Pengantar: Harapan Baru di Pagi Paskah
Pada suatu hari Minggu Paskah, di awal bulan Mei, kita diundang untuk merenungkan salah satu narasi pasca-kebangkitan yang paling kaya dan menyentuh hati dalam seluruh Injil: kisah Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya di Danau Tiberias, seperti yang dicatat dalam Injil Yohanes 21:1-19. Peristiwa ini bukan sekadar penampakan biasa; ia adalah sebuah narasi yang sarat makna, menawarkan pengharapan, pemulihan, dan penugasan yang mendalam bagi para murid, khususnya bagi Simon Petrus.
Kisah ini datang setelah kebingungan dan kegelapan Salib, dan setelah sukacita yang meledak-ledak dari kabar kebangkitan. Para murid telah melihat Yesus yang bangkit, tetapi hidup mereka masih dalam proses adaptasi terhadap realitas baru ini. Mereka kembali ke Danau Galilea, sebuah tempat yang akrab dengan panggilan awal mereka sebagai penjala ikan. Di sinilah, di tengah rutinitas lama, mereka bertemu lagi dengan Tuhan yang telah mengubah segalanya.
Melalui mukjizat penangkapan ikan yang melimpah, perjamuan sederhana di tepi danau, dan dialog intim antara Yesus dan Petrus, Injil ini mengungkapkan kebenaran-kebenaran fundamental tentang kasih ilahi, pengampunan yang tak terbatas, panggilan untuk melayani, dan janji pendampingan Kristus dalam setiap langkah hidup kita. Ini adalah kisah tentang bagaimana Tuhan tidak pernah menyerah pada umat-Nya, bahkan ketika mereka tersandung dan jatuh, bahkan ketika mereka kembali ke kebiasaan lama. Ini adalah kisah tentang pemulihan yang lengkap dan pengutusan yang penuh kuasa.
Mari kita selami lebih dalam setiap aspek dari bacaan Injil ini, menggali konteksnya, menganalisis dialog dan peristiwa penting, serta menemukan aplikasi relevan bagi perjalanan iman kita di tengah dunia yang terus berubah ini. Kita akan melihat bagaimana kisah ini berbicara tentang kegagalan dan anugerah, tentang panggilan pribadi dan tanggung jawab komunitas, serta tentang kasih yang mengikat kita kepada Kristus dan satu sama lain.
Teks Injil Yohanes 21:1-19
1Kemudian dari pada itu Yesus menyatakan diri-Nya lagi kepada murid-murid-Nya di pantai danau Tiberias dan Ia menyatakan diri sebagai berikut:
2Bersama-sama di situ Simon Petrus, Tomas yang disebut Didimus, Natanael dari Kana di Galilea, anak-anak Zebedeus dan dua orang murid-Nya yang lain.
3Kata Simon Petrus kepada mereka: "Aku pergi menangkap ikan." Kata mereka kepadanya: "Kami pergi juga dengan engkau." Mereka berangkat lalu naik ke perahu, tetapi malam itu mereka tidak menangkap apa-apa.
4Ketika hari mulai siang, Yesus berdiri di pantai; akan tetapi murid-murid itu tidak tahu, bahwa itu adalah Yesus.
5Kata Yesus kepada mereka: "Hai anak-anak, adakah kamu mempunyai lauk-pauk?" Jawab mereka: "Tidak ada."
6Maka kata Yesus kepada mereka: "Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu, maka kamu akan mendapatkannya." Lalu mereka menebarkannya dan mereka tidak sanggup menariknya lagi karena banyaknya ikan.
7Maka murid yang dikasihi Yesus itu berkata kepada Petrus: "Itu Tuhan!" Ketika Simon Petrus mendengar, bahwa itu adalah Tuhan, maka ia mengenakan pakaiannya, sebab ia tidak berpakaian, lalu terjun ke dalam danau.
8Murid-murid yang lain datang dengan perahu karena mereka tidak jauh dari darat, hanya kira-kira dua ratus hasta dan mereka menghela jala yang penuh ikan itu.
9Ketika mereka tiba di darat, mereka melihat api arang dan di atasnya ada ikan dan roti.
10Kata Yesus kepada mereka: "Bawalah juga beberapa ikan yang baru kamu tangkap itu."
11Simon Petrus naik ke perahu lalu menghela jala itu ke darat, penuh ikan-ikan besar: seratus lima puluh tiga ekor banyaknya. Dan sungguhpun sebanyak itu, jala itu tidak koyak.
12Kata Yesus kepada mereka: "Marilah dan sarapanlah." Tidak seorang pun dari murid-murid itu berani bertanya kepada-Nya: "Siapakah Engkau?" Sebab mereka tahu, bahwa Ia adalah Tuhan.
13Lalu Yesus maju ke depan, mengambil roti dan memberikannya kepada mereka, demikian juga ikan itu.
14Itulah ketiga kalinya Yesus menyatakan diri-Nya kepada murid-murid-Nya sesudah Ia bangkit dari antara orang mati.
15Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku."
16Kata Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku."
17Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku."
18"Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi apabila engkau sudah tua engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau serta membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki."
19Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus: "Ikutlah Aku."
Analisis Mendalam Perikop Yohanes 21:1-19
Pasal 21 dari Injil Yohanes sering disebut sebagai epilog atau apendiks, sebuah penambahan yang kaya makna yang memperkuat pesan inti Injil ini. Bagian ini berfungsi untuk memberikan penutup yang mendalam pada kisah kebangkitan Yesus, mengukuhkan realitas penampakan-Nya, dan secara khusus mengatasi kegagalan Petrus, sambil memberinya penugasan baru yang fundamental untuk masa depan Gereja.
Ayat 1-3: Kembali ke Rutinitas Lama
Kisah dimulai dengan pernyataan bahwa Yesus "menyatakan diri-Nya lagi" (ayat 1), menggarisbawahi kesinambungan penampakan-Nya setelah kebangkitan. Tempatnya adalah Danau Tiberias, nama lain untuk Danau Galilea, tempat di mana Yesus pertama kali memanggil para murid-Nya. Ini adalah latar yang akrab, yang menyiratkan semacam lingkaran penuh atau kembali ke awal.
Simon Petrus, Tomas, Natanael, anak-anak Zebedeus (Yakobus dan Yohanes), dan dua murid lain disebutkan (ayat 2). Tujuh orang ini, yang merupakan inti dari lingkaran murid Yesus, berada bersama-sama. Kehadiran mereka menunjukkan kebersamaan dalam masa transisi ini. Mereka adalah saksi mata Kebangkitan, tetapi mungkin masih bergulat dengan implikasi penuh dari peristiwa tersebut dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Kemudian Petrus membuat pernyataan yang krusial: "Aku pergi menangkap ikan" (ayat 3). Kalimat ini lebih dari sekadar mengumumkan niat untuk mencari nafkah. Mengingat bahwa mereka adalah nelayan sebelum dipanggil oleh Yesus, perkataan ini dapat diinterpretasikan sebagai kembalinya ke profesi lama, ke zona nyaman yang familiar, mungkin karena kebingungan, ketidakpastian, atau bahkan kekecewaan. Meskipun mereka telah melihat Yesus yang bangkit, mungkin ada perasaan hampa atau tidak tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya tanpa kehadiran fisik Yesus yang terus-menerus memimpin mereka. Atau, bisa juga itu adalah tindakan praktis untuk memenuhi kebutuhan hidup setelah beberapa waktu di Yerusalem.
Murid-murid lain menjawab, "Kami pergi juga dengan engkau." Ini menunjukkan solidaritas dan kebersamaan mereka dalam mengambil keputusan ini. Mereka naik ke perahu, tetapi "malam itu mereka tidak menangkap apa-apa." Ini adalah detail penting. Kegagalan mereka menangkap ikan sepanjang malam melambangkan ketidakberdayaan manusiawi mereka dan kemandulan usaha mereka sendiri tanpa bimbingan ilahi. Ini mengingatkan kita pada panggilan awal mereka di Lukas 5, di mana Petrus juga gagal menangkap ikan semalam suntuk sebelum Yesus menyuruhnya menebarkan jala lagi.
Kegagalan ini menciptakan panggung yang sempurna bagi intervensi Kristus. Hal ini menyoroti bahwa bahkan setelah pengalaman yang mendalam dengan Yesus, manusia cenderung kembali pada cara-cara lama mereka dan seringkali berakhir dengan kekecewaan jika Tuhan tidak ada di dalamnya. Ini adalah pengingat bahwa misi Kristen tidak dapat dijalankan dengan kekuatan atau kebijaksanaan manusia saja; ia membutuhkan arahan dan kuasa Kristus yang bangkit.
Ayat 4-8: Penampakan dan Mukjizat Ikan
Saat "hari mulai siang" (ayat 4), Yesus berdiri di pantai. Waktu fajar sering kali melambangkan harapan baru, kejelasan setelah kegelapan. Namun, yang menarik, "murid-murid itu tidak tahu, bahwa itu adalah Yesus." Ini bukan pertama kalinya murid-murid gagal mengenali Yesus yang bangkit (bdk. Lukas 24:16, 31). Ada beberapa kemungkinan mengapa: mungkin jaraknya terlalu jauh, cahaya fajar yang masih remang-remang, atau bahkan bahwa rupa Yesus yang bangkit berbeda atau mata mereka terhalang untuk mengenal-Nya sampai saat yang tepat.
Yesus memanggil mereka "Hai anak-anak" (ayat 5), sebuah sapaan penuh kasih sayang. Ia bertanya, "adakah kamu mempunyai lauk-pauk?" Ini adalah pertanyaan praktis yang menyoroti kegagalan mereka sepanjang malam. Jawaban "Tidak ada" (ayat 5) menegaskan ketidakberhasilan mereka dan persiapan mereka untuk menerima petunjuk. Ini adalah pengakuan akan keterbatasan mereka.
Kemudian Yesus memberikan instruksi spesifik: "Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu, maka kamu akan mendapatkannya" (ayat 6). Perintah ini tampaknya tidak logis bagi nelayan berpengalaman yang sudah mencoba di berbagai sisi perahu sepanjang malam. Namun, ini adalah ujian ketaatan. Dan seperti sebelumnya dalam pelayanan-Nya, ketaatan pada perintah Yesus menghasilkan mukjizat yang luar biasa. "Lalu mereka menebarkannya dan mereka tidak sanggup menariknya lagi karena banyaknya ikan." Mukjizat ini secara dramatis menggarisbawahi otoritas Yesus atas alam dan kemampuan-Nya untuk memberikan kelimpahan.
Reaksi pertama datang dari "murid yang dikasihi Yesus itu" (Yohanes), yang dengan cepat berseru kepada Petrus: "Itu Tuhan!" (ayat 7). Yohanes, dengan pandangan spiritualnya yang tajam, mungkin mengenali pola mukjizat yang terjadi sebelumnya, yaitu mukjizat penangkapan ikan yang ajaib yang menjadi tanda panggilan mereka. Atau ia merasakan kehadiran ilahi. Pengenalan ini adalah pengakuan iman yang penting.
Mendengar perkataan Yohanes, Simon Petrus menunjukkan karakternya yang impulsif dan penuh gairah. "Ketika Simon Petrus mendengar, bahwa itu adalah Tuhan, maka ia mengenakan pakaiannya, sebab ia tidak berpakaian, lalu terjun ke dalam danau." (ayat 7). Tindakan Petrus ini sangat kontras, karena biasanya orang yang akan berenang justru akan melepaskan pakaian. Namun, bagi Petrus, ini adalah tindakan spontan karena kerinduan yang mendalam untuk segera bertemu dengan Tuhan. Ia ingin segera berada di dekat Yesus, tanpa memedulikan etiket atau kepraktisan. Ini adalah ekspresi kasih yang membara dan kerinduan untuk memulihkan hubungannya dengan Yesus setelah penyangkalannya.
Sementara Petrus bergegas ke pantai, murid-murid lain tiba dengan perahu, menghela jala yang penuh ikan. Jarak mereka "hanya kira-kira dua ratus hasta" (sekitar 90 meter) dari darat, menunjukkan bahwa mereka tidak terlalu jauh dan mukjizat ini dapat disaksikan dengan jelas. Mereka membawa hasil dari ketaatan mereka kepada Yesus.
Ayat 9-14: Perjamuan Ilahi di Pantai
Ketika para murid tiba di darat, mereka menemukan pemandangan yang menghangatkan hati: "api arang dan di atasnya ada ikan dan roti" (ayat 9). Yesus telah mempersiapkan sarapan untuk mereka. Ini adalah tindakan pelayanan dan keramahtamahan yang mendalam. Yesus tidak hanya memberikan mukjizat, tetapi juga merawat kebutuhan fisik murid-murid-Nya. Adanya "api arang" juga memiliki makna simbolis yang kuat, mengingatkan Petrus pada "api arang" di halaman imam besar di mana ia menyangkal Yesus (Yohanes 18:18). Ini mempersiapkan panggung untuk pemulihan Petrus.
Yesus kemudian berkata, "Bawalah juga beberapa ikan yang baru kamu tangkap itu" (ayat 10). Ini adalah undangan untuk berpartisipasi. Hasil tangkapan mukjizat mereka digabungkan dengan apa yang telah Yesus sediakan. Ini melambangkan kolaborasi antara karya ilahi dan usaha manusia dalam misi Allah. Gereja, melalui usahanya, harus membawa jiwa-jiwa kepada Kristus, tetapi perjamuan dan sumber kehidupan disediakan sepenuhnya oleh Kristus.
Simon Petrus, dengan kekuatannya, "naik ke perahu lalu menghela jala itu ke darat, penuh ikan-ikan besar: seratus lima puluh tiga ekor banyaknya" (ayat 11). Angka 153 ini telah menjadi subjek banyak interpretasi sepanjang sejarah. Beberapa menganggapnya sebagai detail yang akurat dan literal; yang lain melihatnya sebagai simbolis, misalnya sebagai jumlah jenis ikan yang dikenal di dunia, yang melambangkan universalitas misi Injil untuk mengumpulkan semua bangsa. Apapun interpretasi pastinya, yang jelas adalah jumlahnya melimpah dan secara mukjizat "jala itu tidak koyak," menunjukkan kekuatan dan kesempurnaan anugerah ilahi.
Yesus mengundang mereka: "Marilah dan sarapanlah" (ayat 12). Ini adalah perjamuan yang intim, momen kebersamaan dengan Tuhan yang bangkit. Meskipun mereka tidak berani bertanya "Siapakah Engkau?" karena mereka "tahu, bahwa Ia adalah Tuhan," ada aura keheningan dan kekaguman. Mereka merasakan kehadiran ilahi, tetapi mungkin masih diliputi misteri tentang Yesus yang bangkit.
Yesus "maju ke depan, mengambil roti dan memberikannya kepada mereka, demikian juga ikan itu" (ayat 13). Tindakan ini sangat mirip dengan cara Yesus memecah roti pada Perjamuan Malam Terakhir dan juga dalam mukjizat pemberian makan orang banyak. Ini adalah tindakan seorang Tuan yang melayani murid-murid-Nya, dan mengandung gema ekaristi, di mana Yesus sendiri adalah pemberi dan pemberian. Perjamuan ini mengukuhkan kembali ikatan persekutuan antara Yesus dan murid-murid-Nya.
Ayat 14 menutup bagian ini dengan menegaskan: "Itulah ketiga kalinya Yesus menyatakan diri-Nya kepada murid-murid-Nya sesudah Ia bangkit dari antara orang mati." Angka "tiga" ini signifikan, menegaskan kebenaran dan kepastian peristiwa tersebut, dan juga mempersiapkan kita untuk dialog "tiga kali" yang akan datang antara Yesus dan Petrus.
Ayat 15-19: Pemulihan dan Penugasan Petrus
Bagian ini adalah puncak dari narasi, yang secara langsung membahas kegagalan Petrus dan pemulihannya yang mendalam. Dialog ini terjadi setelah sarapan, dalam suasana yang intim dan pribadi.
Tiga Kali Pertanyaan Kasih dan Tiga Kali Penugasan
Yesus bertanya kepada Simon Petrus untuk pertama kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" (ayat 15). Ini adalah pertanyaan yang menusuk hati. Yesus menyebutnya "Simon, anak Yohanes," kembali ke nama lamanya sebelum panggilan, mungkin untuk mengingatkan Petrus akan status lamanya dan kegagalan yang telah ia lakukan, terutama janjinya yang sombong bahwa ia akan mengasihi Yesus "lebih dari pada mereka ini" (Matius 26:33) dan penyangkalannya yang terjadi setelah itu. Pertanyaan ini, yang diulang tiga kali, secara langsung membalikkan tiga kali penyangkalan Petrus.
Dalam bahasa Yunani, ada nuansa penting dalam kata "kasih" yang digunakan. Yesus pertama kali menggunakan kata agapao (ἀγαπάω), yang berarti kasih ilahi, tanpa syarat, total, dan rela berkorban. Petrus menjawab dengan phileo (φιλέω), yang berarti kasih persahabatan, kasih sayang, atau kasih yang lebih berdasarkan hubungan timbal balik. Jawab Petrus: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau" (ayat 15). Petrus mengakui kasihnya, tetapi dengan kerendahan hati, ia tidak lagi mengklaim kasih yang lebih tinggi daripada murid-murid lain, dan menggunakan kata yang lebih rendah.
Yesus kemudian memberikan penugasan pertama: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." Ini adalah perintah untuk merawat dan memimpin umat Allah, sebuah peran yang krusial bagi Petrus dan Gereja.
Yesus bertanya untuk kedua kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" (ayat 16). Kali ini, Yesus kembali menggunakan agapao. Jawaban Petrus tetap sama: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau," dengan menggunakan phileo. Yesus kemudian mengulang penugasan-Nya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku."
Pertanyaan ketiga adalah yang paling menyentuh: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" (ayat 17). Kali ini, Yesus sendiri menggunakan kata phileo. Perubahan ini menunjukkan bahwa Yesus "turun" ke tingkat kasih Petrus, menerima kasih yang bisa diberikan Petrus pada saat itu, atau mungkin ingin mengetahui apakah Petrus benar-benar memiliki bahkan kasih persahabatan itu. Petrus "sedih hati" karena pertanyaan yang diulang ketiga kalinya itu. Kesedihan ini bukan karena marah, tetapi karena menyadari betapa dalam Yesus mengetahui hati dan kegagalannya. Ia menjawab dengan kerendahan hati yang penuh: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Ia menyerahkan sepenuhnya pengetahuan akan hatinya kepada Yesus, mengakui kemahatahuan-Nya. Dan untuk ketiga kalinya, Yesus memberinya penugasan: "Gembalakanlah domba-domba-Ku."
Makna Pemulihan
Dialog tiga kali ini adalah momen pemulihan yang paling mendalam dalam seluruh Injil. Melalui pertanyaan ini, Yesus tidak menghukum Petrus, melainkan memulihkan harga dirinya, membatalkan penyangkalannya, dan menegaskan kembali panggilannya. Ini menunjukkan bahwa pengampunan Yesus adalah lengkap dan pemulihan-Nya adalah total. Ia tidak hanya mengampuni, tetapi juga memercayai Petrus dengan tanggung jawab yang paling besar: memimpin dan merawat kawanan domba-Nya, yaitu Gereja-Nya.
Penting untuk dicatat bahwa perintah "gembalakanlah domba-domba-Ku" diucapkan tiga kali dengan sedikit variasi kata kerja dalam bahasa Yunani, yang semuanya menunjuk pada fungsi penggembalaan: boske (memberi makan) dan poimaine (menggembalakan, memimpin, merawat). Ini menekankan bahwa peran Petrus adalah merawat kesejahteraan spiritual umat Allah, tidak hanya memberi makan mereka dengan ajaran, tetapi juga melindungi dan membimbing mereka.
Nubuat Kematian Petrus dan Panggilan "Ikutlah Aku"
Setelah pemulihan dan penugasan ini, Yesus melanjutkan dengan nubuat yang mengejutkan tentang masa depan Petrus: "Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi apabila engkau sudah tua engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau serta membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki" (ayat 18). Ayat 19 menjelaskan bahwa ini adalah cara Petrus akan mati dan "memuliakan Allah."
Nubuat ini secara jelas merujuk pada kemartiran Petrus, yang secara tradisi dilakukan melalui penyaliban terbalik. Ini adalah panggilan untuk pengorbanan tertinggi, sebuah konsekuensi dari mengasihi Yesus sepenuhnya. Kehidupan Petrus akan berakhir tidak lagi dalam kebebasan pribadi (mengikat pinggang sendiri dan berjalan ke mana saja), tetapi dalam ketaatan mutlak kepada kehendak Allah, bahkan sampai mati.
Nubuat ini berfungsi sebagai pengingat bahwa panggilan untuk menggembalakan domba-domba Yesus tidak hanya datang dengan otoritas, tetapi juga dengan harga yang harus dibayar, yaitu pengorbanan diri dan penderitaan. Ini adalah konfirmasi definitif dari panggilan Petrus, yang mencapai puncaknya dalam kemartirannya.
Dan kemudian, dengan segala makna yang terkandung di dalamnya, Yesus mengucapkan panggilan terakhir kepada Petrus: "Ikutlah Aku" (ayat 19). Ini adalah kata-kata yang sama yang Yesus ucapkan di awal pelayanan-Nya saat memanggil Petrus untuk pertama kali. Setelah semua yang terjadi – panggilan, kegagalan, kebangkitan, dan pemulihan – panggilan utama untuk mengikut Yesus tetaplah inti dari segala sesuatu. Itu adalah panggilan yang diperbarui, sebuah undangan untuk hidup sepenuhnya dalam ketaatan dan pelayanan kepada Kristus, bahkan sampai mati.
Refleksi Teologis dan Praktis
1. Anugerah dan Pemulihan Setelah Kegagalan
Kisah Petrus di Danau Tiberias adalah salah satu kesaksian paling kuat dalam Injil tentang anugerah ilahi yang tak terbatas dan kemampuan Yesus untuk memulihkan. Petrus, yang dengan sombongnya menyatakan kesetiaannya yang lebih besar dan kemudian menyangkal Yesus tiga kali, adalah lambang setiap orang percaya yang jatuh dan gagal. Namun, Yesus tidak mencampakkan Petrus. Sebaliknya, melalui dialog yang sabar dan penuh kasih, Yesus memulihkan Petrus sepenuhnya.
Refleksi ini mengajarkan kita bahwa kegagalan kita tidak pernah menjadi akhir cerita dengan Tuhan. Pengampunan Yesus lebih besar daripada dosa kita. Dia tidak hanya mengampuni, tetapi Dia juga memulihkan kita untuk melayani-Nya kembali. Kuncinya adalah pertobatan yang tulus dan kesediaan untuk menghadapi kegagalan kita di hadapan-Nya. Seperti Petrus yang mengakui "Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau," kita juga dipanggil untuk datang kepada Tuhan dengan hati yang terbuka dan jujur, mengakui keterbatasan dan kelemahan kita, dan mempercayai kasih-Nya yang memulihkan.
Penting untuk memahami bahwa pemulihan bukan hanya tentang dimaafkan, tetapi juga tentang dipanggil kembali untuk misi. Yesus tidak hanya memaafkan Petrus, tetapi Dia juga menegaskan kembali dan bahkan memperdalam panggilan Petrus. Ini berarti bahwa pengalaman kegagalan, jika dihadapi dengan pertobatan, dapat menjadi batu loncatan untuk pelayanan yang lebih tulus dan bergantung pada Tuhan.
Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita mungkin merasa tidak layak atau malu setelah melakukan kesalahan. Kisah ini adalah mercusuar harapan, mengingatkan kita bahwa Yesus senantiasa siap untuk mengangkat kita, menyembuhkan luka-luka kita, dan menugaskan kita kembali. Yang dibutuhkan adalah hati yang rendah hati dan keinginan untuk kembali kepada-Nya.
2. Makna Kasih (Agape vs. Phileo) dan Komitmen
Dialog antara Yesus dan Petrus tentang kasih, dengan penggunaan kata Yunani agape dan phileo, memberikan wawasan yang mendalam tentang sifat kasih dan komitmen. Yesus awalnya bertanya apakah Petrus mengasihi Dia dengan agape—kasih yang tanpa syarat, rela berkorban, dan ilahi. Petrus, dengan kerendahan hati yang baru ditemukan, hanya bisa menjawab dengan phileo—kasih persahabatan, kasih sayang. Pada pertanyaan ketiga, Yesus sendiri menggunakan phileo, seolah-olah mengatakan, "Baiklah, apakah engkau setidaknya mengasihi Aku sebagai seorang teman?"
Pergeseran ini menunjukkan perjalanan spiritual Petrus. Dia telah belajar bahwa kasih yang sebenarnya tidak dapat didasarkan pada kesombongan atau janji-janji kosong. Kasih sejati kepada Tuhan dimulai dengan kerendahan hati, mengakui keterbatasan kita sendiri, dan kemudian tumbuh dari sana. Yesus menerima kasih phileo Petrus, dan dari dasar kasih persahabatan ini, Dia membangun kembali Petrus menjadi pemimpin yang dapat mengasihi dengan agape.
Bagi kita, ini adalah pelajaran tentang bagaimana kasih kita kepada Tuhan harus berkembang. Kita mungkin memulai dengan kasih yang bersemangat tetapi rapuh (seperti Petrus yang sombong), atau dengan kasih yang lebih praktis dan sehari-hari (seperti phileo). Namun, tujuan adalah untuk bertumbuh menjadi kasih agape, kasih yang rela berkorban, yang mengutamakan kehendak Tuhan di atas segalanya. Ini adalah proses seumur hidup, dan Yesus bersedia bertemu kita di mana pun kita berada dalam perjalanan kasih itu.
Kasih yang sejati, seperti yang diajarkan oleh Yesus, diwujudkan dalam tindakan. Pertanyaan Yesus tentang kasih selalu diikuti dengan perintah: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." Ini menunjukkan bahwa kasih kepada Tuhan tidak hanya bersifat emosional, tetapi juga aktif dan berorientasi pada pelayanan. Mengasihi Yesus berarti mengasihi apa yang Dia kasihi, yaitu umat-Nya, dan melayani mereka.
3. Panggilan untuk Menggembalakan: Tugas dan Tanggung Jawab
Perintah "Gembalakanlah domba-domba-Ku" yang diulang tiga kali adalah inti dari penugasan Petrus dan, melalui dia, bagi seluruh kepemimpinan dalam Gereja. Istilah "menggembalakan" (poimaine) dalam konteks kuno sangat kaya makna. Seorang gembala bertanggung jawab untuk:
- Memberi Makan (boske): Menyediakan makanan rohani melalui pengajaran Injil.
- Melindungi: Melindungi domba dari bahaya, baik dari serigala (pengajaran sesat) maupun dari bahaya dunia.
- Membimbing: Memimpin domba ke padang rumput yang hijau dan air yang tenang, yaitu menuju kehidupan yang berlimpah dalam Kristus.
- Merawat: Mengobati domba yang sakit, mengembalikan yang tersesat, dan memelihara kesejahteraan mereka secara keseluruhan.
Perintah ini berlaku tidak hanya untuk para pemimpin gerejawi, tetapi juga, dalam arti yang lebih luas, untuk setiap orang percaya. Kita semua dipanggil untuk "menggembalakan" sesama kita dalam berbagai cara: dalam keluarga, komunitas, pekerjaan, dan persahabatan. Ini berarti peduli terhadap kebutuhan spiritual dan fisik orang lain, berbagi Injil, menawarkan dukungan, dan menjadi teladan kasih Kristus.
Tugas penggembalaan ini memerlukan kerendahan hati, kesabaran, dan kasih yang tulus. Petrus, yang sebelumnya berjanji untuk mati bagi Yesus tetapi kemudian menyangkal-Nya, sekarang menerima tugas ini setelah ia sendiri mengalami pemulihan dari Gembala Agung. Ini menunjukkan bahwa pengalaman pribadi akan anugerah dan pemulihan adalah kualifikasi penting untuk melayani orang lain yang juga membutuhkan anugerah itu.
Misi penggembalaan adalah misi yang berat dan menantang, seperti yang dinubuatkan Yesus tentang kematian Petrus. Ini sering kali melibatkan pengorbanan diri dan penderitaan. Namun, ini juga adalah misi yang dimungkinkan oleh kuasa Kristus yang bangkit, dan berbuah dalam kemuliaan Allah.
4. "Ikutlah Aku": Panggilan yang Terus-Menerus
Kata-kata terakhir Yesus kepada Petrus, "Ikutlah Aku," menggemakan panggilan pertama Yesus kepada para murid-Nya. Ini adalah penutup yang sempurna untuk kisah pemulihan dan penugasan ini. Panggilan untuk "mengikut" Yesus bukanlah keputusan satu kali, melainkan komitmen seumur hidup yang diperbarui setiap hari.
Bagi Petrus, itu berarti mengikut Yesus bahkan sampai pada kematian yang mengerikan. Bagi kita, itu berarti mengikut Yesus dalam setiap aspek kehidupan kita: dalam keputusan kita, dalam hubungan kita, dalam pekerjaan kita, dalam sukacita dan penderitaan kita. Mengikut Yesus berarti menempatkan Dia sebagai pusat hidup kita, meneladani kasih-Nya, ketaatan-Nya, dan kerendahan hati-Nya.
Panggilan ini juga mengingatkan kita bahwa mengikut Yesus tidak selalu berarti jalur yang mudah atau nyaman. Seringkali, seperti Petrus, kita akan dibawa ke tempat-tempat yang "tidak kita kehendaki" (ayat 18), tempat-tempat yang menantang kita untuk bertumbuh, untuk berkorban, atau untuk menyerahkan kendali. Namun, dalam mengikut Dia, kita menemukan tujuan sejati kita dan memuliakan Allah.
Panggilan "Ikutlah Aku" adalah undangan untuk persekutuan yang mendalam dengan Kristus. Ini adalah jaminan bahwa kita tidak berjalan sendirian, tetapi dengan Gembala yang Baik yang mengenal kita, mengasihi kita, dan akan memimpin kita sampai akhir.
5. Simbolisme Perjamuan di Pantai
Perjamuan di pantai dengan roti dan ikan yang disiapkan oleh Yesus sendiri, ditambah dengan ikan hasil tangkapan murid-murid, kaya akan simbolisme. Ini adalah perjamuan Paskah, perjamuan harapan dan pemulihan.
Ada gema kuat dari perjamuan Ekaristi, di mana Yesus memberikan diri-Nya sebagai Roti Hidup. Yesus adalah tuan rumah, penyedia, dan sajian utama. Partisipasi murid-murid dengan membawa ikan mereka sendiri menunjukkan bahwa meskipun Yesus adalah penyedia utama, kita dipanggil untuk membawa "buah" dari pekerjaan kita untuk dikuduskan dan disatukan dengan karya Kristus.
Perjamuan ini adalah simbol persekutuan yang mendalam yang diwujudkan dalam Gereja. Di meja Tuhan, semua murid dikumpulkan, dijamu, dan diperbaharui. Ini adalah tempat di mana kegagalan diampuni, kasih ditegaskan, dan misi diperbarui.
Perjamuan ini juga menegaskan kembali bahwa Yesus yang bangkit adalah sama dengan Yesus yang mereka kenal dan kasihi sebelum salib. Dia peduli akan kebutuhan fisik mereka ("adakah kamu mempunyai lauk-pauk?") dan kebutuhan spiritual mereka. Dia adalah Gembala yang Baik yang melayani dan memelihara kawanan domba-Nya.
6. Pentingnya Komunitas dan Solidaritas Murid
Dalam perikop ini, kita melihat Simon Petrus bersama dengan enam murid lainnya. Ketika Petrus memutuskan untuk pergi menangkap ikan, yang lain mengikutinya. Ketika mukjizat terjadi, Yohanes yang pertama mengenali Yesus, dan Petrus yang pertama bereaksi secara fisik. Mereka bekerja sama untuk menarik jala. Perjamuan di pantai adalah perjamuan komunal.
Ini menunjukkan pentingnya komunitas dalam perjalanan iman. Tidak ada yang berjalan sendirian. Murid-murid saling mendukung, saling bersaksi, dan saling berbagi pengalaman. Bahkan dalam pemulihan Petrus, kehadiran murid-murid lain menjadi latar belakang yang sunyi namun penting. Pemulihan Petrus bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi untuk perannya dalam komunitas yang lebih besar.
Gereja dipanggil untuk menjadi komunitas yang mendukung, yang saling membangun, yang merayakan keberhasilan bersama, dan yang juga menyediakan ruang untuk pemulihan bagi mereka yang gagal. Misi "menggembalakan domba-domba-Ku" adalah misi yang diemban oleh seluruh tubuh Kristus, meskipun dengan peran dan karunia yang berbeda-beda.
Solidaritas dalam misi adalah kunci. Seperti para murid yang bekerja sama menarik jala penuh ikan, kita juga dipanggil untuk bekerja sama dalam misi Allah, membawa banyak jiwa kepada Kristus. Dan seperti perjamuan di pantai, persekutuan dalam Kristus adalah tempat di mana kita diperkuat dan dipersatukan untuk tugas tersebut.
7. Universalitas Misi (Angka 153)
Angka 153 ekor ikan, meskipun detail yang spesifik, telah lama diinterpretasikan oleh Bapa-bapa Gereja sebagai simbol universalitas Injil. Beberapa penafsir kuno, seperti Santo Hieronimus, percaya bahwa ada 153 jenis ikan yang diketahui di dunia pada masa itu, sehingga penangkapan 153 ikan melambangkan bahwa Injil ditujukan untuk setiap bangsa dan setiap individu di dunia. Terlepas dari keakuratan faktual angka tersebut, pesan yang lebih besar adalah bahwa mukjizat penangkapan ikan ini mewakili misi Gereja untuk mengumpulkan jiwa-jiwa dari seluruh dunia ke dalam jala Injil.
Fakta bahwa jala itu tidak koyak, meskipun penuh dengan begitu banyak ikan, melambangkan kekuatan dan keutuhan Gereja Kristus. Meskipun misi untuk mengumpulkan jiwa-jiwa sangat besar, Gereja, yang didirikan oleh Kristus, akan mampu menanggung beban ini tanpa hancur, karena didukung oleh kuasa ilahi dan janji-janji-Nya.
Refleksi ini mendorong kita untuk melihat melampaui batas-batas diri kita dan komunitas kita sendiri, untuk merangkul visi global dari Injil. Setiap orang dipanggil untuk menjadi bagian dari misi ini, untuk membawa kabar baik kepada sebanyak mungkin orang, mengakui bahwa Yesus ingin semua orang diselamatkan dan datang kepada pengenalan akan kebenaran. Tanggung jawab kita adalah untuk menebarkan jala dengan setia, dan Tuhanlah yang akan menyediakan kelimpahan.
8. Kehadiran Yesus yang Bangkit dalam Kehidupan Sehari-hari
Kisah ini menegaskan bahwa Yesus yang bangkit tidaklah jauh atau tidak dapat dijangkau. Dia menampakkan diri di tengah rutinitas sehari-hari murid-murid-Nya—saat mereka pergi menangkap ikan. Dia muncul di tepi danau, di mana mereka menghabiskan sebagian besar hidup mereka. Dia bahkan menyiapkan sarapan bagi mereka.
Ini adalah pengingat yang kuat bahwa Yesus yang bangkit hadir dalam kehidupan kita sehari-hari, dalam pekerjaan kita, dalam istirahat kita, dalam kegagalan dan keberhasilan kita. Dia tidak terbatas pada pengalaman spiritual yang luar biasa atau ibadah di gereja. Dia hadir di dapur kita, di meja kerja kita, di jalan-jalan yang kita lalui, dan di dalam hati kita.
Terkadang, seperti murid-murid, kita mungkin tidak mengenali-Nya pada awalnya. Kita mungkin terlalu sibuk dengan urusan kita sendiri, terlalu kecewa dengan kegagalan kita, atau terlalu terbiasa dengan "rutinitas" untuk melihat-Nya. Namun, Dia ada di sana, menunggu kita, memberikan arahan, dan mengundang kita untuk bersekutu dengan-Nya.
Momen perjamuan di pantai adalah undangan untuk mengalami kehadiran Yesus yang intim dalam setiap makan kita, dalam setiap pertemuan kita, dan dalam setiap momen persekutuan. Ini adalah pengingat bahwa iman tidak hanya teoritis, tetapi juga praktis dan personal, berakar dalam pengalaman konkret kehadiran Kristus yang hidup.
9. Ketaatan dan Buah Roh
Mukjizat penangkapan ikan terjadi karena ketaatan murid-murid pada perintah Yesus, meskipun perintah itu mungkin terasa aneh atau tidak masuk akal ("Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu"). Ketaatan ini menghasilkan kelimpahan yang luar biasa.
Dalam kehidupan spiritual, ketaatan adalah kunci untuk mengalami berkat dan buah Roh. Ketika kita taat pada firman Tuhan, bahkan ketika kita tidak sepenuhnya memahami alasannya, kita membuka diri pada kuasa dan provision ilahi. Ketaatan bukan sekadar mematuhi aturan, tetapi merespons dengan percaya kepada Sang Pencipta.
Demikian juga, pemulihan Petrus dan penugasan barunya adalah buah dari ketaatan. Dia tunduk pada pertanyaan Yesus, mengakui kelemahannya, dan menerima perintah untuk menggembalakan. Ketaatan ini membawanya pada kehidupan yang penuh makna, bahkan jika itu berarti pengorbanan tertinggi.
Kisah ini mendorong kita untuk merenungkan area-area dalam hidup kita di mana kita mungkin menolak untuk taat, atau di mana kita hanya mengandalkan kekuatan dan kebijaksanaan kita sendiri. Yesus mengundang kita untuk menyerahkan kendali, untuk mempercayai perintah-Nya, dan untuk menyaksikan bagaimana Dia dapat melakukan hal-hal yang tidak mungkin melalui kita.
10. Janji dan Harapan untuk Masa Depan Gereja
Pasal 21 ini, sebagai epilog, bukan hanya tentang pemulihan Petrus secara pribadi, tetapi juga tentang pembentukan dan masa depan Gereja. Yesus menegaskan kembali peran Petrus sebagai gembala, sebuah fondasi penting bagi kepemimpinan awal Gereja. Dengan memulihkan Petrus dan menugasinya, Yesus menjamin bahwa meskipun ada kegagalan manusia, misi-Nya akan terus berlanjut melalui para murid-Nya.
Jala yang tidak koyak meskipun penuh dengan 153 ikan adalah simbol yang kuat tentang ketahanan Gereja. Meskipun ia akan mengumpulkan banyak jiwa dari segala bangsa, Gereja akan tetap kokoh karena didirikan di atas Kristus sendiri. Ini adalah janji bahwa Gereja akan bertahan dan berkembang melalui segala tantangan.
Nubuat tentang kemartiran Petrus juga merupakan bagian dari janji ini. Kematian para martir adalah benih bagi Kekristenan. Pengorbanan mereka menjadi kesaksian kuat akan iman mereka dan sumber inspirasi bagi orang lain. Ini menunjukkan bahwa bahkan dalam penderitaan dan kematian, Allah dimuliakan, dan Gereja bertumbuh.
Oleh karena itu, kisah di Danau Tiberias ini adalah pesan harapan yang mendalam bagi Gereja dari segala generasi. Tidak peduli seberapa besar tantangan atau kegagalan yang mungkin dihadapi oleh Gereja atau anggotanya, Yesus yang bangkit tetap setia pada janji-Nya untuk membangun Gereja-Nya, memelihara kawanan domba-Nya, dan memimpin mereka menuju kemenangan akhir. Setiap orang percaya, setiap komunitas, dan setiap denominasi Kristen dapat menemukan penghiburan, inspirasi, dan arahan dalam perikop yang luar biasa ini.
Kesimpulan: Panggilan untuk Mengasihi dan Melayani
Bacaan Injil Yohanes 21:1-19 di Danau Tiberias adalah narasi yang penuh kasih dan makna. Ia mengajarkan kita bahwa Yesus yang bangkit adalah Tuhan yang penuh belas kasihan, yang tidak pernah meninggalkan kita dalam kegagalan kita. Dia mencari kita di tempat-tempat yang akrab, memanggil kita keluar dari kekosongan usaha kita sendiri, dan menawarkan kelimpahan anugerah-Nya.
Melalui dialog-Nya dengan Simon Petrus, Yesus menunjukkan kepada kita jalan pemulihan sejati: menghadapi kegagalan dengan jujur, mengakui kasih kita kepada-Nya, dan menerima penugasan-Nya untuk melayani orang lain. Kisah ini adalah pengingat bahwa kasih kepada Yesus bukanlah sekadar perasaan, melainkan sebuah komitmen yang diwujudkan dalam tindakan penggembalaan, kepedulian, dan pengorbanan untuk sesama.
Pada akhirnya, panggilan "Ikutlah Aku" tetap bergema bagi kita semua. Ini adalah undangan untuk hidup dalam ketaatan penuh, menyerahkan hidup kita kepada kehendak-Nya, bahkan ketika jalan itu sulit atau mengarah ke tempat yang tidak kita duga. Dalam mengikut Yesus, kita menemukan tujuan hidup kita yang sejati, dan melalui pelayanan kita, kita memuliakan Allah.
Semoga renungan tentang Injil ini menguatkan iman kita, memperbaharui komitmen kita untuk mengasihi dan melayani, dan memimpin kita untuk selalu mengikuti jejak Gembala Agung kita, Yesus Kristus, dalam setiap aspek kehidupan.