani gelap.
-
Identitas Pencari:
- Domba: Gembala (laki-laki), melambangkan Kristus sebagai Gembala yang Baik.
- Keping Uang: Wanita, mungkin melambangkan Roh Kudus yang bekerja di dalam hati manusia dan melalui gereja, atau bahkan Allah Bapa dalam kapasitas mencari yang lebih lembut dan cermat di dalam.
-
Jumlah yang Tersisa:
- Domba: 99 yang aman dan ditinggalkan (meskipun sementara).
- Keping Uang: 9 yang aman dan tetap bersama wanita itu.
Perbedaan-perbedaan ini bukan untuk membingungkan, tetapi untuk memperkaya pesan. Mereka menunjukkan berbagai cara orang bisa "hilang" dan berbagai upaya yang Tuhan kerahkan untuk menemukan mereka. Ini menegaskan universalitas kasih Allah dan keseriusan-Nya dalam misi penyelamatan.
IV. Pesan Inti dan Teologi Perumpamaan: Hati Allah yang Mencari dan Merayakan
Kedua perumpamaan ini secara kolektif melukiskan gambaran yang indah dan mendalam tentang hati Allah. Ini adalah inti dari Injil Lukas, dan sesungguhnya, inti dari seluruh pesan Alkitab.
A. Allah adalah Pencari Utama
Kontras dengan pandangan orang Farisi yang mengharapkan orang berdosa untuk membersihkan diri dan mendekat kepada Allah, perumpamaan ini menegaskan bahwa Allahlah yang mengambil inisiatif. Dia tidak berdiam diri di surga menunggu. Dia adalah Gembala yang keluar mencari, wanita yang tekun menyapu. Ini adalah Allah yang proaktif, yang merindukan pemulihan hubungan dengan ciptaan-Nya. Ini mencerminkan natur Allah yang aktif dan penuh kasih dalam sejarah keselamatan, mulai dari taman Eden hingga kedatangan Kristus.
B. Setiap Jiwa Memiliki Nilai Tak Ternilai di Mata Tuhan
Baik satu domba dari seratus, maupun satu keping dirham dari sepuluh, keduanya memiliki nilai yang besar. Bagi manusia, rasio 1:100 atau 1:10 mungkin terlihat kecil, tetapi tidak bagi Allah. Bagi-Nya, setiap jiwa adalah unik, berharga, dan pantas untuk dicari. Ini menegaskan bahwa tidak ada seorang pun yang terlalu kecil, terlalu berdosa, atau terlalu tidak penting untuk diperhatikan oleh Tuhan. Nilai sebuah jiwa tidak diukur dari standar manusiawi, tetapi dari kasih ilahi yang tak terbatas.
C. Sukacita Surgawi atas Pertobatan
Salah satu kebenaran paling menakjubkan dari perumpamaan ini adalah bahwa pertobatan seorang berdosa menyebabkan sukacita yang luar biasa di surga. Ini bukan hanya "kebaikan" kecil yang dicatat, melainkan sebuah peristiwa yang layak dirayakan oleh Gembala, wanita itu, sahabat-sahabat mereka, tetangga, dan bahkan malaikat-malaikat Allah. Ini menunjukkan betapa seriusnya Allah tentang keselamatan dan pemulihan, dan betapa besar kasih-Nya bagi mereka yang berbalik kepada-Nya. Pertobatan adalah sebuah kemenangan, sebuah keajaiban, dan sebuah alasan untuk perayaan yang megah.
D. Tantangan bagi Sikap Keagamaan yang Berlebihan
Perumpamaan ini adalah teguran langsung terhadap sikap orang Farisi dan ahli Taurat. Mereka meremehkan dan mengutuk orang berdosa, merasa diri lebih unggul. Yesus menunjukkan bahwa sikap mereka tidak sejalan dengan hati Allah. Jika Allah bersukacita atas pertobatan, mengapa para pemimpin agama ini bersungut-sungut? Ini menantang kita untuk memeriksa sikap kita sendiri terhadap mereka yang mungkin kita anggap "berdosa" atau "tidak layak". Apakah hati kita mencerminkan hati Allah yang mencari dan merayakan, atau hati yang menghakimi dan menolak?
V. Implikasi Praktis bagi Orang Percaya Hari Ini
Pesan dari Lukas 15:1-10 bukanlah sekadar cerita yang indah dari masa lalu; ini adalah panggilan untuk bertindak dan mengubah perspektif bagi setiap orang percaya di masa kini.
A. Membentuk Hati yang Mencari
Kita dipanggil untuk meniru hati Gembala dan wanita dalam perumpamaan ini. Ini berarti tidak pasif menunggu, tetapi aktif mencari mereka yang terhilang. Siapakah "domba" dan "keping uang" yang hilang di lingkungan kita, di keluarga kita, di lingkaran pertemanan kita? Bagaimana kita bisa menjadi alat Tuhan untuk menjangkau mereka? Ini mungkin berarti keluar dari zona nyaman, membangun jembatan persahabatan, atau bahkan hanya sekadar menawarkan telinga untuk mendengarkan dan hati untuk berempati.
Mencari tidak selalu berarti khotbah di tempat umum. Seringkali, itu berarti hubungan yang otentik, kasih yang nyata, dan kesaksian hidup yang konsisten. Itu berarti menempatkan nilai tinggi pada setiap individu, terlepas dari latar belakang atau pilihan hidup mereka.
B. Mengembangkan Sikap Penerimaan, Bukan Penghakiman
Salah satu pelajaran terbesar dari konteks Lukas 15 adalah teguran terhadap sikap menghakimi orang Farisi. Sebagai pengikut Kristus, kita dipanggil untuk mengasihi dan menerima, seperti Yesus menerima para pemungut cukai dan orang berdosa. Ini bukan berarti berkompromi dengan dosa, tetapi mengasihi orang yang berdosa. Kita harus menciptakan lingkungan di mana orang berdosa merasa aman untuk mendekati Tuhan, di mana mereka tahu bahwa mereka akan disambut dengan kasih, bukan dengan kecaman.
Sikap kita harus mencerminkan Yesus, yang datang bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya. Gereja seharusnya menjadi rumah bagi orang-orang yang hilang, tempat di mana mereka dapat menemukan pengampunan, pemulihan, dan sukacita.
C. Merayakan Setiap Pertobatan
Jika surga bersukacita atas satu orang berdosa yang bertobat, kita sebagai orang percaya juga harus bersukacita. Setiap pertobatan adalah sebuah kemenangan ilahi, sebuah tanda kasih karunia Tuhan yang tak terbatas. Kita harus belajar untuk merayakan dengan antusias, bukan dengan keraguan atau kecurigaan. Perayaan ini memperkuat pesan Injil bahwa ada harapan dan pemulihan bagi semua orang.
Bagaimana kita merayakannya? Ini bisa berarti menyambut anggota baru dengan hangat, bersaksi tentang perubahan hidup, atau mendukung orang-orang yang sedang dalam perjalanan spiritual mereka. Sukacita kita menjadi kesaksian bagi dunia tentang realitas kasih Tuhan.
D. Menggunakan Sumber Daya untuk Mencari
Perumpamaan wanita dengan keping dirham mengajarkan kita untuk menggunakan segala sumber daya yang kita miliki—pelita (terang firman Tuhan, hikmat), sapu (upaya yang gigih, doa, pelayanan)—untuk mencari yang hilang. Ini menyoroti pentingnya doa yang tekun, penginjilan yang strategis, dan pelayanan yang relevan untuk menjangkau berbagai jenis orang di berbagai konteks.
Pencarian ini mungkin memerlukan kesabaran yang luar biasa, karena tidak semua orang akan ditemukan dengan cepat atau mudah. Namun, seperti wanita itu, kita tidak boleh menyerah "sampai ia menemukannya."
E. Refleksi Diri: Apakah Saya Pernah Hilang?
Meskipun perumpamaan ini seringkali ditafsirkan sebagai panggilan untuk menjangkau orang lain, penting juga untuk merefleksikannya secara pribadi. Apakah ada area dalam hidup saya di mana saya merasa "hilang" dari Tuhan? Apakah ada hubungan yang terputus, atau panggilan yang saya abaikan? Apakah saya sendiri kadang-kadang menjadi "domba yang tersesat" atau "keping uang yang jatuh" dalam perjalanan iman saya? Kesadaran akan kerapuhan kita sendiri akan meningkatkan empati kita terhadap orang lain dan mengingatkan kita akan kasih karunia Tuhan yang terus-menerus mencari dan memulihkan kita.
Kita juga perlu mengingat bahwa "sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan" dalam perumpamaan ini adalah sebuah hiperbola atau ironi. Sesungguhnya, semua orang telah berbuat dosa dan membutuhkan pertobatan. Jadi, setiap kita adalah domba atau keping uang yang pernah hilang, yang telah ditemukan oleh kasih karunia Tuhan. Pemahaman ini seharusnya membuat kita semakin rendah hati dan bersyukur, serta memicu kerinduan yang lebih besar untuk melihat orang lain mengalami kasih karunia yang sama.
VI. Kesimpulan: Hati Allah yang Menjangkau dan Memulihkan
Lukas 15:1-10 adalah salah satu bagian Injil yang paling kuat dan penuh pengharapan. Melalui perumpamaan domba yang hilang dan uang logam yang hilang, Yesus dengan jelas menyatakan hati Allah Bapa yang tak terbatas dalam kasih, belas kasihan, dan hasrat-Nya untuk memulihkan yang hilang. Dia menantang persepsi manusiawi yang sempit tentang siapa yang "layak" dan siapa yang "tidak layak", serta menunjukkan bahwa setiap jiwa memiliki nilai tak terhingga di mata-Nya.
Kita belajar bahwa Allah adalah Pencari yang proaktif dan gigih, yang tidak akan menyerah sampai yang terhilang ditemukan. Dan ketika penemuan itu terjadi, surga bersukacita dengan perayaan yang luar biasa. Ini adalah sebuah undangan untuk kita semua: untuk mencerminkan hati Allah ini dalam hidup kita, untuk keluar dan mencari mereka yang tersesat, untuk menerima dengan kasih mereka yang kembali, dan untuk bersukacita dengan segenap hati atas setiap pertobatan.
Pesan ini tetap relevan hingga hari ini, mendorong gereja dan setiap individu percaya untuk menjadi agen-agen kasih dan pemulihan Tuhan di dunia. Semoga kita semua dimampukan untuk menghidupi semangat Lukas 15:1-10, sehingga dunia dapat melihat sekilas tentang hati Allah yang menjangkau dan memulihkan melalui kita.
Biarlah renungan ini menginspirasi kita untuk tidak pernah meremehkan nilai satu jiwa, untuk tidak pernah berhenti mencari, dan untuk selalu merayakan setiap langkah seseorang kembali kepada Tuhan. Karena di sanalah letak sukacita yang sejati, baik di bumi maupun di surga.